Ibadah seorang abid ini cenderung berkesinambungan, tetapi ia tidak mengetahui mana yang harus dilakukan dengan segera (mudhayyaq) dan mana yang bisa diakhirkan (muwassa’), serta mana yang penting dan lebih penting. Ia menganggap semua ibadah itu adalah sama.
Ketiga, Ikhlas Muhibb. Yakni orang yang beribadah hanya karena ingin mendapatkan cinta Allah, bukan ingin mendapatkan surga atau takut siksa api neraka. Semuanya dilakukan semata karena memenuhi kehendak dan cintanya kepada Allah SWT.
Beramal Saleh Sampai Ikhlas.
Untuk menjadi pribadi yang selalu benar-benar ikhlas tidaklah mudah, karena kebanyakan manusia masih tidak bisa melepaskan diri secara total dengan masalah-masalah duniawi. Namun jangan sampai kondisi ikhlas itu menyandera kita menjadi tidak beramal saleh.
Para ulama menasehatkan, “Beramallah engkau sampai ikhlas. Jangan menunggu ikhlas untuk berbuat amal saleh.” Perbuatan amal saleh, meskipun mengandung riya’ namun bila dilakukan terus menurus akan menjadi ikhlas. Dan setiap perbuatan baik meski sebesar debu niscaya Allah akan membalasnya dengan kebaikan pula.
Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Zalzalah ayat 7-8: "Faman ya'mal mitsqaala dzaratin khairay yarah, waman ya'mal mitsqaala dzaratin syarray yarah" artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya, dan barangsiapa yang mengerjakan keburukan sebesar biji zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H