Mohon tunggu...
Rina Zulvia
Rina Zulvia Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Mahasiswa aktif Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Seorang yang sangat senang mempelajari hal baru, tidak pernah menyerah, serta optimis dalam suatu progres yang dilakukan. Saya memiliki hobi menulis dan bernyanyi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Kematangan dan Teori Belajar Behavioristik dan Humanistik

27 Oktober 2024   22:42 Diperbarui: 27 Oktober 2024   23:05 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengertian Teori Belajar Behavioristik 

Teori belajar behavioristik berfokus pada penyelesaian perilaku dengan cepat melalui prinsip dasar, rasio kognitif, pemahaman yang cepat, dan fokus pada rasio kognitif atau perilaku positif. Menurut Thorndike (1911), Teori Belajar Behavioristik mencakup korelasi antara stimulus (contohnya pikiran, perasaan, atau gerakan) yang menyebabkan respons (juga berupa pikiran, perasaan, dan gerakan). Teori ini berpendapat bahwa jika seseorang terlibat dalam suatu perbuatan tertentu karena mereka telah mempelajarinya dari pengalaman-pengalaman terdahulu dan kemudian menghubungkan perbuatan tersebut dengan hadiah. Seseorang akan menghentikan suatu perbuatan mungkin karena perbuatannya belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Karena seluruh perbuatan, baik bermanfaat ataupun tidak, merupakan perbuatan yang dipelajari.  

Teori Conditioning dan Tokohnya

Teori Conditioning terbagi menjadi 3 tokoh utama dengan pemikirannya masing-masing

  • Teori Classical Conditioning (Pavlov dan Watson)
  • Dikembangkan oleh Ivan Pavlov melalui eksperimen dengan anjing, berfokus pada refleks bersyarat (Conditioned Reflex) dimana perilaku terbentuk karena pembiasan. Watson mendukung teori ini dengan menyatakan bahwa seluruh tingkah laku manusia terbentuk dari hubungan stimulus-respon melalui conditioning. Contoh: Air liur keluar saat mencium bau sate, berhenti saat lampu merah.
  • Teori Operant Conditioning (Skinner)
  • Berbeda dengan Pavlov, Skinner menekankan pentingnya "reinforcement" (penguatan). Ada dua jenis penguatan yaitu penguatan positif berupa hadiah dan penguatan negatif berupa hukuman. Teori ini berguna untuk memotivasi belajar siswa dan modifikasi perilaku.
  • Teori Conditioning (Guthrie)
  • Mengembangkan teori Watson tentang pembentukan tingkah laku, memandang tingkah laku sebagai rangkaian unit-unit yang saling terhubung, setiap unit merupakan respon dari stimulus sebelumnya dan menjadi stimulus untuk unit berikutnya, proses pembentukan perilaku terjadi melalui asosiasi yang berulang-ulang.

Teori Connectionism (Koneksionisme) dan Tokohnya

Dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949), berdasarkan eksperimen dengan hewan terutama kucing. Juga dikenal sebagai "S-R Bond Theory" dan teori "Trial and Error Learning" inti dari teori ini yaitu belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons.

Hukum-hukum Thorndike:

  • Law of Effect: Hubungan S-R menguat jika disertai perasaan senang/puas.
  • Law of Exercise: Hubungan S-R menguat dengan penggunaan berulang, melemah jika jarang digunakan.
  • Law of Multiple Response: Dalam situasi baru, individu melakukan trial-error hingga menemukan respon tepat.
  • Law of Assimilation: Kemampuan menyesuaikan diri dengan situasi baru berdasarkan pengalaman.
  • Law of Readiness: Hubungan S-R menguat jika ada kesiapan bertindak.

Implikasi Teori Psikologi belajar Behavioristik dalam Pembelajaran dan pengajaran 

  • Langkah-langkah pembelajaran: Menentukan tujuan pembelajaran, menganalisis lingkungan kelas, menentukan dan memecah materi, menyajikan materi, memberikan stimulus, mengamati respon siswa, memberikan penguatan/hukuman dan evaluasi.
  • Penerapan dalam pembelajaran bahasa: Mendahulukan keterampilan mendengar dan berbicara, memberikan latihan berulang, menciptakan lingkungan berbahasa kondusif, menggunakan media pembelajaran interaktif, dan membiasakan motivasi hingga menjadi kebiasaan.

Teori Belajar Humanistik

Secara umum, teori belajar humanistik didefinisikan sebagai usaha fisik dan spiritual untuk mengoptimalkan pertumbuhan individu. Sedangkan pembelajaran diartikan sebagai usaha mendapatkan pengetahuan dan membentuk kepribadian secara komprehensif. Pertumbuhan fisik tidak berhubungan dengan perkembangan

tingkah laku. Perkembangan hanya terjadi karena proses pembelajaran, yang melibatkan perubahan kebiasaan, berbagai kemampuan dalam hal pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Humanisme meyakini peserta didik adalah fokus utama pembelajaran dan peran pendidik hanya sebagai penyedia bantuan.

Teori Combs

Arthur Combs berpendapat bahwa guru merupakan fasilitator bagi peserta didiknya dengan cara memberi membantu peserta didik serta dengan menjadi teman bagi peserta didik. Guru tidak tidak boleh memaksa peserta didik untuk mempelajari suatu hal ataupun hal yang tidak disukainya, karena pada akhirnya sama saja dengan melakukan suatu tindakan yang tidak mendatangkan kepuasan. Ia menyatakan bahwa seluruh perilaku individu adalah hasil langsung dari bidang persepektif ketika ia berperilaku. Teori ini menekankan betapa pentingnya bagaimana seorang individu menerima dirinya sendiri. Dengan cara mengarahkan siswa untuk memahami potensi diri, mengembangkan potensi diri yang positif, dan meminimalkan potensi diri yang negatif.

Teori Maslow dan Kebutuhan Individu

Teori humanistik mengakui kapasitas peserta didik dalam perkembangan diri dan hak untuk menemukan makna hidupnya. Humanistik menganggap peserta didik sebagai subjek yang merdeka guna menetapkan tujuan hidup dirinya. Peserta didik diajarkan untuk memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri dan orang lain di sekitarnya. Teori terpopuler yang masih berlaku sampai saat ini adalah teori hirarki kebutuhan. Menurutnya manusia didorong untuk memenuhi kebutuhannya. Tingkatan kebutuhan tersebut bervariasi, mulai dari yang paling mendasar hingga tertinggi tertinggi. Dalam teori psikologinya, semakin besar kebutuhan seseorang, semakin tekun dia dalam mengejar pencapaiannya. Pandangan ini erat hubungannya dengan ide Abraham Maslow (1954, 1971) mengenai pentingnya memenuhi kebutuhan dasar sebelum memenuhi kebutuhan yang tinggi.

Teori rogers 

Carl Rogers menyatakan bahwa peserta didik yang belajar hendaknya tidak ditekan, melainkan dibiarkan belajar bebas, peserta didik diharapkan bisa mengambil sebuah langkah sendiri dan berani bertanggung jawab atas langkah- langkah yang diambilnya sendiri.

Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Proses Pembelajaran dan Pengajaran

Penerapan teori humanistik pada kegiatan belajar hendaknya pendidik menuntun peserta didik berpikir induktif, mengutamakan praktik serta menekankan pentingnya partisipasi peserta didik dalam pembelajaran. Hal tersebut dapat diaplikasikan dengan diskusi sehingga peserta didik mampu mengungkapkan pemikiran mereka di hadapan audience. Pendidik mempersilakan peserta didik menanyakan materi pelajaran yang kurang dimengerti. Proses belajar menurut pandangan humanistic bersifat pengembangan kepribadian, kerohanian, perkembangan tingkah laku serta mampu memahami fenomena di masyarakat. Tanda kesuksesan penerapan tersebut yaitu peserta didik merasa nyaman dan bersemangat dalam proses pembelajaran serta adanya perubahan positif cara berpikir, tingkah laku serta pengendalian diri.

Konsep Kematangan

Istilah “kematangan”, yang disebut maturation dalam bahasa Inggris, sering berlawanan dengan immaturation, yang berarti tidak matang. Seperti pertumbuhan, kematangan juga didefinisikan dalam konteks biologi, yang menunjuk pada tahap keranuman atau kemasakan.  Kematangan sebenarnya merupakan suatu potensi bawaan individu sejak lahir, muncul dan menyatu dengan karakternya serta ikut mengatur pola perkembangan perilaku individu.

Prinsip-prinsip Kematangan

Prinsip-prinsip dalam proses kematangan sangat mempengaruhi keberhasilan dari proses kematangan tersebut. Oleh karena diperlukan untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip dalam proses kematangan. Dapat dilihat seperti berikut ini.

  • Kematangan Kognitif
  • Kematangan kognitif merujuk pada perkembangan kemampuan berpikir, memahami, dan menerapkan informasi. Individu yang telah mencapai tingkat kematangan ini lebih siap untuk menghadapi tantangan belajar yang kompleks, termasuk memahami konsep-konsep abstrak dan menghubungkan berbagai informasi.
  • Kematangan Emosional
  • Prinsip ini melibatkan kemampuan individu untuk mengelola emosi mereka dengan baik, seperti mengatasi stress dan kecemasan.
  • Kematangan Sosial
  • Kematangan sosial mencakup kemampuan individu untuk berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Ini termasuk kemampuan untuk bekerja sama dalam kelompok, meminta bantuan, dan membangun jaringan dukungan sosial yang diperlukan untuk proses belajar.
  • Kematangan Fisik
  • Kematangan fisik sangat berperan penting bagi proses kematangan belajar seseorang. Kondisi fisik yang baik juga sangat penting untuk kesiapan belajar, karena individu harus berada dalam keadaan yang sehat dan bebas dari gangguan fisik agar dapat fokus pada proses pembelajaran. Sehingga individu tersebut tidak akan terdistraksi dengan adanya gangguan dari kondisi fisik yang tidak bagus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun