Mohon tunggu...
Rinda Aunillah Sirait
Rinda Aunillah Sirait Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Alam

Pemerhati satwa liar, penyiaran dan etika media massa. Kumpulan tulisan yang tidak dipublikasikan melalui media cetak.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kekejaman di Balik Peliharaanmu...

25 Agustus 2018   18:11 Diperbarui: 25 Agustus 2018   21:42 1984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Kontributor Baubau, Defriatno Neke/Kompas.com)

Keunggulan kakatua dan nuri seakan membawa petaka. Profauna Indonesia mengungkap video para pemburu kerap menjerat kakatua menggunakan getah yang ditempelkan di dahan pohon. Setelah menempelkan getah, pemburu biasanya meninggalkan lokasi perburuan dan baru kembali setidaknya keesokan hari. Kakatua yang terjerat harus bertahan selama berhari-hari tanpa makan sehingga seringkali mati kelaparan. 

Nasib yang selamat tak kalah mengenaskan, getah yang menjerat kerap kali menempel sangat kuat sehingga pemburu perlu membersihkan secara paksa bahkan bila perlu mencabut bulunya.

Nasib tak kalah buruk terjadi pada orangutan, lutung dan owa. Para kolektor satwa biasanya memilih memelihara primata jenis ini sejak bayi. Harga pasaran bayi ketiga jenis primata ini lebih mahal dibandingkan yang berusia dewasa. Alasannya sederhana, bayi primata lebih lucu dan lebih mudah diatur.

Perlu Anda ketahui, bayi primata biasanya menempel terus pada induknya sampai periode lepas sapih. Sang induk akan melindungi anaknya sampai tetes darah penghabisan. Ini berarti pemburu harus membunuh induk primata sebelum mengambil anaknya. Kejam!

Jangan salah, kekejaman juga mewarnai perburuan burung berkicau. Minggu ini laman Profauna Indonesia menampilkan seekor burung hantu yang mati tertusuk tombak yang sekilas mirip dahan, kiriman aktivis di Kediri. Sebuah foto yang menyayat hati!

Burung hantu pemikat yang mati tertusuk dahan (Dok. Profauna Indonesia)
Burung hantu pemikat yang mati tertusuk dahan (Dok. Profauna Indonesia)
Salah satu metode menangkap burung berkicau di alam adalah dengan menggunakan burung hantu yang diikat. Kehadiran burung hantu di siang hari akan mengundang burung berkicau untuk mengusir burung malam itu. 

Selanjutnya, burung-burung akan terkena perekat yang dioleskan di ranting-ranting sekitar burung hantu. Dalam foto itu, nasib burung hantu pemikat berakhir tragis, mati terjerat bahkan tertusuk ranting runcing tempatnya berdiri.

Nyata-nyata negara telah berupaya melindungi satwa liar dari kekejaman manusia. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya melarang perburuan, perniagaan dan kepemilikan satwa dilindungi secara ilegal. Dalam Pasal 40 ayat [2] UU No. 5/1990, sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran adalah pidana penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.

Ini berarti selain memperpanjang kekejaman, memelihara satwa liar dilindungi merupakan pelanggaran hukum. Daftar satwa liar dilindungi bisa merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup & Kehutanan No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Akhirnya, tak usahlah berteriak sok pahlawan mengklaim memelihara satwa liar berarti berjasa menyelamatkan jenis satwa dari kepunahan. Kenyataannya, memelihara satwa liar menjadikan rantai kekejaman semakin panjang. Saat ini yang kita perlukan tidak sekedar upaya penyelamatan jenis satwa, kita perlu menyelamatkan ekosistem!***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun