[caption caption="Sumber : http://www.panoramio.com/photo/19304547"][/caption]
Sejuknya udara dan semilir angin menjadi penanda ketika saya memasuki tempat ini. Rimbunnya pepohonan menjadi peneduh dari sinar matahari, ya ini lah ruang terbuka hijau. Sesuai dengan UUNo 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa wilayah perkotaan wajib memiliki ruang terbuka hijau maupun non hijau sebagai ruang publik. Saya sendiri sedang berada di sebuah ruang publik di salah satu sudut di Kota Semarang yaitu sebuah taman bernama taman KB.
Kota Semarang sendiri memiliki beberapa tempat sebagai ruang publik, dari area taman KB, kawasan simpang lima, polder tawang, taman tugu muda,  sampai ruang publik bernuansa kota tua yaitu di kawasan kota lama. Kota semarang sendiri belum bisa memenuhi standart penyedian ruang terbuka hijau bagi perkotaan yang mensyaratkan 20% ruang terbuka hijau  publik dari total luas wilayah dimana kota Semarang baru memiliki 7,5% ruang terbuka hijau. Seperti diketahu pada UU no 26 tahun 2007 disyarakan sebuah perkotaan memiliki ruang terbuka hijau sebanyak 30%, dimana 20% untuk publik dan 10% merupakan untuk privat. Lalu sebenarnya seberapa besar peran penting ruang publik bagi wilayah perkotaan?Jika dilihat dari sejarahnya sendiri tentu peran ruang publik begitu besar.
[caption caption="http://thetravelearn.com/2015/02/07/semarang-ekspres-gereja-klenteng-dan-masjid-agung/"]
Ruang publik sebagaimana sejarahnya di awal peruntukannya di Eropa abad 18 dan 19 adalah sebagai tempat untuk berdiskusi, bertukar pikiran, dan saling berinteraksi mengenai isu-isu politik dan negara. Dari diskusi maupun interaksi tersebut kemudian muncul lah pergerakan masyarakat yang membawa perubahan pada sebuah negara. Kemudian di Indonesia sendiri ruang publik sudah menjadi hal yang diperhatikan sejak jaman penjajahan Belanda dahulu. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan alun-alun di kota-kota  Indonesia seperti di Yogyakarta, Kudus, Semarang, dan kota lainnya. Beberapa pergerakan bangsa ini pun berawal dari diskusi-diskusi kecil di ruang publik sebagai pemicu perubahan dalam sejarah bangsa ini. Secuil sejarah mengenai ruang publik ini menjadi gambaran kecil mengenai esensi ruang publik itu sendiri, dimana sebagai tempat untuk berinteraksi dan bertukar gagasan.
Kembali ke masa kini,ruang publik selain tentunya sebagai wadah atau tempat bagi masyarakat untuk berdiskusi ataupun berinteraksi satu sama lain, ruang publik juga menjadi sebuah oase bagi masyarakat perkotaan di tengah rutinitas harian yang mereka lakukan. Ruang terbuka hijau di sudut-sudut kota menjadi alternatif bagi mereka yang ingin melepas penat dan menikmati udara sejuk di area taman. Anak-anak pun menjadikan ruang publik di perkotaan sebagai arena bermain mereka, sebagai tempat mereka mengekspresikan diri mereka dengan cara bermain. Ini lah yang menjadi hal mendasar betapa pentingnya ruang publik di wilayah perkotaan, bukan hanya sebagai pemanis bagi sebuah kota.
Ruang Publik dan Teknologi
Ketika saya pergi ke ruang publik, pergi ke taman  di sudut kota Semarang yang terjadi adalah banyak warga masyarakat yang justru asyik sendiri dengan gadget mereka.Mereka jarang berinteraksi dengan warga lainnya,tidak saling menyapa satu sama lain dan tidak ada kata yang keluar ketika mereka duduk di satu lokasi yang sama, teknologi sudah  menjadi pembatas interaksi langsung antar warga masyarakat. Warga masyarakat lebih sibuk menggunakan Gadget  mereka di bawah teduhnya pepohonan taman kota, tak jarang anak-anak kecil pun sibuk bermain di dalam gadget mereka, gadget menjadi tembok penghalang dalam interaksi mereka. Teknologi di satu sisi membatasi ruang gerak masyarakat dalam berinteraksi di ruang publik, tetapi di sisi lain tentu menjadi sebuah kemajuan dalam pemanfaatannya untuk ruang publik.
[caption caption="http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?p=71600817&langid=6"]
Kita dapat mengambil contoh bagaimana ruang publik di kota Bandung bisa bersinergi dengan baik bersama teknologi yaitu taman film Bandung. Ini adalah salah satu contoh yang tepat terkait penggunaan teknologi di dalam ruang publik. Ada pula taman andam dewi di Bengkalis, dimana teknologi pencahayaan digunakan di sana sebagai penghias air mancur di malam hari. Â Lalu di taman bungkul dan taman pelangi di kota Surabaya teknologi pencahayaan di malam hari menjadi paduan yang tepat antara teknologi dan ruang publik
[caption caption="http://www.wisatabdg.com/2014/09/inilah-taman-tematik-di-kota-bandung.html"]
Tetapi ada pula dimana menurut saya penggunaan teknologi tidak tepat bagi ruang publik, yaitu dengan adanya Wifi di taman-taman kota, seperti yang ada di beberapa taman kota di Jakarta dan Surabaya. Dengan adanya Wifi gratis bagi masyarakat hal ini tentunya akan lebih banyak berdampak buruk dalam interaksi masyarakat di ruang publik. Ruang publik menjadi kehilangan esensi dalam fungsinya yang sebenarnya sebagai wadah masyarakat untuk saling berinteraksi satu sama lain.
Â
Masyarakat sendiri pun tentu sangat senang dan antusias ketika taman kota diberi akses gratis internet. Hal ini terjadi mengingat masyarakat masih belum bisa merasakan akses internet gratis untuk mereka sendiri dalam keseharian. Tetapi rasanya menjadi kurang tepat ketika taman kota sebagai ruang publik menjadi tempat dimana internet bisa diakses secara gratis.
Kini dan Nanti
Kini, ruang publik di wilayah perkotaan yaitu di ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota terus diperbanyak oleh pemerintah daerah. Memperbanyak taman kota sebagai ruang publik ini sebagai usaha untuk memenuhi krtieria 20% ruang terbuka hijau bagi publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Walaupun begitu tentu akan lebih baik jika tidak hanya terpaku pada angka 20% saja, jika masih ada ruang yang bisa dimanfaatkan maka tentu harus terus diusahakan untuk memperbanyak taman-taman kota yang lokasinya pun merata di setiap sudut-sudut kota.
Tidak ketinggalan bahwa pemerintah daerah rutin membuka ruang publik semi permanen, yaitu kegiatan Car Free Day pada hari tertentu dan biasanya pada hari Minggu. Di kota Semarang sendiri Car Free Day diadakan setiap hari minggu pagi di sepanjang jalan Pahlawan dan Jalan Pemuda. Car Free Day ini sebagai jawaban atau solusi sementara untuk memenuhi keinginan masyarakat mendapatkan ruang publik yang merupakan hak masyarakat itu sendiri.
Pada akhirnya kini ruang publik bagi masyarakat masih perlu diperbanyak jumlahnya baik itu taman kota maupun lainnya. Penggunaan teknologi di dalam ruang publik seperti misalnya internet gratis di taman kota rasanya merupakan salah satu contoh pemanfaatan teknologi yang kurang tepat bagi ruang publik. Perlu diingat kembali bahwa pada dasarnya ruang publik memiliki fungsi dasar sebagai wadah interaksi, ekspresi, dan bertukar gagasan antar individu di dalam masyarakat. Selain fungsi itu, juga yang tak kalah penting adalah ruang publik dalam bentuk ruang terbuka hijau yaitu taman kota adalah sebagai wadah bagi manusia untuk kembali mendekatkan hubungannya dengan alam, menikmati suasana alam untuk menghilangkan kepenatan dalam rutinitas.
Nanti, ada harapan bahwa ruang publik di dalam perkotaan baik itu ruang terbuka hijau maupun non hijau bisa semakin bertambah jumlahnya dan merata di setiap sudut kota. Perlu juga lebih dipertimbangkan lagi dan dipikirkan lebih jauh mengenai pemanfaatan teknologi di dalam ruang publik, memilah-milah mana teknologi yang tepat bagi ruang publik dan mana yang tidak. Seperti misalnya penggunaan teknologi dalam hal pencahayaan taman di malam hari, sarana edukasi maupun tempat bermain anak yang interaktif, dan lainnya. Hal ini bertujuan untuk pada akhirnya ruang publik tetap menjadi milik publik, menjadi wadah dan tempat bagi masyarakat untuk saling mengenal satu sama lain, saling berinteraksi dan bertukar gagasan, dan bukan tidak mungkin menjadi sarana untuk membawa perubahan yang lebih baik bagi daerah masing sebagai hasil dari interaksi itu sendiri.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H