Mohon tunggu...
Rina Susanti
Rina Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Mama dua anak yang suka nulis, ngeblog dan motret. Nyambi jualan kopi dan jualan anggrek/tanaman hias. Bisa intip blog saya di www.rinasusanti.com

Mama dua anak, penulis lepas dan blogger. www.rinasusanti.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menaklukan Sekolah Negeri dengan Jalur Prestasi

22 Juli 2023   09:56 Diperbarui: 22 Juli 2023   18:54 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zonasi oh zonasi 

Seperti tahun-tahun sebelumnya, selalu ada drama kecurangan di proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) terutama jalur zonasi. Sudah sejak diberlakukan zonasi ada kecurangan pindah KK demi mendapat kuota dan akan terulang tahun depan, sudah pasti. 

Tetap dapat jujur pada kondisi sulit itu tidak mudah seperti tidak mudahnya korupsi di negara ini dihentikan atau dikurangi. Nyambung ga sih? Ya nyambunglah bagaimana rakyatnya mau jujur kalau pejabat negaranya aja ga jujur. Yang paling ngerti hukum pun bisa gonta-ganti flat mobil palsu dan dimaklumi. 

Hukuman untuk ketidakjujuran dan korupsi ringan bahkan tidak ada hukuman sosial, bisa tetap jadi caleg atau orang penting di pemerintahan.

Ya sedikit menuliskan uneg-uneg betapa greget setiap membaca berita korupsi dan ketidakjujuran para pejabat atau Yang Terhormat anggota dewan.  

Balik lagi soal PPDB sistem zonasi yang meresahkan banyak masyarakat termasuk saya. Saat pertama kali diumumkan masuk sekolah negeri dengan jalur zonasi, saya resah karena tinggal di pinggiran kota, perbatasan dua provinsi dan tiga kota, Kab. Bogor, Depok dan Tangerang Selatan.

Jarak terdekat ke SMA negeri terdekat 8 km, dengan jalur transportasi yang tidak aman, jalur truk pasir.

Jadi yang bilang zonasi fair, Anda belum survey di daerah pinggiran kota di Indonesia. Satu kelurahan bisa membawahi 10 kecamatan/desa dengan luas area ratusan meter persegi, sedangkan sekolah SMAN hanya satu, dan kuota jalur zonasi 50%!

Sumber gambar KHS 
Sumber gambar KHS 

Iya kan zonasi untuk pemerataan supaya tidak ada istilah sekolah favorit. Ketahuilah, yang mengejar sekolah negeri favorit itu biasanya kaum menengah, kaum pas-pas an targetnya ga muluk-muluk, cukup sekolah negeri. 

Ini berdasarkan pengalaman saya dan beberapa teman angkatan 80/90 yang berasal dari kaum menengah bawah secara ekonomi, saat itu belum ada istilah sekolah gratis, tapi sekolah negeri biayanya terjangkau. Hanya satu cara untuk mengejar sekolah negeri, belajar, nilai ujian minimal harus 80! Orang menengah atas mungkin tidak mengalami drama ini, tinggal sekolah swasta grade A, sekolah internasional atau ke luar negeri sekalian.

Sama aja kali sekolah di swasta. Iya memang sama yang membedakan hanya biaya bestie yang sayangnya tidak semua orang mampu.

Tapi ya sudahlah manut wae sama peraturan pemerintah, kita mah rakyat mau protes bagaimanapun (sistem zonasi sudah banyak diprotes sejak berlaku, belum lagi syarat prioritas umur), nyatanya tetap berjalan walaupun kecurangan setiap tahunnya tidak berkurang malah bertambah salah satu sebabnya mungkin faktor ekonomi. 

Orang rela tidak jujur dengan pindah KK karena merasa tidak sanggup sekolah di swasta, tapi mereka yang mencurangi KK ini juga sadar mereka tidak masuk katagori orang tidak mampu jadi ga mungkin pake pake jalur orang tidak mampu untuk masuk sekolah negeri. Bukan berarti saya menyetujui cara curang ini tapi buat evaluasi bagaimana ekonomi berperan. Sebagaimana kita tahu, harga bahan pokok saja naiknya lebih besar dari biasanya akhir-akhir ini.

