Jazz is the big brother of revolution. Revolution follows it around. (Miles Davis)
Pelukis Pablo Picasso, yang lukisan aslinya kini bernilai jutaan bahkan milyaran, dulu pada jamannya seringkali menjadi bahan olok-olok orang. Bagaimana tidak, ketika pelukis lainnya berlomba-lomba melukis bagus supaya objeknya terlihat seperti hidup, Picasso malah melukis orang yang hidungnya di dahi, mulutnya di pipi, dan kupingnya di leher. Nyeleneh sekali-lah kalau kata orang sekarang.
Di dunia musik jazz, adalah Miles Davis, musisi yang dijuluki ‘the Picasso of Invisible Art’ karena telah melakukan hal yang serupa, yaitu memulai sesuatu yang berbeda yang tak terpikir oleh orang lain sebelumnya untuk dilakukan. Ia telah mengubah musik sedikitnya empat kali dalam periodisasi jazz. Jerry Justianto, dalam tulisan-tulisannya tentang jazz seringkali mengatakan bahwa jika ingin tau apa dan bagaimana musik jazz, maka ikutilah perjalanan musik Miles Davis dari awal hingga akhir. Itu semua adalah jazz.
Miles telah menunjukkan betapa jazz dapat berubah bentuk, namun tetap tak lepas dari esensinya, yaitu improvisasi. Selama 65 tahun hidupnya, ia berjasa menginspirasi banyak musisi lain di dunia dengan ide-ide baru dalam musik, sekalipun diterpa pro dan kontra. Hingga dalam The New Groove Dictionary of Jazz ia ditulis sebagai “the most consistently innovative musician in jazz from the late 1940s through 1960s.”
~ Kelahiran Giant Jazz ~
Miles Dewey Davis III lahir di Alton, Illinois, pada 25 Mei 1926. Pada masa ini diskriminasi kulit hitam masih terus berlangsung di wilayah Amerika. Namun, tidak seperti kondisi umum ras kulit hitam lainnya pada saat itu, Miles Davis hidup dalam keluarga yang cukup berada dan terpelajar. Ibunya, seorang pianis, ingin agar Miles belajar biola, namun di usia 13 tahun ia dihadiahi terompet oleh sang ayah, seorang dokter gigi. Dan dua tahun kemudian ia sudah bermain terompet di depan publik bersama band lokal yang dipimpin Eddie Randall.
[caption id="attachment_123727" align="alignleft" width="200" caption="Miles Davis di kiri belakang Charlie Parker"]
Di umur 18, ia mendaftar di sebuah sekolah seni musik di New York. Namun tak sampai berapa lama belajar formal, nasib kemudian membawanya berguru kepada Charlie ‘Bird’ Parker, saxophonis idolanya kala itu. Maka jadilah pada 1940-an awal Miles bermain terompet di belakang Charlie Parker dan Dizzy Gillespie, dua arsitek bebop yang bermain dengan kompleksitas dan kecepatan tak tertandingi. Kalaulah Miles bukan anak yang sangat berbakat dalam musik, maka pastilah ia sangat bekerja keras untuk mengikuti permainan kedua ‘guru’nya tersebut.
Ketika dunia masih menahan nafas dengan intensitas permainan bebop ini, Miles perlahan maju dan memunculkan ekspresi musiknya sendiri. Ia, bersama para musisi kulit putih, di antaranya Gil Evans dan Gerry Mulligan, pada 1949 membuat sesuatu yang lebih relax, yang berlawanan mood dengan bebop. Seolah ingin mengajak masyarakat untuk melenyapkan ketegangan usai perang dunia II, Miles berkreasi dan musik hasil karyanya itu mengawali era cool jazz. Boplicity adalah salah satu dari karya cool-nya, terekam dalam album The Birth of the Cool. Beberapa musisi lain mengecam ide anyar Miles tersebut, terlebih karena yang diajaknya bekerja sama adalah orang-orang kulit putih. Tetapi seperti salah satu judul lagunya, So What adalah kata-kata efektif andalan Miles untuk membuatnya tetap maju.
Dekade 1950-an adalah tahun-tahun Miles berkolaborasi dengan kelompok kuintetnya. Miles menyertakan ‘anak-anak bawang’ dalam kelompoknya itu, anak-anak bawang yang kini disebut orang Modern Jazz Giants. Mereka di antaranya adalah John Coltrane (tenor sax) yang masih amatir dan Paul Chambers (bass) yang terhitung masih ABG kala itu. Miles rupanya merupakan satu di antara sedikit musisi jazz yang melakukan sesuatu untuk regenerasi. Ia membimbing anak-anak muda berbakat tersebut untuk menciptakan sesuatu yang baru dan tidak hanya sekadar mengulang apa-apa yang pernah dimainkan musisi sebelumnya. Mengenai hal ini Miles menyatakan bahwa setiap musisi mempunyai ide dan gaya masing-masing, sehingga menurutnya orang tidak dapat membanding-bandingkan apalagi membuat peringkat-peringkat antar musisi.