Mohon tunggu...
Rina Sutomo
Rina Sutomo Mohon Tunggu... Berfantasi ^^ -

Hening dan Bahagia menyatu dalam buncahan abjad untuk ditorehkan sebagai "MAKNA"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

PJTKI Pemain Utama "Human Trafficking" Anak di Bawah Umur

5 Agustus 2016   15:46 Diperbarui: 6 Agustus 2016   14:57 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kejadian kedua inilah kejadian yang sering terjadi dikalangan TKI. Korban yang rata-rata adalah anak di bawah umur yang dengan sadar mengetahui datanya telah dipalsukan namun tidak mau menolak atau tidak mau tahu. Mengapa harus mau data dipalsukan? Dengan menunggu dua atau tiga tahun sampai cukup usia, si anak yang bersangkutan dapat belajar bekerja terlebih dahulu di Indonesia. Jadi ketika terjun ke negara tetangga si anak memiliki kemampuan kerja yang cukup dan usia yang matang.

Jika si anak datang ke negara orang namun mentalnya masih suka mental, dibentak nangis, diajarin katanya marahin, kalau kejadian seperti itu berulang-ulang otomatis majikan akan mengakhiri kontrak kerja. Siapa lagi yang meraup untung? Agency. 

Dengan kalimat manis agency akan menawarkan pekerjaan baru dan mengenalkannya dengan majikan baru. Selama yang bermasalah adalah mental si anak yang belum cukup umur, mau ganti sepuluh bahkan seratus majikan juga tidak akan ada hasil yang memuaskan. Hasilnya masuk ke lingkaran hitam berkali-kali dengan tanggungan puluhan ribu dollar.

Kejadian ketiga sering membuat saya tersenyum ngilu. Kebanyakan korban adalah TKI eks yang dengan senang hati membayar biaya mahal. Yang seharusnya cukup membayar Rp 5.880.000 bagi yang pernah bekerja dengan lama waktu tinggal di Indonesia kurang dari satu tahun, dan Rp 6.030.000 bagi yang pernah bekerja dengan lama waktu tinggal di Indonesia lebih dari satu tahun dan kurang dari dua tahun, dengan senang hati mereka akan membayar 6 bulan potongan seperti TKI non. 

Sebenarnya beberapa organisasi BMI di Hong Kong selalu berusaha untuk mengadakan sosialisasi mengenai besar biaya yang harusnya ditanggung sebagai eks, namun ketika sosialisasi tersebut dilakukan dengan enteng sebagian dari mereka (eks dengan potongan 6 bulan) menjawab, "Sudahlah Mbak, saya ikhlas." Sebagian lagi menjawab, "Alah, biarin. Toh bisa nyari yang lebih banyak sekarang." 

Banyak pihak yang mencoba mengulurkan tangan bagi para TKI untuk keluar dari zona hitam namun para TKI yang bersangkutan sendiri menolaknya. Dengan demikian bisnis setan ini akan terus melebarkan sayap di atas derita para TKI yang sebagian besar korbannya masih di bawah umur.

Kesimpulannya adalah, para calon TKI yang dibekali dengan pengetahuan yang cukup akan memiliki senjata untuk membela diri meskipun ia telah berada di negara orang. Bukan hanya salah PJTKI meskipun PJTKI sebagai pelaku human trafficking anak di bawah umur jika TKI yang bersangkutan secara sadar mengetahui proses pemalsuan data bahkan identitasnya. 

Pemerintah telah melakukan upaya untuk menghentikan bisnis setan ini, namun faktanya para calon korban sendiri yang dengan senang hati menyerahkan diri kepada para calo atau sponsor TKI di bawah umur. Banyak sekali organisasi yang sebenarnya membantu permasalahan TKI, termasuk mereka TKI di bawah umur yang tidak tahu cara keluar dari lingkaran setan itu. 

Pemerintah sebaiknya memberi sanksi tegas bagi PJTKI yang melakukan pelanggaran. Yang tak kalah penting adalah sosialisasi besaran dana yang sebenarnya ditetapkan oleh pemerintah untuk proses penempatan dan pemberangkatan TKI agar para calon TKI tidak iya-iya saja dengan besaran biaya yang biasanya di set ulang oleh PJTKI maupun agency. Dengan begitu para TKI kita tidak akan buntung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun