Mohon tunggu...
rindu aksara
rindu aksara Mohon Tunggu... Lainnya - Wordsmith

I am somewhat ink on paper

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Topeng Purnama

4 Desember 2022   16:20 Diperbarui: 4 Desember 2022   16:20 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kemudian, Purnama meraih rambut hitam ikalnya, memegang kulit kepalanya dengan kedua tangan, lalu merenggut lepas mahkota itu dari kepalanya. Rasa perih dari luka, serta malu karena terlihat botak, menyengat-nyengat. Yang harus segera ditutupinya dengan rambut lurus panjang berkilau-kilau dari dalam kotak kulit merah darah. Ia simpan rambut hitam ikalnya dalam kardus bekas mie instan, menumpuk di atas onggokan kulit wajahnya. Disisirnya rambut baru sepanjang bahu itu dengan jari-jarinya yang lentik. Barulah ia merasa puas.

Hatinya senang melihat wajah barunya. Dengan kulit putih mulus, mata besar jernih, hidung mancung dan rambut panjang lurus mengkilat, Purnama sungguh jelita. Tapi ia belum puas. Karena penampilan tidak hanya tentang rias wajah, tapi juga bentuk tubuh. Sungguh sia-sia wajah cantik yang tidak padan dengan bentuk tubuh yang indah.

Purnama meraba dadanya. Payudaranya terlalu kecil dan rata untuk membangkitkan birahi lelaki. Cepat-cepat ia lepaskan kedua payudaranya, dan menyelipkannya dalam kardus bekas mie instan di dekat hidung dan matanya. Lalu ia ganti dengan sepasang payudara dari kotak kulit merah darah. Kini Purnama memiliki sepasang payudara yang membusung. Cukup besar untuk menarik perhatian lelaki, namun tidak terlalu besar sampai membuat orang mencibir. Ia puas sekali.
 
Purnama lalu berdiri dari kursi rendah bundar. Sekarang giliran bokongnya. Ia selalu merasa kesal dengan bokong yang kempes dan merosot turun itu. Rasanya seperti memakai bokong seorang nenek renta. Maka dilepaskannya bokong tipis itu, dimasukkannya dalam kardus bekas mie instan, digantinya dengan bokong dari kotak kulit merah darah yang kencang dan padat. Sungguh ia merasa puas.

Terakhir, Purnama memeriksa perutnya. Kulit menggelambir yang tergantung di atas pusarnya segera ia robek. Tanpa ampun, ia pun merogoh lebih dalam hingga ke rahim dan indung telurnya. Ia renggut keduanya, dan cepat-cepat ia campakkan mereka dalam kardus bekas mie instan tanpa menengok lagi. Kulit perut, rahim dan indung telur itu berserak di dalam kardus, menyempil-nyempil di antara bokong dan payudara, berbelit dengan rambut ikalnya. Dipasang Purnama sebuah perut baru yang langsing, rata dan kencang dari kotak kulit merah. Lalu merasa puas.
 
Tidak, ia tidak memasang rahim dan indung telur pengganti. Bagi laki-laki, tidak ada pesona kecantikan pada kedua organ itu. Tak ada bedanya memakai ataupun melepaskannya.  Hanya dalam perkawinan kedua organ itu menjadi memiliki arti, untuk memberi keturunan. Tapi Purnama tidak tertarik dengan perkawinan. Saat ini ia sudah cukup puas menaklukkan lelaki dengan kecantikannya.

Lagipula, bagaimana caranya ia menjelaskan pada suaminya tentang rahasia kamar rias ini. Kan, ia tidak bisa terus-terusan memakai payudara dan bokong bongkar pasang ini. Bagaimana jika saat malam hari ia sudah kembali memakai tubuh aslinya, lalu suaminya melongo karena menemukan perempuan yang berbeda dari yang diakadnya pagi-pagi. Purnama selalu terkikik geli membayangkan skenario itu. Geli bercampur pahit, sebenarnya

Temukan saja lelaki yang mencintai tubuh dan jiwamu apa adanya, kata mereka. Cinta sejati tak memandang fisik, kata mereka. Perkawinan bahagia selamanya, kata mereka. Omong kosong! umpat Purnama. Apakah mereka yang bilang begitu lalu akan sengaja memilih jatuh cinta pada orang yang tidak cantik dan tidak tampan? Apakah jika mereka itu sudah menikah lalu ada jaminan kalau pasangannya tidak akan tertarik dengan orang lain yang lebih cantik atau tampan, lalu berselingkuh? Hipokrit, umpat Purnama lagi.

Inilah yang sesungguhnya dituntut masyarakat, lelaki maupun perempuan. Bahwa manusia harus memiliki kesempurnaan yang sungguh tak mungkin dicapai dengan tubuh bawaan lahir yang apa adanya. Kulit putih mulus, mata belok jernih, hidung bangir, payudara bokong montok, dan perut langsing adalah etalase kecantikan perempuan. Rahang lebar, bahu kekar, otot menonjol, perut sixpack jika kau lelaki. Jika kau tak punya semua itu, maka kau tak menjual.

Memutar-mutar tubuh sempurnanya di depan cermin rias, Purnama kini sungguh merasa puas. Ia hanya tinggal memilih sebuah gaun cantik dan sepasang sepatu hak tinggi untuk menambah kesan pada penampilannya. Penuh senyum dan rasa percaya diri, ia pun melangkah keluar dari lorong di balik cermin dan mengganti pakaian.  

Setengah jam kemudian, Restu berdiri di depan pintu. Dengan rangkaian bunga di tangan, lelaki itu berkata. "Kau sungguh cantik sekali. Kecantikanmu pun alami, tak seperti kebanyakan perempuan lain. Kau cantik tanpa polesan bedak tebal, tanpa keluh kesah soal diet mati-matian dan tanpa operasi plastik. Kau cantik apa adanya," puji Restu.

Purnama tersenyum manis menerima pujian itu. Meskipun demikian hatinya getir karena ia tahu bahwa dirinya yang sesungguhnya teronggok dalam kardus mie instan bekas di atas meja rias di dalam lorong tersembunyi di balik cermin berbingkai perunggu. Ditambah perasaan resah, agaknya dia lalai memasang payudara kirinya dengan baik, karena rasanya mulai merosot turun.  

*) O Bulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun