Mohon tunggu...
rinawati sucahyo
rinawati sucahyo Mohon Tunggu... -

Lulusan Fakultas Teknik Arsitektur Univ. Katolik Parahyangan Bandung. Sekarang aktif di PNPM Mandiri Perdesaan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

The Real Super Woman is Mbah Putri

26 Oktober 2011   10:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:29 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga malam yang lalu ketika aku merebahkan badanku di atas dipan tua tempat Mbah Putriku menghembuskan nafasnya untuk terakhir kali beberapa jam yang lalu, kembali mataku terasa panas, terasa airmata sebentar lagi pasti mengalir deras dari pelupuk mataku. Sekuat tenaga aku menahan karena semua sudah sepakat untuk ikhlas dan tidak perlu cengeng. Mbah sudah sepuh dan meninggalpun memang sudah waktunya, bukan karena penyakit apapun. Tubuh Mbah yang yang sudah renta sudah sangat payah untuk mengikuti semua keinginan Mbah, mulai dari keinginan akan ke Jakarta untuk menengok kami, jalan-jalan jajan soto atau rawon di ibukota kabupaten, membantu sepupuku masak di dapur, sampai hal-hal lain yang selama ini memang menjadi karakter Mbah yang tidak pernah berdiam diri.

Mbah Rebi, demikian orang kampung biasa memanggil Mbah Putriku, Ibu dari Bapakku. Mbah Rebi adalah janda dari 3 anak laki-laki, Bapakku adalah anak yang paling kecil. Sebenarnya anak-anak Mbah semua ada 7 orang tapi semenjak kepergian Mbah Kakung di kala usia Bapakku masih balita, 4 orang putrinya menyusul pergi untuk selamanya. Jadilah Mbah Rebi membesarkan 3 orang anak laki-laki seorang diri.  Terpaan ujian dan cobaan dilalui seorang diri, mulai dari mengarap sawah hingga menghasilkan uang untuk membesarkan anak-anak, hingga mengasuh dan mendidik anak-anak, semua dilakukan sendiri.

Mbah Rebi adalah orang yang paham bagaimana mengerakkan orang-orang untuk membantu mengarap sawah. Hal ini Beliau buktikan dengan mampu menularkan ilmu dan pengetahuan tersebut kepada anak-anaknya. Banyak orang yang setia mengikuti Mbah hingga mereka tua renta bahkan meninggal dunia, dan hingga saat ini pun aku masih melihat cucu-cucu mereka ikut menyiapkan segala kebutuhan pemakaman Mbah. Sejak siang tadi yang sibuk angkut-angkut dan memasak untuk pengajian adalah orang-orang pada generasiku, dan umumnya mereka adalah para cucu bahkan cicit dari orang yang selama ini setia menyertai kesendirian Mbah Rebi dalam mengarungi suka duka hidup.

Selain bertani Mbah juga paling paham bagaimana memelihara ternak, dan mengatur agar ternak tersebut dapat berdayaguna untuk menopang ekonomi keluarga. Umur berapa selayaknya ternak itu dibeli, lalu diberi makan apa dan bagaimana agar tidak sakit, juga di umur berapa dan segemuk apa ternak tersebut layak jual. Kemudian dari hasil penjualan tersebut, berapa yang bisa dinikmati, berapa yang harus disisihkan dan berapa yang dibelikan lagi ternak itu semua sudah ada di pemikiran Mbah. Untuk membeli ternak lagi biasanya perlu diperhatikan ternak yang sekarang dimiliki berapa usianya dan apa jenis kelaminnya. Ini untuk memperhitungkan keuntungan dan kerugiannya, agar pembelian berikutnya benar-benar berdayaguna.

Mbah memang paling jago masalah perhitungan dagang, karena mau tidak mau dalam kesehariannya Mbah harus menghasilkan dan mengatur uang sendiri untuk membesarkan anak-anaknya. Ada satu hal kecil yang sempat aku amati ketika Mbah masih hidup. Jika akan ke pasar kadang Mbah memetik dulu sayur mayur yang ada di kebun untuk kemudian dapat ditukar dengan kebutuhan lain di pasar. Waktu itu yang aku sempat lihat adalah petai cina atau lamtoro. Biji-biji lamtoro Mbah keluarkan dari buah lamtoro hingga terkumpul satu tas kresek kecil, ya sekitar....setengah kilo, setelah itu Mbah bawa ke pasar. Alhasil beberapa jenis sayuran lain dapat Mbah beli dengan alat tukar lamtoro, sehingga kesimpulan yang aku dapat adalah tidak semuanya harus dengan uang. Untuk menghemat itulah salahsatu trik yang sempat Mbah ajarkan kepada kami, tanpa Mbah mengurui, Jika kita memperhatikan kesehariannya, maka kita akan belajar banyak, bagaimana kita dapat mengelola apa yang ada hingga lebih berdayaguna.

Satu hal lagi yang aku lihat dari Mbah adalah kesederhanaan. Hingga awal 90 an Mbah tak pernah bersentuhan dengan kulkas. Buat Mbah selama hidup ini tidak terganggu dan terbebani tanpa ada kulkas kenapa harus beli kulkas. Belakangan ketika sepupuku yang tinggal serumah dengan Mbah, memiliki bayi dan mulai membutuhkan keberadaan kulkas maka kulkas itu barulah dibeli. Belajar kesederhanaan itu tidak mudah, karena sederhana berarti tidak mudah tergiur, tidak mudah silau dengan yang lebih mewah, dan mempertahankan teguh apa yang sudah menjadi pendirian.

Bagaimana mendukung anak-anak, Mbah juga memberikan contoh kepada kami. Mbah tidak pernah memanjakan Bapak, tapi Mbah tidak pernah setengah-setengah mendoakan dan memuji untuk keberhasilan anak-anaknya . Mbah yang jujur, sederhana dan setia tidak jarang mendapat berbagai firasat, jika akan terjadi sesuatu hal dengan putra-putranya. Kepekaan ini memang tiada duanya, dengan kepekaan ini maka Mbah menjaga Bapak dan Kakak-kakakanya bahkan cucu-cucunya hingga akhir hayat Mbah. Alhamdulillah ..doa Mbah selalu didengar dan dikalbulkan Allah, itu yang selalu kami rasakan dan alami.

Buat Mbah Rebi kepergian suami bukan halangan untuk tetap memelihara cinta sejati. Kala Mbah Kromo, panggilan untuk Mbah Kakungku, meninggal dunia Mbah Rebi masih cukup muda, bahkan sebenarnya masih pantas untuk menikah lagi. Tapi keteguhan cinta dan diri untuk selalu setia dengan Mbah Kromo tak dapat dihalangi oleh siapapun. Waktupun membuktikan, bahwa cinta dan kesetiaan hingga akhir hayatnya tak lekang oleh waktu. Sekarang setelah lebih dari 61 tahun, Mbah Putri bisa bertemu kembali dengan Mbah Kakung...setidaknya itulah doa dan harapan kami, agar Beliau berdua dapat kembali merenda kasih di alam sana...di alam yang jauh dari hinggar bingar, di alam yang lebih kekal, sekekal kesetiaan Mbah Putri kepada Mbah Kakung..Selamat jalan Mbah....selamat menikmati hari-hari bahagia di surga....

Tak terasa akupun tertidur pulas di tempat tidur Mbah, seorang diri...............pulas...nyaman sekali hingga datangnya pagi...

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun