Mohon tunggu...
FIRDA
FIRDA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai, disini cuma mau berbagi. Semoga bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Media Bikin Khawatir, Orangtua Makin Ketar-ketir

11 Februari 2023   23:38 Diperbarui: 11 Februari 2023   23:40 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media saat ini baik nasional maupun internasional semakin gencar memproduksi berbagai suguhan yang menarik untuk di tampilkan. Salah satunya adalah produksi perseriesan di berbagai platform. Namun tak ayal semakin banyak series yang diproduksi, semakin membuat orangtua ketar-ketir. 

Pasalnya jika kita mengklik video atau episode-episode dari banyak judul series, maka akan kita jumpai tulisan peringatan karena series ini menayangkan adegan dewasa. Lalu akhir November tahun lalu munculah curahan hati seorang ibu yang memprotes adanya salah satu dari judul series yang memuat adegan dewasa tersebut. 

Yang mengejutkan adalah, ternyata reaksi netizen mayoritas menyanggah pernyataan ibu tersebut karena memang sebelumnya terdapat peringatan usia. Namun ternyata di aplikasi tersebut sendiri, usia bisa dimanipulasi.

Tak sedikit pula netizen yang berkomentar bahwa itu adalah tugas dari ibu untuk mengawasi putra-putri mereka dan menyarankan untuk menonton Youtube Kids dan platform anak lainnya. 

Tak hanya platform menonton, berbagai media masa serta platform membaca novel pun kini banyak disispi cerita yang mengandung aktifitas seksual atau sesuatu yang dapat mengundang syahwat begitu pula aplikasi-aplikasi yang bisa di akses oleh khalayak umum. Bahkan Bu Khofifah menyatakan Indonesia sudah masuk darurat pornografi karena biaya untuk belanja pornografi sepanjang tahun 2014 diperkirakan mencapai 50 triliun rupiah. 

Bahkan di tahun 2021 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia menyaksikan kegiatan seksual (pornografi) melalui media daring (online). So, apakah pengawasan dari orangtua aja cukup?

No, nyatanya pengawasan anak oleh orangtua saja tidak cukup. Ya mungkin orangtua bisa mengawasi, mendidik, atau mengontrol putra-putri mereka yang masih tergolong anak-anak, namun bagaimana dengan putra-putri mereka yang sudah menginjak masa remaja dan dewasa? Maka dari itu butuh pula peran dari individu itu sendiri, masyarakat, maupun  negara. Dari segi individu, bukan berarti karena sudah berusia lebih dari 18 kita diperbolehkan untuk melihat atau membaca adegan-adegan tak senonoh tersebut. Melihat aurot orang lain pun sangat dilarang dalam islam. Allaah SWT berfirman dalam surat An-Nur ayat 31

"Katakanlah kepada orang laki--laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengatahui apa yang mereka perbuat." Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, ..."

Rosulullaah SAW juga bersabda,

"Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang wanita melihat aurat wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria lain dalam satu kain, dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain." (HR. Muslim No. 338)

Jadi, berapapun usia kita tidak boleh melihat aurot seseorang ataupun menampakkan aurot kita kecuali dalam keadaan dan orang tertentu sesuai dengan syariat. Terdapat pula hasil penelitian yang menjelaskan bahwa ternyata banyak sekali dampak negatif dari melihat pornografi, beberapa diantaranya ahli bedah otak dari University of Texas,  Donald Hilton Junior, menyebutkan otak yang rusak akibat pornografi memperlihatkan kerusakan yang sama dengan otak yang rusak akibat kecelakaan, sedangkan Uswatun Hasanah Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya  menyatakan dampak pertama adalah kecanduan. Kecanduan pornografi dapat berawal dari faktor ketidaksengajaan yang kemudian memunculkan rasa penasaran, sehingga mendorong anak untuk mencoba dengan sengaja, ...

Bagian otak yang diserang saat anak kecanduan pornografi adalah Pre Frontal Korteks (PFC). PFC berfungsi sebagai pusat pengendali emosi, konsentrasi, pembeda antara baik dan buruk, pengendalian diri, berpikir kiritis, membentuk kepribadian dan perilaku sosial. Berikutnya beliau menjelaskan lagi bahwa bagian otak ini juga yang berfungsi dalam proses berpikir dalam merencanakan masa depan seseorang, sehingga saat anak kehilangan fungsi PFC ini maka anak dikatakan kehilangan "sistem rem" otak, yang dalam artian sederhana, anak tidak mampu mengontrol pikiran dan perilakunya.

 Tentunya aspek individu ini dipengaruhi pula oleh didikan orangtua dan negara yang harusnya menanamkan dan menerapkan aqidah islam yang matang. Tidak hanya sekedar mendidik bagaimana berakhlak yang baik, bagaimana cara beribadah yang benar, namun juga strong why untuk melakukan semua syariat.

Tak cukup berhenti di individu saja, masyarakat berperan untuk senantiasa saling amar ma'ruf nahi munkar, selalu menasihati dalam kebaikan. Begitu pula negara, negara harusnya memfilter setiap tayangan yang bisa diakses oleh masyarakat baik yang berbayar ataupun tidak. 

Menetapkan berbagai kebijakan, pendidikan, serta sanksi yang tegas sesuai dengan syariat. Jika hal-hal diatas diabaikan, maka wajar saja terjadi gelombang besar dan tak terkontrol dari media yang dikonsumsi oleh masyarakat, akhirnya individu harus berusaha survive seorang diri untuk menghindari tayangan-tayangan demikian dan tak heran kalau banyak terjadi kasus perzinaan dan perselingkuhan akibat tayangan yang bisa dikonsumsi masyarakat secara bebas. 

Bahkan yang baru saja terjadi, dilaporkan dalam berita (14/1) di kota Ponorogo ratusan remaja hamil di luar nikah. Bahkan, dilansir dari health.detik.com, di Kota Kediri terdapat 569 anak yang mengajukan dispensasi menikah. Dispensasi ini diajukan oleh anak berusia antara 15-17 tahun, yang sebagian besar dari mereka hamil di luar nikah. Menurut Humas Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Kediri, Munasik, tingginya anak hamil di luar nikah disebabkan oleh empat faktor yaitu ekonomi, hukum adat, pendidikan dan teknologi yakni tontonan pornografi menjadi pemicu utama. 

Ditambah lagi, dilansir dari suarasurabaya.net,  Profesor Bagong Suyanto Guru Besar Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), belasan pernikahan dini pada anak memiliki faktornya yang banyak, tidak hanya akibat dari kurang pengawasan orang tua tapi juga cyber-porno, pengaruh lingkungan pergaulan itu masing-masing berkontribusi pada kasus pernikahan anak di bawah umur. Hal ini sangat disayangkan karena remaja merupakan generasi emas calon penerus bangsa. Jika hal ini tidak segera dihentikan, maka apa yang akan terjadi pada bangsa ini di masa depan?  

Disadari atau tidak merebaknya media yang menampilkan atau mengisahkan adegan yang dapat mengundang syahwat ini merupakan serangan dari kapitalisme. Melihat minat yang luar biasa dari masyarakat membuat rumah-rumah produksi memproduksi masal cerita semacam itu dan mempercantik alur cerita hingga meraup pundi-pundi uang yang melimpah tanpa memikirkan apakah hasilnya akan berdampak baik bagi generasi ataukan tidak, apakah akan memberikan efek negatif atau tidak, yang dipikirkan adalah apakah film atau cerita ini laku di masyarakat atau tidak. 

Semua hal diatas nyatanya hanya mampu dientaskan secara tuntas setuntas-tuntasnya dalam negara yang menerapkan seluruh syariat islam di dalamnya, yakni Khilafah. Why? Karena standar di dalam Khilafah adalah halal haram, bukan untung atau rugi. Di dalam Khilafah terdapat Departemen Penerangan yang salah satunya bertugas memfilter semua tayangan apakah layak dan sesuai dengan syariat untuk dikonsumsi masyarakat atau tidak bahkan mendidik dan bermanfaat atau tidak, sehingga kita tidak akan menemukan media yang menyebarkan konten yang merusak pemikiran, tayangan yang mengundang syahwat, perselingkuhan, bahkan pornografi seperti saat ini. 

Selain adanya proteksi dalam media, dalam khilafah pula diterapkan seluruh syariat islam, setiap individunya juga ditanamkan aqidah islam dan diberi pendidikan berbasis islam, penjagaan pergaulan, menetapkan berbagai kebijakan serta sanksi yang tegas bagi pelanggar sesuai dengan syariat, sehingga individunya menjadi individu yang ber-syakhsiyah islam dan cerdas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun