Ikhlas adalah sebuah kata yang mudah diucapkan namun tidak mudah dilaksanakan. Banyak nasehat supaya kita selalu bekerja dengan ikhlas agar hidup lebih tenang dan bahagia.
Namun ternyata tidaklah mudah beribadah atau beramal saleh dengan benar-benar ikhlas. Kebalikan dari ikhlas adalah riya' .Jika ikhlas mengharapkan balasan amal hanya dari Allah, sedangkan riya' berharap balasan dari manusia, walau sekedar ucapan terimakasih.
Dalam beramal saleh, orang bisa menjadi cemas bila terjebak oleh narasi sebagian ustadz yang menyatakan bahwa riya’ menghapuskan amal saleh, dan seseorang tidak mendapat pahala dari amal yang dia lakukan bila masih ada riya’. Bahkan ia telah berbuat dosa yang akan dia peroleh akibatnya pada hari Kiamat bila masih ada riya’ di dalam hatinya.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i, Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal perbuatan kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya”.
Dengan begitu maka kita perlu memahami makna ikhlas secara menyeluruh. Hakekat ikhlas sering diilustrasikan dengan filosofi gula dan kopi.
Filosofi Ikhlas Gula dan Kopi
Bila gula dicampur kopi dan dimasak dengan air namanya “Kopi Manis”, bukan Kopi Gula. Disitu nama gula tidak disebut.
Bila gula dicampur teh dan dimasak dengan air namanya “Teh Manis”, bukan Teh Gula. Disitu nama gula juga tidak disebut.
Tetapi jika rasa kopinya pahit, siapa yang disalahkan? Tentu gula-lah yang disalahkan, karena terlalu sedikit hingga rasanya menjadi pahit.
Dan jika rasa kopi terlalu manis, siapa yang disalahkan? Tentu gula lagi yang disalahkan, karena terlalu banyak hingga rasanya menjadi kemanisan.
Namun jika takaran kopi & gula imbang, siapa yang dipuji...? Tentu semua akan berkata... “Kopinya mantaaap.” Gula tidak mendapat pujian.