Mohon tunggu...
Rindam Fadluni
Rindam Fadluni Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gangguan Eksibisionisme

24 Januari 2016   12:59 Diperbarui: 24 Januari 2016   13:44 8673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Hati-hati si Pamer ada disekitarmu (EKSIBISIONISME)

Pernahkah kalian sedang berada dalam tempat keramaian dan alat transportasi umum tiba-tiba menemukan seseorang sedang memamerkan alat kelaminnya? Hati-hati mungkin kalian sedang melihat orang tersebut mengalami gangguan eksibisionisme, lalu Apa yang dimaskud dengan gangguan eksibisionimse ?

Apakah Gangguan Eksibisionisme itu ?

Eksibisionisme merupakan asal kata dari Exhibit yaitu memamerkan atau menunjukan. Sehingga Eksibisionisme sendiri adalah perilaku yang selalu memamerkan hal yang biasanya tertutup di khalayak umum. Misalnya : Payudara, Alat Kelamin, atau Pantat. Sehingga hal tersebut dapat memicu dan mengundang hasrat orang – orang dari sekelilingnya.

Gangguan Eksibisionisme merupakan penyakit kesehatan mental yang berpusat mengekspos alat kelamin seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual. Biasanya orang yang menderita Gangguan Eksibisionisme menunjukan Kemaluan nya kepada orang asing yang tidak dikenal dan tidak memiliki kecurigaan sama sekali, khususnya kepada kaum ibu-ibu dan anak –anak.

Yang paling sering melakukan perilaku memamerkan adalah laki-laki karena sering menununjukan organ seksual nya kepada wanita, anak-anak dan sebagian besar kepada anak gadis. Tindakan yang memamerkan alat kelamin biasanya disertai dengan gerakan sugesti dan memunculkan kepuasan tersendiri. Seorang eksibisionis merasa mendapatkan kenikmatan seksual ketika ia menunjukkan alat kelaminnya di depan orang lain kemudian orang lain menunjukkan reaksi kaget ataupun takut terhadap kejadian tersebut.

Istilah eksibisionisme diciptakan oleh dokter Perancis yaitu Charles Lasegue tahun 1877 label diagnostik untuk pria yang menyinggung tingkah laku yang berulang dan disengaja yaitu menampilkan alat vital mereka ke publik ( khususnya kepada Perempuan dan anak-anak ).Gambaran Gangguan Eksibisionisme

Gangguan eksibisionisme ini biasanya berawal sejak usia remaja setelah pubertas. Dorongan untuk memamerkan alat kelaminnya sangat kuat dan hampir tidak dapat dikendalikan oleh pada penderitanya, terutama ketika mereka mengalami kecemasan dan gairah seksual.

Pada saat memamerkan alat kelaminnya, individu dengan gangguan eksibisionisme (eksibisionis) tidak mempedulikan konsekuensi sosial dan hukum dari tindakannya. Dalam beberapa kasus tindakan eksibisionis ini juga diikuti dengan tindakan masturbasi saat melihat ekspresi dari korban yang merupakan kepuasan seksual bagi pelaku tersebut. Karena banyaknya korban yang merasa dirugikan/dilecehkan dan mengalami trauma atas tindakan eksibisionis, tindakan ini sering dikategorikan sebagai sebuah kejahatan seksual dan kemudian dikategorikan dalam sebagai pelanggaran hukum pidana. Orang dengan gangguan eksibisionisme mengalami perasaan tertekan atau distress atas gangguannya tersebut, dan hal ini bukan sekedar berasal dari perasaan tertekan karena melakukan pelanggaran norma sosial-budaya.

Kriteria Gangguan eksibisionis dalam DSM V adalah:

Berulang, intens, dan terjadi selama 6 bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan memamerkan alat kelamin kepada orang lain yang tidak dikenalnya.
Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau dorongan dan fantasi menyebabkan orang tersebut sangat menderita atau mengalami masalah interpersonal.

Etiologi gangguan eksibisionisme merupakan bagian dari sindrom Parafilia bisa dilihat dari berbagai perspektif, yakni :

1. Perspektif Psikodinamika

Parafilia dipandang sebagai tindakan defensif, melindungi ego agar tidak menghadapi rasa takut dan memori yang direpres dan mencerminkan fiksasi di tahap pra-genital (masa kanak-kanak) dalam perkembangan psikoseksualnya. Orang yang mengidap parafilia dipandang sebagai orang yang tidak mampu membangun atau mempertahankan hubungan heteroseksual yang wajar. Perkembangan sosial dan seksual tidak matang, tidak berkembang, dan tidak memadai untuk dapat menjalani hubungan sosial dan hetereoseksual . Contohnya: seseorang yang mengalami eksibisionis meyakinkan diri sendiri tentang ke maskulinitasnya (laki-laki ) dan menunjukan ke laki-lakian nya ( alat kelamin) kepada orang lain ( perempuan, baik anak-anak atau dewasa).

2. Perspektif Behavioral dan Kognitif

Dari perspektif ini, parafilia disebabkan karena proses belajar, yaitu melalui pengkondisian yang secara tidak sengaja menghubungkan gairah seksual dengan stimuli yang oleh masyarakat dianggap sebagai stimuli yang tidak tepat untuk munculnya suatu perilaku seksual.( Kinsey, Pomeroy, & Martin , 1948;Kinsey dkk., 1953).

riwayat masa kanak-kanak individu yang mengidap parafilia sebagai korban pelecehan seksual dan pelecehan fisik. Pada masa dewasa, ia akan memiliki kemungkinan yang lebih tinggi menjadi seorang pelaku penyimpangan seksual.

3. Perspektif Biologis

Sebagian besar pengidap parafilia adalah laki-laki. Jadi, ada spekulasi bahwa androgen, hormon utama yang dimiliki laki-laki berperan dalam gangguan ini. Mungkin terdapat suatu kesalahan dalam perkembangan janin. Namun demikian, penelitian empiris belum menemukan bukti konklusif mengenai perbedaan hormonal antara orang normal dengan pengidap parafilia. Lalu berkaitan dengan perkembangan dalam otak, disfungsi pada lobus temporalis diketahui dapat mempengaruhi secara signifikan atas munculnya perilaku seks menyimpang, terutama kasus sadisme dan eksibisionisme. Meskipun demikian, pemahaman bahwa faktor biologis berperan penting sebagai penyebab dari parafilia perlu ditinjau ulang. Faktor ini hanya merupakan salah satu dari rangkaian penyebab kompleks yang mencakup pengalaman sebagai salah satu faktor utama.

Konsep sosiokultural

Adanya hubungan antara faktor budaya terhadap perilaku seseorang. Budaya dan lingkungan memainkan penting dalam pembentukan perilaki seseorang. Termasuk perilaku seksual. Individu y6ang mengalami penyimpangan seksual eksibisionisme cenderung memiliki masalah atau konflik seksual dimasa lalu seperti, kekerasan seksual. Permasalahan-permasalahan di masa lalu yang belum terselesaikan tersebutlah yang menjadi biological/sexual drive bagi individu untuk melakukan penyimpangan. Dalam fase ini, individu tersebut sudah tidak lagi mampu untuk mengontrol dirinya untuk tidak melakukan hal-hal tersebut.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk pencegahan ketika menemukan teman,saudara atau orang yang disekitar kita yang mengalami gangguan eksibisionis?

Prevensi Primer

Yang lebih di pentingkan dalam pencegahan yaitu faktor kognitif nya sebisa mungkin kita terhindar hal-hal yang sifatnya menuju ke penyimpangan seksual, melakukan aktifitas yang positif dan mengetahui ciri-ciri aktivitas yang menimbulkan gangguan.

Prevensi Sekunder

Walaupun secara umum kasus penyimpangan seksual cenderung negatif dan sulit merubah penyimpangan usaha deteksi dini tersebut untuk mencegah kambuhnya perilaku seksual yaitu meluruskan distrorsi keyakinan dan merubah sikap yang tidak benar dengan berbagai upaya salah satunya dengan berkonsultasi dengan psikolog untuk meningkatkan empati mereka terhadap korbannya, manajemen kemarahan, berbagai teknik untuk meningkatkan harga diri.

Prevensi Tersier

Dalam hal ini dimaksudkan untuk pencegahan dalam jangka panjang individu dengan gangguan eksibisionisme diajarkan pendekatan coping dalam mengelola hasrat seksualnya yang mendesaknya untuk menampilkan alat kelaminnya ke orang lain. Dalam psikoterapi, individu diajak memetakan bagaimana emosi, pikiran dan distorsi kognitifnya dapat mengakibatkan dirinya melakukan perilaku seks menyimpang, serta bagaimana cara menghentikan alur proses yang menyimpang tersebut. Dalam psikoterapi individual, individu dengan gangguan eksibisionistik juga dapat diajarkan untuk mematahkan distorsi kognitif yang selama ini mereka gunakan sebagai pembenaran perilaku penyimpangan mereka. Mereka juga dapat diajak untuk belajar keahlian sosial, terutama dalam menjalin relasi sosial dan relasi intim dengan lawan jenis secara sehat.

Daftar pustaka :

Butcher, James N. Et. al. (2011). Abnormal Psychology: Core Concepts, 2nd Edition. Pearson.

Edward Podolsky,M.D,. (2012). Exhibitionism. Journal of National Medical Assocoation. Volume 52, No. 5. Hlm. 343

Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. (2010). Psikologi Abnormal, edisi 9. Jakarta: Rajawali Pers.

American Psychiatric Association (2000). Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder IV-Text-Revision. Washington: APA

 

Rindam Fadluni Nastiti (10050013206)

Riska Widianingsih (10050013219)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun