Keunggulan kakatua dan nuri seakan membawa petaka. Profauna Indonesia mengungkap video para pemburu kerap menjerat kakatua menggunakan getah yang ditempelkan di dahan pohon. Setelah menempelkan getah, pemburu biasanya meninggalkan lokasi perburuan dan baru kembali setidaknya keesokan hari. Kakatua yang terjerat harus bertahan selama berhari-hari tanpa makan sehingga seringkali mati kelaparan.Â
Nasib yang selamat tak kalah mengenaskan, getah yang menjerat kerap kali menempel sangat kuat sehingga pemburu perlu membersihkan secara paksa bahkan bila perlu mencabut bulunya.
Nasib tak kalah buruk terjadi pada orangutan, lutung dan owa. Para kolektor satwa biasanya memilih memelihara primata jenis ini sejak bayi. Harga pasaran bayi ketiga jenis primata ini lebih mahal dibandingkan yang berusia dewasa. Alasannya sederhana, bayi primata lebih lucu dan lebih mudah diatur.
Perlu Anda ketahui, bayi primata biasanya menempel terus pada induknya sampai periode lepas sapih. Sang induk akan melindungi anaknya sampai tetes darah penghabisan. Ini berarti pemburu harus membunuh induk primata sebelum mengambil anaknya. Kejam!
Jangan salah, kekejaman juga mewarnai perburuan burung berkicau. Minggu ini laman Profauna Indonesia menampilkan seekor burung hantu yang mati tertusuk tombak yang sekilas mirip dahan, kiriman aktivis di Kediri. Sebuah foto yang menyayat hati!
Selanjutnya, burung-burung akan terkena perekat yang dioleskan di ranting-ranting sekitar burung hantu. Dalam foto itu, nasib burung hantu pemikat berakhir tragis, mati terjerat bahkan tertusuk ranting runcing tempatnya berdiri.
Nyata-nyata negara telah berupaya melindungi satwa liar dari kekejaman manusia. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya melarang perburuan, perniagaan dan kepemilikan satwa dilindungi secara ilegal. Dalam Pasal 40 ayat [2] UU No. 5/1990, sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran adalah pidana penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
Ini berarti selain memperpanjang kekejaman, memelihara satwa liar dilindungi merupakan pelanggaran hukum. Daftar satwa liar dilindungi bisa merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup & Kehutanan No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Akhirnya, tak usahlah berteriak sok pahlawan mengklaim memelihara satwa liar berarti berjasa menyelamatkan jenis satwa dari kepunahan. Kenyataannya, memelihara satwa liar menjadikan rantai kekejaman semakin panjang. Saat ini yang kita perlukan tidak sekedar upaya penyelamatan jenis satwa, kita perlu menyelamatkan ekosistem!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H