Mohon tunggu...
Rina Sutomo
Rina Sutomo Mohon Tunggu... Berfantasi ^^ -

Hening dan Bahagia menyatu dalam buncahan abjad untuk ditorehkan sebagai "MAKNA"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bhinneka Tunggal Ika Harus Bersaing dengan Pengguna Facebook

26 Agustus 2016   08:17 Diperbarui: 26 Agustus 2016   21:38 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia. Sumber: m.tempo.co

Kita sering membanding-bandingkan kurangnya negara kita dengan negara-negara kaya lainnya. Misal jika kita tengok, Hong Kong adalah negara kaya. "Seharusnya pemerintah Indonesia bisa seperti pemerintah Hong Kong atau pemerintah di negara kaya yang lainnya." Mengapa harus punya pikiran yang demikian?

Hong Kong memang negara kaya, bukan hanya karena pemerintahnya. Namun warganya rela istirahat kurang dari enam jam setiap harinya hanya untuk mendapat penghidupan yang layak. Mereka bekerja keras tanpa menggantungkan diri pada pemerintah. Di kereta, setiap paginya puluhan orang memejamkan mata ketika berangkat ke kantor, karena jam istirahat mereka tak sebanyak jam istirahat yang kita miliki. 

Banyak dari mereka yang bekerja didua bidang, misal sebagai karyawan dan merangkap sebagai sales, bahkan sebagai sopir taxi. Namun mereka tak pernah mengeluh dan menunjukkan kesulitan mereka. Mereka lebih fokus bekerja daripada meminta belas kasihan pemerintah, sehingga tak banyak orang dari negara lain yang mengerti situasi yang sebenarnya. Hong Kong tak ada gelandangan? Siapa bilang, banyak juga gelandangan di negara Hong Kong, adalah mereka yang tak mau bekerja keras di masa mudanya dan menyerah jika sekali kehilangan pekerjaannya.  

Kita boleh menuntut lebih kepada pemerintah, tapi pandang kembali diri kita. Apakah kita sudah bekerja keras untuk mendapat penghidupan yang layak? 

Banyaknya tuntutan masyarakat terhadap pemerintah rupanya sejalan dengan banyaknya orang yang justru terseret oleh derasnya arus politik yang berujung pada konflik. Banyak penilaian yang buruk terhadap kinerja pemerintah, disaat yang bersamaan tanpa sadar mereka juga memperburuk keadaan sosial kemasyarakatan. Banyak yang tak sadar jika beberapa orang yang membayarnya lima puluh ribu rupiah per hari, sebenarnya berniat untuk memecah belah bangsa. Bahkan kadang kita saling menghujat dan menghakimi demi kepentingan kelompok yang kadang tak kita ketahui. 

Jika di negara lain mereka jungkir balik untuk menyelamatkan hidup dari ratusan bom yang setiap harinya jatuh dan memakan ratusan atau ribuan nyawa, setidaknya sampai hari ini Indonesia adalah negara yang lebih aman untuk kita tinggali meskipun banyak pergolakan politik yang membuat kita semakin risih. Jika di negara lain banyak yang mati kelaparan, setidaknya di Indonesia kita masih bisa makan nasi putih meskipun kadang tanpa lauk dan tak mengenyangkan.  

Sudah saatnya kita berbenah diri. Menuntut perbaikan dan menghancurkan persatuan adalah dua hal yang berbeda. Untuk menuntut perbaikan kita perlu otak yang cerdas untuk menganalisis setiap pokok permasalahan, bukan otot besi seperti jaman perang ribuan tahun yang lalu. Kita selalu menuntut pemerintah untuk perbaikan, namun tanpa kita sadar hal-hal kecil yang setiap harinya kita lakukan justru memperburuk kedamaian bangsa. Contoh kecil, berawal dari Facebook.

Facebook merupakan aplikasi yang hampir setiap orang menggunakannya, entah itu untuk bisnis maupun hanya sebagai hiburan di dunia maya. Namun dari aplikasi inilah perpecahan justru semakin terasa. Banyak orang yang tak paham dan hanya ikut-ikutan, banyak juga yang paham namun malah kebablasan.  

Kembali lagi ke fungsi awal, jika Facebook awalnya diciptakan sebagai media untuk berkomunikasi, kini Facebook dapat digunakan untuk berbagi info dari satu orang ke orang lainnya. Hanya tinggal klik share atau bagikan, dari yang semula hanya sepuluh orang yang mengetahui suatu peristiwa, dua hari berikutnya menjadi jutaan orang yang mengetahuinya. Memang tidak ada salahnya untuk berbagi informasi. Namun terkadang kita lupa, tidakkah informasi yang akan kita sebarkan itu akan mengancam makna Bhinneka Tunggal Ika?

1. Keuntungan kelompok atau golongan. Banyak orang yang tidak sadar, berbagai wacana dibuat sedemikian tragis hanya untuk mendobrak popularitas dengan jutaan like dan komen, maupun untuk  menghancurkan kelompok tertentu. Sebagai masyarakat kecil kita tak pernah tahu siapa yang berdiri di belakang layar dan kepentingan apa yang tengah digalakkannya. Sebagai orang kecil kita hanya akan disuguhi dengan hal-hal yang kita anggap itu salah tanpa kita bisa melakukan pembenaran dan perbaikan. Menghujat kelompok lain dan akhirnya kita hanya menjadi wayang yang dimainkan oleh sang dalang, jadi alangkah baiknya postingan buruk yang tak layak seperti itu "abaikan saja". 

2. Penghancur dari dalam. Banyak postingan yang kita anggap itu sebagai sesuatu yang layak dan menarik untuk diperbincangkan. Sekali lagi, "Diperbincangkan atau untuk dihujat bersama-sama?" Yang benar saja, perbincangan dan penghujatan adalah dua hal yang berbeda. Di media sosial sering kali kita temukan, di kolom komentar dari atas ke bawah semua berisi tentang hujatan yang tak jelas. Apakah kita masih bisa bangga dengan banyaknya komentar namun secara tidak langsung kita menghujat bagian dari bangsa sendiri yang kita anggap salah? Apa untungnya bagi kita? Sedang bagi si pemilik akun, duit bisa mengalir dengan rating yang kita berikan secara cuma-cuma. Ingatlah, secara samar-samar mereka hanya berniat untuk menghancurkan persatuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun