Apakah belajar Bahasa Indonesia itu sulit?
Ketika orang Indonesia belajar Bahasa Indonesia untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam pelafalan maupun penyusunan pola kalimat.
Mengajar Bahasa Indonesia di sekolah dasar lebih mudah daripada mengajar Bahasa Indonesia di luar negeri, khususnya Hong Kong yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa Cantonese dalam percakapan sehari-hari. Perbedaan aksen dan kebiasaan mengeja kata menggunakan Bahasa Inggris membuat mereka mengulangi kesalahan yang sama saat membaca artikel maupun belajar berbicara menggunakan Bahasa Indonesia.
Setelah itu kita dapat menentukan fokus belajar sesuai permintaan dari yang bersangkutan ingin belajar bahasa Indonesia formal (bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan jurnal ilmiah, karya tulis ilmiah, surat resmi, pidato resmi, penulisan skripsi dan lain-lain, yang harus sesuai dengan EYD), atau non formal (bahasa Indonesia yang digunakan seperti dalam pembicaraan dalam konteks jual beli, berbicara dengan orang sekitar, dan berbicara dengan teman sebaya yang tidak harus sesuai dengan EYD).
Setelah menentukan fokus yang ingin dipelajari selanjutnya dapat memulai belajar membaca dengan mengeja, menerjemahkan, dan menyusun pola kalimat yang sedikit berbeda dengan bahasa Inggris.
Kesalahan yang sering terjadi saat belajar melafalkan huruf konsonan adalah pelafalan antara B dan P, C dan J, D dan T, G dan K. Bukan sering dibaca Pukan, Pulang dibaca Bulang, Jika dibaca Cika, Dimana dibaca Timana, dan Guru dibaca Kuru. Untuk mengatasi kesalahan ini kita dapat mencoba teknik "Berat dan Ringan", untuk huruf P, C, T dan K kita arahkan mereka untuk mengucapkan huruf dengan ringan atau menggunakan suara bibir. Sedangkan untuk huruf B, J, D, dan G diucapkan dengan berat atau menggunakan suara akar lidah.
Tak hanya itu, banyak yang kesulitan membaca saat bertemu dengan NY, NG, dan NGG di tengah-tengah kata. Pada dasarnya dalam Cantonese mereka tidak pernah menemukan peleburan huruf vokal dan konsonan maupun NG dan NGG yang berada di tengah kata. Sebagai contoh Menyapu, Mengapa, dan Mengganggu, itulah kata yang menurut mereka sangat sulit untuk diucapkan.
Dengan mencoba beberapa teknik suara bibir, suara belakang lidah maupun suara ujung lidah akhirnya mereka menemukan cara yang pas untuk mengeja kata-kata di atas. Pemberian garis miring sebagai pemisah untuk mengeja kata per kata juga sangat membantu mereka untuk dapat membaca kata per kata secara pelan namun jelas, contoh, menyapu = me/nya/pu.
Ada salah satu huruf yang membuat mereka ragu untuk menyebutnya saat belajar bahasa Indonesia, yaitu huruf R yang terletak diawal kata. Jika huruf R terletak di tengah atau akhir dari suatu kata maka mereka dengan mudah dapat meleburkan pelafalan huruf R dengan huruf sebelum dan sesudahnya.
Misalnya kata Seharusnya, karena R berada ditengah mereka tanpa ragu dapat mengucapkannya meskipun samar-samar (lebih terdengar seperti L), pada dasarnya mereka tidak pernah melafalkan R secara jelas dalam bahasa Inggris maupun bahasa Cantonese. Sedangkan untuk R diawal kata, misal Rabu akan dibaca erabu, karena sejak kecil mereka sudah terbiasa mengucap R = Arrow.
Selain pertemuan rutin dua kali dalam seminggu, mereka juga harus mengerjakan PR diantaranya menerjemahkan kalimat ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, lalu merekam suara saat membaca kalimat yang telah disusun, kemudian PR akan dibahas dipertemuan selanjutnya. Selain waktu dan proses, kunci kesuksesan dalam belajar bahasa baru adalah dengan mendengarkan dan berbicara dengan para native speakers secara rutin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H