Ia berputar-putar. Semua yang terlihat, nampak menyeramkan. Ia sendirian berdiri di tengah-tengah mayat yang berserakan. Sebenarnya apa yang sudah terjadi?
Tiba-tiba insting Thyria merasakan sesuatu dari belakang. Ia berbalik, dan terbelalak melihat Lancer menghunuskan pedang ke arahnya.Â
"Lancer!"
Thyria tersentak bangun. Mendapati dirinya sudah di kamar, ia menghela napas lega. Tepat disambut dengan bau sedap melewati penciumannya.
Aroma samar-samar membawa Thyria hingga ke depan pintu perpustakaan yang terbuka. Thyria berhenti sejenak di ambang pintu. Bukan orang lain yang harusnya ia temukan dari sumber aroma ini, justru seseorang di sofa itu mengingatkan Thyria pada rasa manis darah saudaranya.
Ia hanya melihat Lancer dari sisi belakang sofa. Sisi buta seseorang, membuat Thyria kembali melangkah seraya tatapan tertuju pada leher Lancer. Naluri memangsa dan akal sehat saling tarik-menarik di dalam dirinya.Â
"Thyria." Suaranya yang memanggil, mengerem langkah kaki Thyria di belakangnya. Thyria tersentak sadar. Ia berkedip, lalu semua napsu itu buyar seketika.
"Dari mana kau tahu kalau ini aku?" Thyria berjalan ke depan, duduk di samping Lancer.
"Aku bisa mendengar dan merasakan keberadaanmu di sini," jawab Lancer.
"Tapi kau bukan makhluk sepertiku yang peka terhadap hal halus," sanggah Thyria.
Lancer bungkam sejenak menatapnya. "Menurutmu aku makhluk apa?" tanya Lancer.