*) SPDP baru terkirim tanggal 28 April ke Jaksa
Masih segar dalam ingatan, terungkapnya kasus perbudakan usaha sarang burung walet pada akhir Februari yang lalu. Diduga dilakukan oleh Tersangka Mohar terhadap 19 perempuan asal NTT (Nusa Tenggara Timur) dimana 4 orang diantaranya masih dikategorikan anak dibawah umur.
Saat team advokasi P2TP2A kuasa hukum dari para korban (Rina Sitompul, Azmiati Zuliah, Muslim Harahap, Mitra Lubis, dan Syamsul) berhasil melakukan dialog dan audensi ke pihak Kejaksaan Negeri Medan tanggal 14 Mei 2014, yang diterima langsung oleh Kajari Medan (Bapak HM. Yusuf, SH) didampingi Kasi Pidum, Kasi Intel sebagai Jaksa yang menangani berkas perkara (Bapak Erman Syafrudi Anto) beserta team (Bapak Johanes Siregar).
Dari hasil dialog tersebut kami meragukan dan mempertanyakan keseriusan pihak Kasat Reskrim Polresta Medan (Ic. Kompol Jean Calvin Simanjuntak) yang tidak transparan dalam mengungkap dan kebenaran pemberkasan perkara perbudakan (trafiking in preson) terhadap 19 Korban yang telah mengakibatkan 2 (dua) orang tewas dan 1 (satu) orang harus dirawat secara intensif hingga saat ini di Rumah Sakit Deli Medan.
Dari hasil audensi dan dialog yang telah kami lakukan tersebut terungkap indikasi sikap dan etika Kasat Reskrim Polresta Medan (Kompol Jean Calvin Simanjuntak) sangat jauh dari memenuhi persyaratan prosedur penyidikan, sehingga upaya penangguhan penahanan Tersangka Mohar perlu ditinjau ulang kembali hal itu kami rujuk dari temuan :
-Unsur sengaja diperlambatnya pengiriman surat permohonan dimulainya penyidikan (SPDP) atas nama Tersangka Mohar yang baru terkirim tanggal 28 April 2014, dan berkas perkara baru dikirim dan sampai ditangan Jaksa yang bersangkutan tertanggal 6 Mei 2014 jika dirujuk dalam Juklak dan Juknis proses penyidikan Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana sebagai senjata dalam melaksanakan mandat dalam penegak hukum telah melakukan pelanggaran pemberkasanyang nota bene hal itu merupakan aturan main di internal kepolisian sendiri.
-Proses penyidikan yang terkesan di tutupi, (acuan dalam prinsip transparansi Pasal 3 point e Perkab No. 14 Tahun 2014), dalam proses penyelidikan dan penyidikan menutup akses informasi kepada korban dalam hal ini diwakili oleh penasehat hukum dalam memperoleh turunan/salinan Berita Acara Pemeriksaan Korban, meskipun secara resmi telah di mintakan dengan patut dan layaknamun tidak pernah di respon secara positif meskipun secara kebijakan aturan hukum informasi itu merupakan hak dari para korban (vide pasal 36 ayat 2) UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
-Prinsip transparansi itu juga dilanggar secara langsung saat kami menerima SP2HP perkembangan berkas perkara yang kami kirim tertanggal 24 April 2014 baru kami terima pada sore hari tertanggal 16 Mei 2014 sesaat setelah kami mengajukan surat Mohon Prioritas Pengembangan Berkas Perkara dan upaya restitusi korban asal Nusa Tenggara Timur, informasi perkembangan begitu lama ingin kami terima, dimana dengan tegas Kasat Reskrim Polersta Medan menyampaikan telah melepaskan Tersangka Mohar sebagai pelaku perbudakan (trafiking) tanpa dasar petimbangan yang jelas dan proses pelepasannya pun tidak menginformasikan telah dimulai sejak tanggal penetapannya, hal itu sedikit berbeda dengan informasi yang kami terima dari pihak kejaksaan yang menjelaskan kalau Tersangka masih dalam tahanan Polresta Medan, artinya Kasat Reskrim berupaya melakukan kebohongan public dengan menutupi pembebasan Tersangka (copy Surat SP2HP).
-Berkas BAP yang telah dikirimkan Penyidik yangsangat sumir dan belum memenuhi unsur–unsur tindak pidana trafikingmeskipun secara kasat mata Kasat Reskrim telah mengetahui dengan pasti ada 2 (dua) orang korbanmeninggal dunia akibat perbudakan tersebut dan satu orang terpaksa harus dirawat secara intensif di Rumah Sakit Deli Medan. Hal ini menunjukan unsur kesengajaan agar berkas tersebut jauh dari sempurna, yang patut di pertanyakan peran dan fungsi Kasat Reskrim Polresta Medan sebagai perpanjang tangan Negara dalam penegakan hukum tidak berfungsi als mandul. Sebagai mana terangkai dalam pemberkasan yang dikirimkan kepada Jaksa Penuntut Umummenyatakan hanya 2 orang korban dalam kategori anak sedangkan faktanya ada 4 (empat) orang anak sebagai korban yang telah tereksploitasi dalam kasus perbudakan (trafiking) tersebut.
-Sikap dan pembiaran dari Kasat Reskrim (Ic. Jean Celvin Simanjuntak) yang tidak berupaya mengungkapkan proses eksploitasi, pengekangan dan perbudakan yang dilakukan Tersangka dan keluarganya terhadap Para korban, patut kami pertanyakan kemampuan dan profesionalitasnya, yang padahal pihak penyidik tau benar adanya penyitaan berbagai alat komunikasi korban untuk tidak bisa melakukan komunikasi dengan keluarga masing-masing dan bahkan serah terima barang sitaan dari Tersangka Mohar tersebut penyidiklah yang langsung mengembalikannya ke tangan para korban,dapat kami buktikan dengan serah terima barang dari penyidikke korban.
-Profesionalitas fungsi Kasat Reskrim (Kompol Jean Celvin Simanjuntak) perlu dipertanyakan kembali, dimana saat dialog dan audensi dengan Kejaksaan, kami juga mengetahui banyaknya Berita Acara Pemeriksaan yang diterima belum ditanda tangani. Dalam prosedur adminitrasi tentulah tidak memenuhi unsur pemberkasan sempurna, hal itu lebih membenarkan akan keseriusan dalam pengungkapan kasus kami yakini agar proses peristiwa tersebut tidak memenuhi unsur kejahatan perbudakan (trafiking) als berkeinginan adanya penghentian penyidikan kasus, hal itu sebagai dasar pembebasan Tersangka Mohar.
Dalam hal ini kami berkesimpulan Polresta Medan yang seyogianya berfungsi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat tidak mampu membangun kepercayaan dimata pencari keadilan, kecuali hanya dimata Tersangka. Dimana jika didudukan pelaku Perbudakan (Trafiking) nmerupakan sindikat yang tidak hanya dilakukan oleh satu orang semata, untuk wilayah Medan saja dalam kasus perbudakan ini pihak yang terkait yang diduga turut serta sebagai pelaku yakni : Istri pelaku (Ic. Haryati Ongkoh), Mandor Usaha sarang burung wallet (Ic. Vina Wiseli) yang turut serta dalam pelanggengan perbudakan tersebut. Serta pimpinan korporasi PT. Paulisa Sukses Mandiri (Penyalur Tenaga Kerja Lokal), Direktur an. Paul Mei Anton S, SH, alamat Jl. Sei Kera No. 165 Medansebagai mana telah merekrut dan menyalurkan 2 (dua) orang korban kepada Tersangka Mohar hingga mengakibatkan terekploitasi ditangan Tersangka.
Jikalau profesionalisme dan integritas sekelas Kasat Reskrim Polresta Medan (ic. Jean Celvin Simanjuntak) diragukan dan dipertanyakan alamat pembiaran hukum hanya berlaku untuk masyarakat kecil semata, jikalau berbenturan dengan pihak yang kaya dan berduit akan ciut, ibarat slogan “hukum ibarat mata pisau terbalik yang hanya tajam kebawah tapi tumpul ke atas”.
Untuk itu guna tidak melakukan pembiaran opini yang berkembang akan citra kepolisian yang semakin negatif, kiranya Kapolresta Medan segera mengambil langkah cepat guna perbaikan citra dan jaminan terhadap kepercayaan publik dan segera melakukan peninjauan ulang kembali penangguhan penahanan Tersangka yang telah ditetapkan.
Hormat kami
Para Pendamping dan Kuasa Hukum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H