Jual beli kursi pun harganya tiap tahun naik, dari kabar burung yang saya dengar-nguping obrolan ibu-ibu sekolah atau gibahan di grup wa hahaha, katanya beli kursi di SMAN angkanya di atas sepuluh juta. Kabar burung karena ga pernah dengar dari sumber aslinya, ya mana ada yang ngaku. Tapi jalur jual beli kursi ini nyata adanya karena ada anak yang masuk SMAN tapi namanya tidak ada di web ppdb saat pengumuman penerimaan.

Menembus sekolah negeri dengan jalur prestasi

Jadi di tulisan ini saya akan berbagi tips menembus sekolah negeri dengan jalur prestasi. Yap daripada lelah protes, berkeluh kesah, mari gaskeun mengasah kemampuan anak, lebih giat kerja dan tambah doa agar selalu diberi kemudahan dan kelancaran untuk anak-anak kita menuntut ilmu, termasuk kemudahan rejekinya kalau harus masuk sekolah swasta. 

Semoga di tangan anak-anak kitalah negara ini dipimpin/diwakili orang yang jujur, anti korupsi, ga sekedar slogan. Duh beneran suka emosi nih kalau udah ngomongin korupsi hahaha, apa kabar koruptor yang kabur melarikan diri dan koruptor yang hukumannya banyak dipotong hingga cuma 3 tahun? Bahkan anggota dewan yang ahli hukum pun bungkam dengan banyaknya potongan ini.

Tahun ini anak sulung saya masuk SMAN walaupun jaraknya dari rumah 5 km lebih. Jadi sudah barang tentu bukan jalur zonasi ya bestie....

Bukan juga masuk sekolah negeri dengan jalur orang tidak mampu, karena kalaupun belum digolongkan kaum menengah atas (doanya semoga jadi orang kaya biar bisa lebih banyak sedekah) tapi ga mau dibilang tidak mampu karena kenyataannya saya punya rumah (walaupun masih nyicil). 

Ngeri bohong pura-pura jadi orang ga mampu takutnya jadi doa ga mampu beneran. Jadi saya salut sama pejabat yang berani pake jalur tidak mampu agar anaknya masuk sekolah negeri (ada di berita beberapa waktu lalu), salut sudah berani nantangin jadi orang tidak mampu.

Bukan juga jalur pindahan kerja orangtua, karena suami pekerja swasta biasa.

Satu-satunya pilihan saya untuk memasukkan anak ke sekolah negeri adalah dengan jalur prestasi! 

Sempat pesimis karena jalur ini bukan kaleng-kaleng saingannya, saat anak masuk SMP saya sudah memantau jalur prestasi akademik, yang bersaing di jalur ini rata-rata nilai rapotnya 87-90. Duh ini mah anak-anak jenius semua. 

Zaman saya nilai 80 atau 75 ke atas sudah bisa masuk negeri, sekarang karena kuota jalur prestasi akademik kecil jadilah yang bisa bersaing yang nilainya mendekati 90.

Ada 8 macam kecerdasan jika mengacu pada teori kecerdasan Howard Gardner, dan anak saya bukan termasuk anak yang cerdas logis-matematis. Biasanya  anak-anak yang cerdas logis-matematis ditandai dengan nilai akademis yang sangat bagus mendekati sempurna, katakanlah rata-rata 9.

Rasanya saya tidak mungkin mengepush anak agar nilai sekolahnya di atas 85 karena bakatnya bukan di situ, kalau dipaksakan anaknya stress saya juga stress. Jenis kecerdasan yang dimilikinya kinestetik-jasmani, spasial-visual dan interpersonal.

Anak yang sempat menyeletuk ingin jadi atlet, dan saya berteriak dalam hati, "Oh tidak!"

Ya walaupun saya kurang setuju dia ingin jadi atlet, namun saya tidak mengungkapkannya secara terang-terangan. Saya katakan jadi atlet tetap harus punya nilai sekolah yang baik karena profesi atlet terbentur usia kecuali lanjut jadi pelatih profesional. 

Jadi ditengah 'keras kepalanya' latihan silat, ekskul atletik dan ikut organisasi di sekolah  saya tetap memastikan nilai akademiknya di atas rata-rata kelas dan masuk 10 besar di kelas. Memfasilitasi hobi gambar anaknya dengan maksimal. Bisa dibayangkan betapa cerewetnya saya minta anak belajar, lelah nahan emosi ngajarin anak belajar hahaha

Mempersiapkan masa depan keharusan, jalannya biar semesta yang menunjukkan.

Si anak ikut ekskul silat dari kelas 3 SD  dan berlanjut hingga kelas 3 SMP, pilihan yang tanpa kami (saya dan suami) paksakan.

Awalnya kami mengira sekedar mengisi ekskul sampai setiap ada info lomba dari sekolah, si anak mau ikutan, hampir ga pernah absen latihan, tidak mengeluh capek, kalah bertanding tetap mau ikut lomba lagi, pernah ketakutan menghadapi lawannya hingga terlihat hampir menangis tapi tetap tanding, barulah kami tahu kesungguhannya.

Seperti kesungguhan yang kami lihat saya ia mencoba ikut beberapa lomba gambar dan desain (pernah ikut lomba desain  teh botol sostro), walaupun belum pernah menang, tidak kapok ikut lomba lagi!

Digital art karya anak bukan gambar tempel dari canva
Digital art karya anak bukan gambar tempel dari canva

Selama 6 tahun aktif silat sudah 8 kali ikut perlombaan dari tingkat antar sekolah, kota, daerah dan terakhir nasional. Semua lomba diikuti atas keinginan sendiri bukan kami yang mendorongnya untuk ikut lomba. Malah saat tidak diijinkan ikut lomba dia nangis, hadeuh. Kalau istilah orang sunda, si anak ini orangnya keukeuh, punya keinginan kuat.

Jadi awalnya tidak ada dalam rencana mencoba daftar sekolah negeri dengan japres kejuaraan.

Foto pribadi, nama anak ditutupi untuk menjaga privasi
Foto pribadi, nama anak ditutupi untuk menjaga privasi

Poin japres kejuaraan

Awalnya kami pasrah jika sekolah anak harus swasta lagi karena peluang kecil. Pasrah yang bikin gelisah sebenarnya hahaha karena hitungan matematis keuangan kami belum cukup untuk masuk sekolah swasta yang bagus karena saat bersamaan saya harus nabung untuk persiapan anak masuk universitas dan adiknya yang mau SMP. Cuma bisa berdoa (lebih kencang) rejeki kami ditambah. Sampai guru sekolahnya menyarankan untuk mencoba daftar sekolah negeri dengan jalur prestasi karena anaknya pernah mengikuti kejurnas. 

Dari obrolan dengan gurunya saya jadi tahu, japres kejuaraan dihitung dalam poin. Untuk tingkat kejuaraan dalam kota poin kecil jadi kemungkinan lolos kecil, sedangkan si anak pernah ikut kejurnas jadi ada kemungkinan lolos.

Akhirnya mencoba japres kejuaraan dan bukan tanpa drama 'penolakan'. Saya daftar di  SMAN Tangsel tapi saat pendaftaran salah klik jadi SMAN Tangerang. Jadilah kami harus ke Tangerang cabut berkas (pembatalan daftar), daftar di SMAN Tangsel X.

Saat verifikasi faktual secara offline, diperiksa keaslian sertifikat dan dites kemampuan anaknya, kami disarankan mundur karena quota sekolah tersebut untuk japres kejuaraan kecil dan pendaftar banyak yang poinnya sama dengan anak kami, level kejurnas atau tahfiz 6 juz (untuk tahfiz 1 juz dihitung 10 poin). 

Dengan banyaknya poin yang sama dan kemungkinan ada di urutan bawah, anak kami tergeser karena umur dan jarak rumah paling jauh. Saya pun memantau poin di japres kejuaraan  SMAN X via online, posisi anak kami memang tidak aman.

Pihak  SMAN  X menyarankan kami cabut berkas (membatalkan pendaftaran di sman X) dan mencoba  SMAN lain yang kuota japres kejuaraannya lebih banyak. Di sini saya mulai pasrah dan mencoba berpikir nothing to lose karena  SMAN negeri yang coba kami daftar  SMAN favorit, sejujurnya kalau tidak ditolak di SMAN X kami tidak berani daftar ke SMAN ini. 

Di hari terakhir pendaftaran secara online, saya daftar  SMAN Y, dari pantauan online di  SMAN Y ini banyak yang poinnya di bawah poin anak kami dan kuota lebih banyak. Besoknya verifikasi data offline dan tes faktual. Poin anak kami ada di urutan tengah jadi kemungkinan tidak tergeser dengan usia dan jarak rumah. Alhamdulillah akhirnya lolos  SMAN negeri.

Saat mengikuti MPLS, siswa diminta membawa serta bukti keterima PPDB yang bisa diunduh di web PPDB. Jadi siswa yang masuk SMAN negeri dengan jalur beli kursi, jalur belakang, dipastikan tidak ikut MPLS, tapi masuk saat mulai KBM.

Tips mengikutkan anak-anak lomba/kejuaraan

Ada 8 jenis kecerdasan jadi jika si anak tidak cerdas logis-matematis-nilai akademik tidak menonjol, bukan berarti anak kita tidak pintar, tugas kita membantunya menggali potensi dirinya, membantunya menemukan bakat dan minatnya. Ada 8 jenis kecerdasan dan anak kita pasti memiliki 2 atau 3 diantaranya, tidak pernah ada di dunia ini yang memiliki 8 kecerdasan. 

Caranya amati minatnya, lalu dukung dan fasilitasi. Mengikutsertakan dalam lomba atau kejuaraan semata untuk mengasah kemampuannya. 

Tips mengikuti kejuaraan

  1. Pilih lomba yang penyelenggaranya bukan abal-abal. Karena sertifikat lomba bisa untuk masuk sekolah negeri, mulai dimanfaatkan orang dengan mengadakan lomba abal-abal. Jika lomba abal-abal dan ketahuan saat verifikasi offline berkas, akan malu.
  2. Pilih lomba sesuai minat dan bakat anak, jadi tidak sekedar mengejar sertifikat tapi berguna untuk ke depannya. Jika anak memiliki prestasi akademik bagus, bisa ikut lomba-lomba sains nasional. Jika anak berbakat cerdas verbal-linguistik suka baca tulis, bisa diikutkan lomba menulis atau karya ilmiah. Begitu jika anak cerdas bidang musik, bisa ikut lomba sesuai bidangnya. 
  3. Ikuti lomba berjenjang. Coba lomba tingkat, kota, daerah, kerjurnas, jika memungkinkan tingkat internasional.
  4. Abadikan momen lomba dengan kamera karena foto ini dibutuhkan saat mendaftar PPDB, kita diminta upload foto saat lomba selain sertifikat. Katanya ini salah satu mencegah peserta japres kejuaraan bukan kejuaraan abal-abal.

Banyak manfaat yang bisa didapatkan saat mengikutertakan anak lomba (sesuai minat anak tentunya jadi tidak ada unsur paksaan), mengasah skill anak, anak menjadi percaya diri, terbiasa merasakan rasanya menang atau kalah, dan caranya harus membangkitkan semangat (dengan support orang tua tentunya), punya pengalaman baru setiap kali berlomba.

Semoga tips ini bermanfaat untuk mengahadapi PPDB tahun depan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun