Mohon tunggu...
Rindang Ayu
Rindang Ayu Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga mulai menekuni bidang sosial keagamaan

Wanita jawa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Dagelan Jagat", Falsafah dan Pitutur Leluhur Jawa

20 Agustus 2019   23:16 Diperbarui: 24 Juni 2021   09:57 2084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pitutur leluhur jawa merupakan nasehat (pitutur) kehidupan dari para leluhur orang jawa kuno yang mempunyai makna dan nilai filosofi sangat dalam. Dan tentu masih relevan hingga kini maupun masa yang akan datang.

Salah satu pitutur leluhur jawa tersebut adalah "Dagelan jagat" (komedi dunia).  Pitutur dalam bentuk  syair ini merupakan nasehat dalam menyikapi kondisi kehidupan yang penuh dengan ketidak adilan akibat keserakahan nafsu duniawi.  Tujuannya adalah agar manusia dapat dijalani kehidupan dengan tenang dan tenteram tak terpenaruh oleh keserakahan duniawi. Syair tersebut adalah sebagai berikut:

"Dagelan Jagat

Ngger anakku ...
Sawangen kae dagelan jagat
Sing lagi padha rebutan ndonya lan pangkat
Rumangsane wis paling kuat
Nganti lali yen ndhonya iki bakale kiamat

(Duhai anakku ...
Saksikan itu komedi dunia
Yang sedang berebut harta dan jabatan
Yang merasa paling hebat
Hingga lupa bahwa dunia ini bakal kiamat)

Ngger anakku ...
Sawangen kae dagelan jagat
Sing padha lali ngrumat wasiat
Gaman aji kanggo ndonya akhirat

Baca juga: "Bar Pemilu Ayo Ngguyu", Parade Dagelan Mataram di Taman Budaya Yogyakarta

(Duhai anakku ...
Saksikan itu komedi dunia
Yang lupa menjaga petuah leluhur
Pedoman untuk bekal dunia dan akhirat)

Ngger anakku ...
Sing kok sawang kae ojo ditiru
Rungakna lan elinga marang pituturku
Kanggo ugeman lakon uripmu

(Duhai anakku ...
Yang engkau saksikan itu jangan diikuti
Dengar dan ingatlah akan petuahku ini
Sebagai petunjuk jalan hidupmu)

Ngger anakku ...
Ayumu dudu saka wedhak pupur
Kang gampang luntur
Ananging saka resike ati sing nampa pitutur luhur

(Duhai anakku ...
Kecantikan bukan lantaran make-up diwajah
Yang mudah luntur
Tetapi dari kebeningan hati yang mampu menerima petuah leluhur)

Sugihmu dudu emas picis raja brana
Sing gampang sirna
Ananging jembare ati sing kaya segara
Sing isa nampa pesthining Kang Maha Kuwasa

(Kekayaanmu bukanlah emas permata
Yang mudah musnah
Tetapi dari kelapangan hati seperti luasnya samudra
Yang bisa menerima dengan ikhlas takdir Yang Maha Kuasa)

Ngger anakku ...
Eling ta dieling-eling
Ojo nganti imanmu ngguling

(Duhai anakku ...
Ingat-ingatlah
Jangan sampai imanmu goyah)

Baca juga: Taman Sari Keraton Jogja, Situs dengan Arsitektur Jawa Kuno yang Unik

Sekarat pati iku banget larane
Nalika jaman uripe akeh dosa lan lali marang tobate
Ngumbar terus hawa nafsu lan angkara murkane

(Saat kematian itu amatlah pedih
Disaat hidup mereka banyak berbuat dosa dan lupa akan taubat.
Mengumbar terus hawa nafsu dan ketamakannya.)

Ngger anakku ...
Saiki cedakna atimu marang Gusti Kang Murbehing Dumadi
Mesti ing ndhonya lan akherat uripmu bakal mukti

 

(Duhai anakku ...
Sekarang dekatkanlah hatimu kepada Tuhan yang menguasai kehidupan
Pasti hidupmu bakal tenteram bahagia di dunia dan akhirat)

"Dagelan jagat" merupakan pitutur jawa yang terkesan lemah, karena kontennya memang menghimbau agar manusia tidak terpedaya oleh harta dan kedudukan, dan menjalani hidup dengan penuh keikhlasan serta senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan YMK.  Pitutur itu dimaksudkan sebagai nasehat untuk tidak terpedaya oleh keserakahan dan ketidak adilan yang sedang melanda sebagian manusia.

Dalam khasanah agama Islam, pitutur ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 185: “Wamaa Alhayawaa Tuddun-Yaa Illa Mataa’ul Ghuruur ” artinya ”Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”

Nabi Muhammad juga pernah bersabda, “Akan datang pada umatku suatu masa, dimana mereka mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara. (1) Mereka mencintai dunia dan melupakan akhirat. (2) Mereka mencintai kehidupan dan melupakan kematian. (3) Mereka mencintai gedung-gedung dan melupakan kubur. (4) Mereka mencintai harta benda dan melupakan hisab (perhitungan di hari kiamat). (5) Mereka mencintai mahluk dan melupakan penciptanya.” (Hadits Riwayat Ibnu Hajar)

Pada beberapa pitutur lain yang menjadi falsafah hidup bagi orang jawa, yang sering diutarakan oleh para dalang wayang kulit bahwa para leluhur juga menasehati untuk hidup kerja keras agar sukses namun harus bijak dan menjadi manfaat bagi orang lain.  Salah satu pitutur tersebut adalah "Dadiya" yang artinya "menjadilah"

Pitutur jawa sering diungkap oleh dalang wayang kulit (hoteltentrem.com)
Pitutur jawa sering diungkap oleh dalang wayang kulit (hoteltentrem.com)
"Dadiya"

Dadiya gedhe sing ora ngebot-boti (jadilah besar yang tidak membebani).
Dadiya santosa sing ora gawe wedi (
jadilah perkasa yang tidak menakutkan).
Dadiya lancip sing ora nglarani (
jadilah runcing yang tidak menyakiti).
Dadiya landhep sing ora natoni (jadilah tajam yang tidak melukai).
Dadiya sugih sing ora gawe rugi (jadilah kaya yang tidak merugikan).
Dadiya pinunjul sing ora gawe meri (
jadilah unggul namun tidak menimbulkan iri hati).
Dadiya padhang sing ora mblerengi (
jadilah terang namun tidak mengaburkan).
Dadiya sumunar sing ora nyulapi (
jadilah bersinar namun tidak menyilaukan).

Dadiya talanging banyu rahmating Gusti Allah kanggo sasamaning titah
(Jadilah talang air bagi rahmat Tuhan untuk sesama hambaNya)

Baca juga: Petruk Dadi Ratu

Falsafah jawa lain yang begitu masyhur, terutama setelah diungkapkan oleh Presiden Suharto dan menjadi nasehat kehidupan (pitutur) adalah 3 "Ojo" (jangan), yaitu : "Ojo gumunan, Ojo kagetan, lan Ojo dumeh."  

Pepatah jawa tersebut mempunyai makna harfiah yang artinya: Jangan mudah kagum, jangan mudah terkejut, dan jangan bersikap mentang-mentang.

Falsafah jawa lain yang sangat masyhur adalah, "Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara."  Yang artinya: "Menebar kebaikan untuk kemakmuran dunia, serta memberantas kemungkaran." Maknanya, dalam kehidupan dunia manusia harus menebarkan kemakmuran (kedamaian dan kesejahteraan) bagi alam semesta; serta memberantas sifat angkara murka, keserakahan dan ketamakan.

Dalam khasanah agama Islam, falsafah hidup tersebut dikenal dengan frasa: "Rahmatan lil alamin" dan "Amar makruf nahi munkar".

Demikian penjelasan singkat mengenai beberapa falsafah jawa yang mempunyai makna yang sangat mendalam bagi kehidupan manusia. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun