Mohon tunggu...
Rinawati Acan Nurali
Rinawati Acan Nurali Mohon Tunggu... Penulis - Suka jalan, siap mendengarkan, suka. Suka-suka.

Sebagai warga yang baik, selalu ingin berbagi setidaknya lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Do'a Part II

26 Januari 2022   15:43 Diperbarui: 26 Januari 2022   15:47 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia berkain putih itu semakin agresif. Padahal tangannya tidak diikat, kainnya juga mudah dilepas. Tapi sepertinya dia tidak tahu cara melepaskan diri dari kain putih itu. "nenek, kenapa dengan orang itu?" tanyaku, yang sedari tadi penasaran dengan tingkah manusia berkain putih itu. "nenek tidak tau" jawabnya singkat.

Bapak tua itu masih terus merapalkan mantra-mantranya. Dan manusia berkain putih itu berhenti bergerak. Kali ini dia bangun kembali, dengan tangan kepala yang tidak terbungkus kain putih itu. Wajahnya pucat. Matanya merah. 

Badannya kurus,seperti orang yang tidak pernah makan. Terlihat jelas dari tulang rusuknya yang keluar dari kulit yang membungkusnya. Saya tidak mengenal orang itu,mungkin orang baru yang ikut gabung dalam acara doa malam itu. Pikirku. Lelaki itu menggenggam tangannya, seperti ada yang dipeganginya. 

Matanya liar melihat sekliling. Seperti orang yang sedang kerasukan. Bapak tua itu masih terus merapalkan mantra-mantranya. "bicaralah, apa yang kamu mau bicarakan" pinta bapak tua itu. Lelaki itu hanya melihat, dengan mata yang masih liar. 

Wajah yang tak dialiri darah. "apa yang ingin kamu sampaikan" desak bapak tua itu lagi. Namun lelaki itu masih tak bergeming. Diulurkan tangannya. Disimpannya benda-benda yang dipegangnya sedari tadi.

Bau kemenyang masih mengudara diruangan. Asap-asap berterbangan mencari celah untuk keluar dari kumpulan manusia yang berdoa. Bibi erna keluar dengan sepiring nasi putih dan sebutir telur. 

Diletakkan piring itu dihadapan bapak tua itu. Bapak tua itu mengambil telur, lalu dibisiki doa-doa kedalam telur itu. Dan didole-dolekan (usap) kesekujur tubuh bibi. 

Dari kepala, turun kepunggung, kemudian wajah lalu turun ke dada. Lalu tangan kanan dan kemudian berakhir ditangan kiri. Bapak tua itu lalu memecahkan telur yang dioleskan ketubuh bibi. Isinya tidak seperti telur biasa. 

Melainkan hitam kehijau-hijauan. "racun ditubuhmu sudah dikeluarkan, benda-benda yang ditanam dirumahmu sudah dibersihkan. Sekarang anak sehat-sehat me, karena jampi-jampi yang dipasang bapak sudah buka. Semoga lekas sembuh" ucap bapak itu kepada bibi.

Suasana malam ini berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Asap kemenyang yang memenuhi ruangan. Gendang yang di tabuh bergema nyaring diruangan. 

Doa-doa yang tak pernah kudengar berbisik-bisik memenuhi gendang telinga. Lelaki pucat, kurus, yang bermata merah kini tidak lagi seperti semula. Dia lelaki setengah baya yang berisi, dan mata bening. Bukan merah. Wajahnya juga  tidak seperti saat ia hantarkan benda-benda yang digenggamnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun