Tetapi kebiasaan seperti itu berbeda dengan kebiasaan masyarakat di Mekah, karena orang-orang kafir seperti Abu Lahab, Abu Jahal dan pemuka kaum Kafir di Mekah juga memelihara jenggot, tetapi tidak mencukurnya seperti masyarakat Majusi Ajam.
Jadi perintah dalam matan (bunyi kalimat) hadis ini diperuntukkan kepada sahabat Nabi di pedesaan yang berinteraksi sosial dengan kaum Majusi Ajam, bukan kepada sahabat di Mekah. Dan ternyata sahabat nabi, Ibnu Umar yang mendengar langsung sabda nabi itu masih memotong jenggotnya jika merasa terlalu panjang.
Sebagaimana atsar dari Ibnu Umar, Naafi' berkata: "Adalah Ibnu 'Umar (sahabat Nabi), ketika ia menunaikan ibadah haji atau 'umrah, maka ia menggenggam jenggotnya. Maka apa-apa yang melebihi dari genggaman tersebut, ia potong" (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaari no. 5892).
Selain Ibnu 'Umar, Abu Hurairah juga melakukan hal serupa. Telah menceritakan kepada kami Wakii', dari Syu'bah, dari 'Amru bin Ayyuub, dari Abu Zur'ah, dari Abu Hurairah : "Bahwasannya ia memotong jenggotnya yang lebih dari genggaman tangan" (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 25878; hasan).
Maka dapat dipahami bahwa kandungan matan hadis "biarkanlah (panjangkan) jenggot kalian" selain bersifat lokal juga temporal, tidak bersifat universal. Dalam konteks kekinian, hal tersebut dianggap tidak relevan dengan melihat bahwa banyak pula tokoh dan umat non-muslim yang memanjangkan jenggotnya.
Merapikan jenggot hukumnya sunah.
Orang-orang lelaki dewasa Arab pada umumnya berjenggot panjang dan lebat, dengan demikian maka berjenggot panjang merupakan kebiasaan dan tradisi bagi orang Arab. Â Demikian pula dengan nabi Muhammad, beliau berjenggot panjang dan lebat. Sehingga bisa dikatakan bahwa berjenggot panjang merupakan sunah (prilaku) nabi, meskipun tidak ada penjelasan detil mengenai seberapa panjang jenggot nabi.
Harus dipahami bahwa antara sunah nabi sebagai prilaku dan sunah dalam hukum syariat Islam adalah dua hal yang berbeda. Â Tidak semua sunah (prilaku) nabi selalu berimplikasi pada hukum syariat. Â Seperti misalnya nabi berpoligami dan berambut panjang hingga bahu, maka poligami dan rambut gondrong adalah sunah (prilaku) nabi. Â Tetapi tidak berarti prilaku poligami dan berambut gondrong hukum syariatnya sunah dan berpahala bila melakukannya.
Lalu bagaimana dengan memelihara jenggot? Sesuai dengan konsep universal tentang nilai (value), Islam mengajarkan prilaku hidup yang bersih, rapih dan indah. Meskipun tidak dijelaskan dalam suatu hadis, tentu nabi akan selalu merawat jenggotnya agar tampil rapih, bersih dan indah. Hal yang tidak mungkin bila nabi tidak merawat jenggotnya, sehingga akan berantakan tidak rapih dan indah.
Meskipun dinilai dhaif (lemah) hadis berikut dijadikan rujukan oleh ulama yang berkeyakinan bahwa nabi selalu merawat jenggotnya agar selalu nampak rapih. "Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dulu memotong jenggotnya karena sangat lebat dan panjangnya." (HR. At-Tirmidzi no. 2762, dan beliau berkata, 'ini hadits gharib')
Dengan dasar pemikiran seperti itu maka cukup beralasan apabila ulama mazhab Hanafi menyatakan bahwa memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan hukumnya sunnah, sebagaimana disebutkan oleh Muhammad dari Abu Hanifah (al-Fatawa al-Hindiyyah [5/358]; al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]).