APA YANG DIHARAPKAN KETIKA PERTAMA KALI DATANG KE DESA UNTUK KKN?
Note: Ini hanya cerita pengalaman, bukan berarti semua tempat seperti ini, diharapkan cerita ini bisa menjadi pelajaran
Ingat bagaimana saya mulai berangkat dari rumah jam 07.00 dan sampai Kampus pada jam 08.00 dan sudah diselingi untuk sarapan. Dalam hati merasa seperti "Apakah ini pilihan yang baik untuk mengikuti KKN ini" karena memang semasa studi sarjana tidak ada program KKN hanya ada Praktik Kerja Lapangan (PKL). Program KKN ini memang delegasi dari Kampus untuk program KKN Nusantara.Â
Berangkat pada pukul 11.00 di hari Jumat itu yang menjadikan ibadah Jumat di rest area tol dan sampai di Bandung pada jam 15.30. Setelah sampai di tempat yang dituju saya langsung bergegas untuk ibadah ashar sampai jam 16.00 acara dimulai untuk pelepasan KKN ke Lampung ini. Berangkat pada jam 18.30 menuju serang lalu ke pelabuhan karena memang kita menuju lampung menggunakan ferry. Ingat bagaimana saya merasa sudah kelelahan dengan perjalanan itu yang terlalu banyak berhenti dan menjemput. Bagaimana tidak untuk sampai ke lampung menghabiskan waktu dua hari satu malam.Â
Setelah lama perjalanan sampailah ke desa yang menjadi tujuan kami, desa tersebut ternyata sedang ada acara yang bisa di sebut meriah dan megah, tenda yang menjulang tinggi, makanan dimana-mana, tamu yang banyak. Tidak lain memang yang mengadakan acara tersebut adalah kepala desa itu sendiri. Ketika kami di jemput dan sampai di sana, kami berusaha untuk sesopan mungkin karena kami tahu, perbedaan budaya sangat terasa di sini.Â
Perbedaan bahasa menjadi masalah utama ketika berkomunikasi, terasa bersyukur masyarakat tetap mau berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia bukan bahasa daerahnya. Kami belajar bahasa sedikit demi sedikit, mirip dengan jawa tapi logatnya berbeda. Apakah hanya perasaan yang salah merasa bahwa ketika kami sampai banyak warga yang merasa keberatan adanya KKN di desa tersebut.
Hal yang tidak pernah lupa adalah ketika kami baru tiba di desa, kepala desanya menyampaikan bahwa "saya awalnya menolak untuk adanya KKN di desa saya, tapi saya dipaksa untuk menerima kalian" reaksi kami hanya tersenyum dan diam, ketika kami pergi untuk ke posko dan istirahat, ternyata tidak bisa seperti itu. Setelah mandi dan bersih-bersih yang awalnya ingin istirahat ternyata kami dipanggil untuk makan lalu kami mencuci piring yang bisa dikatakan banyak sekali. Satu kelompok kami hanya 14 orang tapi kita merasa tidak enak jika hanya mencuci bagian kami saja, yang menjadikan kita mencuci semua piring yang ada di tempat cuci saat itu. Ada masyarakat yang mengatakan dalam bahasa daerahnya yang intinya "tumben ya mereka tau diri untuk cuci piring". Bagaimana kita yang baru sampai belum satu hari sudah merasa sakit hati.Â
Hal yang paling melelahkan adalah kami tidak langsung ke posko, kami membantu sampai jam 22.00 dengan kondisi yang sudah lelah dengan wajah yang sudah kusut, bahkan sudah di notis oleh masyarakat lain untuk istirahat. Apakah benar ketika KKN sampai harus mau melakukan hal-hal seperti itu? rasanya sedih sekali mengingat hal itu hari ini untuk menulis cerita 26-27 Juli 2024.
next part 2>>
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H