Baru saja membaca ”Bosannya” Jadi Imam Masjid di Arab, jadi teringat seorang imam yang sejak saya lahir hampir 30 tahun yang lalu, sudah menjadi imam tetap masjid di Kecamatan, dan terus sampai sekarang. Karena jumlah masjid / musholla di Kabupaten saya bisa dihitung dengan jari, maka imam tersebut menjadi cukup dikenal.
Ia menjadi imam tanpa hari libur. Lima kali sehari, dan 30 kali tarawih saat bulan Ramadhan. Sudah beberapa kali diusulkan regenerasi, tapi tetap saja beliau ditunjuk jadi imam. Saya sih senang-senang saja, karena beliau ini jenis imam yang shalatnya gerak-dan-baca-cepat. Jadi kita tidak terlalu pegal kalau shalat tarawih.
Pernah suatu hari beliau berhalangan jadi imam, karena sakit. Baru saja imam penggantinya mengucap takbir, ibu-ibu di barisan belakang saya langsung bisik-bisik berisik, "Pak imam yang biasa kemana ya?" Saking hafalnya para jamaah dengan suara imam tersebut.
Saya cukup kenal dengan Pak Imam itu untuk bisa menghafal kegiatannya sehari-hari. Begini kira-kira jadwal kegiatannya, di luar bulan Ramadhan:
Usai mengimami shalat subuh di masjid, setiap pagi, beliau akan terlihat meneguk segelas kopi hitam dan sarapan di depan rumahnya. Lalu kira-kira pukul tujuh, beliau berangkat naik sepeda motor menuju pasar untuk berdagang sandal dan sepatu.
Menjelang dzuhur, ia pulang ke rumah untuk meneguk sisa kopi tadi pagi, makan siang, mandi dan berganti pakaian dan siap-siap shalat dzuhur di masjid. Setelah itu dia pulang lagi dan tidur siang.
Selepas ashar, beliau akan kembali ke pasar, untuk membuka kiosnya, sambil bertanding catur dengan teman-temannya, sampai maghrib tiba. Lalu ke masjid lagi untuk shalat maghrib. Pulang sebentar untuk makan malam dan nonton berita tv, lalu ia kembali lagi ke masjid untuk shalat isya.
Usai isya, tak jarang ia tinggal di aula masjid untuk mengobrol dengan teman-temannya sambil bertanding catur lagi.
Esoknya, jadwal tadi berulang, dan begitu setiap hari.
(Untuk jadwal di bulan Ramadhan, adegan minum kopi dimajukan waktu sahur, dan adegan makan siang di-skip. Dan adegan shalat isya ditambah dengan shalat tarawih).
Saya tak pernah bertanya langsung apakah ia bosan dengan rutinitas tersebut. Tapi setiap kali melihat ekspresi wajahnya, saya tahu bahwa beliau sedang menjalani hari-hari terbaik dalam hidupnya.
Link: Abah, Catur dan Kopi
Telkomsel Ramadhanku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H