Mohon tunggu...
Rinda Aunillah Sirait
Rinda Aunillah Sirait Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Alam

Pemerhati satwa liar, penyiaran dan etika media massa. Kumpulan tulisan yang tidak dipublikasikan melalui media cetak.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibadah Kurban dan Animal Welfare

22 Agustus 2018   06:21 Diperbarui: 22 Agustus 2018   18:16 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekik takbir bergema di seantero negeri, warga beramai-ramai memenuhi lapangan terdekat untuk beribadah sholat ied dan melaksanakan ibadah kurban. Ibadah yang dikisahkan khusus melalui peristiwa penyembelihan nabi Ismail oleh Nabi Ibrahim, sang ayah, sebagai bukti ketaatan pada Allah SWT.

Berkurban merupakan ibadah yang memiliki nilai kesetiakawanan sosial tinggi. Allah mengingatkan umat-Nya yang mampu untuk berbagi rezeki dengan menyebarkan daging hewan kurban ke kelompok tak berpunya. Di Indonesia, kambing, domba dan sapi umumnya menjadi hewan kurban. Di negara lain, unta pun menjadi hewan kurban karena memang tersedia dengan mudah dan disunahkan oleh Rasulullah SAW.

Ibadah berkurban merupakan perbuatan mulia, mulia pula hewan kurban di mata Allah.  Dikisahkan, hewan kurban  akan menjadi kendaraan manusia di akhirat nanti. Namun, pernahkah terpikir sejauh mana perlakuan kita terhadap hewan yang sedemikian berjasa bagi kita?

Di perkotaan, hewan kurban kerap kali didatangkan dari daerah lain. Di sinilah mulai terjadi potensi "siksaan" terhadap mereka. Hewan kurban biasanya diangkut menggunakan mobil bak terbuka. Tak jarang demi penghematan, pedagang menjejalkan hewan sebanyak-banyaknya ke bak terbuka.

Hewan pun berjejalan sepanjang perjalanan yang tak jarang memakan waktu sampai 24 jam. Proses pengangkutan seperti itu berisiko tinggi untuk hewan. Tak jarang hewan cedera bahkan bisa merenggut nyawa akibat perjalanan tak aman itu.

"Siksaan" selanjutnya adalah kandang sementara. Para penjual biasanya menempatkan hewan kurban di lokasi yang dianggap strategis. Tanah kosong di pinggir jalan protokol menjadi lokasi favorit. Bermodalkan terpal dan kayu seadanya, kandang sementara pun dibangun.

Jangan bayangkan kondisi kandang sementara layak huni. Sirkulasi udara dan sanitasi kerap kali bukan prioritas bagi pedagang. Pembeli pun nampaknya memaklumi saja kondisi kandang sementara yang pengap, bau dan becek. Hewan kurban dibiarkan bertahan hidup di atas kotorannya sendiri dengan pakan seadanya. Jangan heran, biasanya semakin lama tinggal di kandang sementara, bobot hewan kurban pun merosot dan menunjukkan perilaku stress.

Pembeli hewan kurban terkadang menambah pula "siksaan". Menjelang hari penyembelihan biasanya kita melihat kambing dan domba yang menjadi penumpang dadakan sepeda motor. Berboncengan ala cabe-cabean, kambing dan domba malang itu diapit di atas sepeda motor menuju tempat penyembelihan.

Proses penyembelihan pun kerap kali tidak mempertimbangkan perlakuan terbaik bagi hewan. Hampir tiap tahun ada saja berita hewan kurban yang "ngamuk". Prosesi penyembelihan kerap kali disertai pemukulaan, tendangan bahkan hewan urban dibanting agar bisa disembelih dengan mudah. Menyedihkan.

Animal Welfare

Tak banyak yang mempermasalahkan, perlakuan terhadap hewan kurban sejatinya berkaitan dengan pelaksanaan UU No. 18 Tahun 2009 pasal 66-67 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pasal 66 (1) menyatakan: Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.

Ayat di atas kemudian diperjelas dengan ayat (2) terkait ketentuan mengenai animal welfare (kesejahteraan hewan) diantaranya:

  • pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan;
  • pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari penganiayaan;
  • penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan;
  • pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan
  • perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan.

Pada Pasal 67 dijelaskan tentang pelaksanaan penyelenggaraan kesejahteraan hewan dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama masyarakat. Berdasarkan pasal ini terlihat bahwa masyarakat turut memiliki tanggung jawab untuk mendampingi pemerintah dalam upaya menegakkan ketentuan-ketentuan kesejahteraan hewan. Partisipasi masyarakat ini sangat penting karena saat ini penegakan hukum di bidang kesejahteraan hewan masih sangat jauh dari memadai.

Idealnya, kita memperlakukan hewan kurban dengan perlakuan yang baik dan layak, dalam hal ini kita bisa mengaitkan dengan prinsip kesejahteraan satwa. Terdapat lima prinsip kebebasan dalam kesejahteraan satwa yang harus dipenuhi, meliputi: Bebas dari rasa lapar dan haus; Bebas rasa tidak nyaman; Bebas sakit dan luka; Bebas berperilaku alami; serta bebas rasa takut dan stres.

Banyak orang berpendapat bahwa kesejahteraan satwa itu produk barat, padahal perintah itu ada sejak jaman Nabi Muhammad SAW. Terdapat Hadist yang menyatakan: "Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan pada segala sesuatu. Maka jika kamu membunuh, lakukanlah dengan cara terbaik (ihsan); jika kamu menyembelih binatang, sembelihlah dengan cara terbaik (ihsan), tajamkanlah pisaunya dan senangkanlah dia" (HR Muslim).

Kesejahteraan hewan  dapat dipenuhi dengan melaksanakan hal-hal sederhana. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, setiap hari pedagang harus memastikan hewan kurban cukup asupan makanan dan air minum bersih. Diet hewan harus diatur sesuai kebutuhan dan dibawah pengawasan ahli. Pemberian makanan pun memerlukan teknik khusus, tak bisa serampangan.

Pembeli pun seharusnya peduli pada hewan kurbannya. Gunakan moda yang paling sesuai untung mengangkut hewan. Pastikan hewan kurban diikat dengan baik, tidak terlalu pendek dan ketat sehingga nyaris mencekik. Pastikan pula hewan kurban disembelih oleh orang yang paham cara memperlakukan hewan dengan baik.

Perlakuan Terbaik

Berkaitan dengan tata cara penyembelihan. Sebuah artikel menarik dari drh. Christ Tamboss, Fungsional Medik Veteriner Muda-Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen bisa menjadi rujukan. Disarikan dari Ditjenpkh Pertanian Berikut beberapa hal terkait kesejahteraan hewan kurban pada saat penyembelihan, yaitu:

  • Sapi yang akan disembelih sebaiknya berada dalam kondisi yang tenang dan tidak stress. Sapi yang stress akan menjadi sangat waspada.
  • Tempat penyembelihan harus terpisah atau setidaknya diberi sekat supaya hewan hidup tidak melihat temannya yang sedang disembelih karena sapi akan sangat stress melihat temannya dipisahkan kepala dari badannya. Batasi akses orang, hanya orang yang berkepentingan yang masuk. Buat suasana penyembelihan setenang mungkin dengan diiringi oleh suara takbir yang berkumandang.
  • Pisau harus tajam atau bahkan sangat tajam dengan ukuran panjang 1,5 kali lebar leher hewan untuk menjamin semua saluran yang wajib dipotong terputus sempurna. Pisau yang sangat tajam akan menghasilkan luka sayatan yang sangat halus dan cepat sehingga hanya sedikit menimbulkan rangsangan pada syaraf yang terpotong.
  • Sapi baru boleh masuk ke lokasi penyembelihan jika semua yang dibutuhkan sudah siap baik petugas yang terampil dan pisau sudah di asah. Jangan biarkan sapi menunggu untuk disembelih apalagi dalam kondisi sudah dibaringkan.
  • Sapi dibaringkan dengan hati-hati dengan metode burley atau rope atau setidaknya dibaringkan secara perlahan dengan lantai yang diberi matras karet. Posisi perebahan juga menjadi titik kritis dimana biasanya sapi harus mengkadap kiblat dengan posisi kepala di selatan. Atur posisi sapi sebelum dijatuhkan untuk menghindari sapi di seret atau dibolak-balik sebelum di sembelih.
  • Proses Penyembelihan : harus dilakukan sekali gerakkan dengan tekanan yang cukup kuat sehingga mampu memutus tiga saluran yaitu jalan nafas, jalan makanan dan 2 buluh darah kanan dan kiri. Leher sapi tidak boleh terlalu ditengadahkan karena buluh darah akan teregang. Buluh darah bersifatn elastis sehingga akan tertarik kearah berlawanan pada saat terpotong dalam kondisi teregang.Jika buluh darah tertarik ke arah dada maka akan menyebabkan penyumbatan. Posisi penyembelihan juga harus dilakukan pada posisi tulang leher ke 1-3. Kalau terlalu ke depan maka pisau tidak akan sanggup memotong larynx atau jakun karena merupakan tulang rawan yang cukup keras. Kalau terlalu ke bawah buluh darah akan tertarik ke ruang dada akibat adanya pompa hisap jantung. Hal ini akan sangat berpengaruh pada kemungkinan tersumbatnya buluh darah. Penyembelihan idealnya dilakukan satu kali sayatan, tidak berkali - kali karena akan merangsang faktor pembekuan darah dan sangat menyakiti hewan. Meskipun demikian masih diperbolehkan dilakukan beberapa sayatan sepanjang pisau tidak diangkat dari leher sebelum yakin ketiga saluran terpotong. Jika sudah diangkat ternyata ada yang belum terpotong sempurna dan dilakukan penyembelihan kembali maka daging yang dihasilkan menjadi haram. 
  • Penyembelihan memerlukan keterampilan yang tinggi. Sehingga sunah memotong sendiri perlu dipertimbangkan jika tidak yakin mampu melakukannya dengan benar, apalagi bagi pekurban wanita atau yang lanjut usia.
  • Setelah proses penyembelihan, secara perlahan kendurkan ikatan pada tubuh sapi supaya sapi mati dalam kondisi rileks dan aliran darah tidak tertahan oleh tali. Jaga penampang luka sayatan tidak saling bersinggungan karena akan merangsang factor-faktor pembekuan darah yang akan menghambat pengeluaran darah. Jangan menyiram luka sayatan karena justru akan membuat aliran darah terganggu, mengiritasi serta ada resiko tercemar.
  • Penggantungan, pengulitan dan proses lainnya dilakukan setelah hewan mati dengan cara melihat hilangnya reflek kornea yaitu mata tidak berkedip lagi saat kelopak mata disentuh dengan jari dan darah telah berhenti memancar.

Tak ada salahnya tahun ini kita mulai memperbaiki kualitas ibadah kurban dengan memperbaiki perlakuan terhadap hewan kurban. Tak ada salahnya pula memberikan kesempatan hewan kurban menikmati hari-hari terakhirnya dengan perlakuan yang terbaik! Wallahhu a'lam bishawab.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun