Mohon tunggu...
Rinawati Acan Nurali
Rinawati Acan Nurali Mohon Tunggu... Penulis - Suka jalan, siap mendengarkan, suka. Suka-suka.

Sebagai warga yang baik, selalu ingin berbagi setidaknya lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku dalam Diriku Menyingkap dalam Diri

26 Januari 2022   20:16 Diperbarui: 26 Januari 2022   20:34 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku adalah makhluk yang tercipta sebagai makhluk yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Dengan segala keistimewan yang diberikan kepadaku, hingga aku menjadi sesosok individu yang kurasa jelas berbeda dengan jenis yang lainnya. 

Dengan perbedaan yang diberikan ini, aku menjadi seorang individu yang mulai mencari apa yang dimaksud dengan diriku sendiri. mengapa aku diciptakan, dan siapakah yang lebih berhak atas diriku ini? hingga aku menjadi seorang yang ragu pada diri sendiri, mengapa harus aku tercipta jika aku tak pernah tau siapa aku dan bagaimana aku tercipta, apa tujuan dari penciptaan diriku. 

Semua begitu buram, tak nampak apapun satu dari keterangan tentang diriku. Hingga suatu hari saat aku ditaman, disana kumelihat ada sekelompok lebah kecil yang sedang mengerumbungi sebuah bunga, lalu kumelihat mereka berterbangan menuju rumah mereka. Setelah itu merekapun balik lagi. Apakah yang sedang mereka perbuat, apakah pekerjaan sehari-hari mereka adalah mencari manis sari bunga atau kah ada hal lain yang lebih bermanfaat. 

Apakah mereka sadar apa yang sedang mereka perbuat, apakah mereka tahu apa yang mereka lakukan itu bermanfaat untuk makhluk lainnya ataukah tidak. Lalu untuk apa mereka melakukan itu, siapa yang memerintahkan itu pada mereka. Apakah ada yang lebih tinggi dari makhluk lain selain aku.

Dan semua yang terlihat dialam ini mengapa begitu hebat dan canggih, apakah aku seorang makhluk yang merasa istimewah hanya karena aku berbeda dengan makhluk lain. Mereka memakan apapun, mereka tak mampu berbicara, mereka tak mampu untuk membuat sesuatu, mereka bahkan tak mampu untuk membuat tempat tinggal mereka yang nyaman. 

Namun para lebah itu mengajarkan aku, bukan aku yang istimewah tetapi karna aku yang tak memahami mereka dan juga makhluk lainnya. mereka dapat membuat rumah, mereka mampu berinteraksi sesama mereka, mereka memanfaatkan makhluk lainnya sebagai sumber kehidupan mereka dan makhluk lainnya juga memanfaatkan apa yang mereka hasilkan. 

Lantas apa keistimewaan dari diriku, apa spesialnya aku jika nyatanya makhluk-makhluk yang bukan sejenisku saja sama seperti diriku. Bahkan kehidupan mereka dapat bermanfaat untuk kehidupan makhluk lainnya. apakah aku bisa bisa bermanfaat untuk makhluk lainnya juga? 

Ataukah aku hanya sebagai makhluk yang terus bertanya, mencari dan ingin tahu siapakah sebenarnya aku dan apa tujuan dari hidupku. Jika aku ada para makhluk itu ada, jika mereka sama dengan aku lantas apa yang membedakan aku dengan makhluk-makhluk lainnya sehingga merasa istimewah?

Aku dan makhluk yang bukan sejenisku sama-sama ada di alam ini, kami semua ada namun berbeda dalam bentuk dan wujud kami.  Mereka hidup, akupun hidup, mereka makan, akupun juga sama, mereka bekerja akupun juga demikian. Lantas apa yang membedakan kami dari segi eksistensi kami, jika kami sama-sama mengada dalam satu waktu dan tempat yang sama. 

Keberadaan kami, siapakah yang mendahului itu semua, siapakah yang terlebih dulu ada dan siapakah yang telah menciptakan kami dengan segala ragam dan sistem yang begitu komplek, lalu siapakah kami mana yang subtansi dari ini semua. 

Apakah aku adalah bagian dari mereka ataukah mereka bagian dari aku. Ataukah ada yang lebih subtantif dari kami para makhluk-makluk kecil ini. apakah ada wujud hakiki yang lebih dari kami, apakah dia memiliki wujud seperti kami, apakah dia yang menggerakkan kami.

Mengapa semakin kesini aku merasa ada kekosongan dalam diriku, hatiku merindu entah apa yang kurindukan. Sosok apakah yang sedang kuimpikan, aku ingin bertemu, berjumpa dengan diriNya. Namun bagaimana caranya untuk dapat kukenali bahwa sosok itu adalah yang kurindui. Jika yang kurindui itu bukanlah sebagaimana yang hadir. 

Setelah pelajaran ini, aku semakin diajarkan kesensitifan hati. Merasakan apa yang patut dirasakan, meliht dengan cara yag berbeda, menyimak dengan telinga dan hati yang terbuka. Pengetahuanku tak mampu untuk membuka tabir cahayaNya, menarik diriNya kepada diriku. 

Sedang aku sedang sakit untuk merindu, bagaimana jika aku benar-benar merindu sedang yang aku tahu, yang aku pahami itu bukanlah Dia yang Kuasa, namun bagaimana apakah Dia dapat dinegasikan dari diriNya sendiri. Jika yang kupahami tidak seperti apa yang senyatanya, maka diatas cahaya, masih ada cahaya. 

Cahaya yang tak padam, cahaya yang sebagaimana cahaya yang melingkupi segalanya. Adanya sesuatu melampaui cahaya, sumber bagi semua cahaya. Sumber bagi semua sumber-sumber cahaya.

Jika berbicara tentang wujud hakiki, bagaimna caranya aku untuk mengetahuiNya. Dengan hal apa agar aku bisa dapat memahami dan megerti diriNya. Apakah dia sesederhana seperti apa yang aku bayangkan, ataukah dia tak dapat dipahami. Jika Dia adalah sesuatu yang sederhana dalam realitas, apakah Dia bersifat tunggal, maka itu Dia adalah segala sesuatu yang ada melingkupi aku dan diri makhlu-makhluk lainnya.

Wujud wajib adalah Tunggal dan tanpa sekutu, karena ia lengkap dalam realitas, sempurna dalam hakikat, tak terbatas dalam kekuatan dan intesitas, dan Dia adalah realitas murni wujud, tidak terbatas dan tanpa batasan. Karena bila wujudnya mempunyai suatu batas atau partikularisasi dalam suatu hal, ia akan terbatas dan terpartikularisasioleh sesuatu yang selain wujud; mesti terdapat sesuatu dengan kekuatan melebihinya yang membatasi, mengkhususkan dan melingkunginya. 

Namun itu mustahil, maka tidak terdapat kebaikan dan tidak pula kesempurnaan wujud yang tidak mempunyai sumbernya dalam Dia dan tumbuh diluar Dia.

Berikut adalah bukti penegasan ketunggalannya. Wujud wajib tidak bisa lebih dari satu, karena jika seperti itu, ini akan memerlukan "postulasi" suatu wujud yang di satu sisi mesti namun disisi lain dibatasi dalam wujudnya, sebagai anggota kedua dari suatu pasangan. Tapi kemudian Dia (yakni, wujud wajib "pertama") tidak bisa meliputi setiap wujud, karena kemudian terdapat suatu wujud lain yang tidak kembali padaNya dan tidak dihasilkan atau tidak beremanasi dari sisinya. 

Maka, ini mengimplimikasikan suatu aspek ketiadaan didalamnya yakni kemustahilan dan kemungkinan dan oleh karena itu tidak tercampuri oleh keterbatasan apapun dan ketiadaan perbedaan ini.

Telah ditetapkan bahwa tidak ada yang kedua bagiNya dalam wujud dan bahwa setiap kesempurnaan wujudi adalah suatu penyiraman dari kesempurnaannya, setiap kebaikan adalah cahaya samar-samar  dari cahaya kecantikanNya yang bersinar-sinar. Karena dia adalah sumber wujud dan semua yang lain adalah lebih rendah dari Ia., tergantung padaNya untuk subtansiasi dari DzatNya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun