Biet menjadi saksi ketika markas GAM akhirnya diberondong tembakan dari helikopter militer. Salah satu penembak jitu GAM bernama Kartini, berhasil menembak pilot  yang berujung dengan kejatuhan helikopternya. Tetapi tak lama datang bantuan lebih banyak lagi. Yang akhirnya meluluh lantakkan markas tersebut. Kartini yang sangat cantik akhirnya ditemukan tewas dalam keadaan duduk sambil tetap menenteng senjata otomatis.
Betapa peperangan selalu identik dengan penderitaan, baik yang ikut mengangkat senjata, ataupun yang menjadi saksi mata. Peperangan di satu sisi bertujuan mewujudkan harapan yang lebih baik, namun di sisi lain juga menghapus sebuah harapan.
Beberapa tahun kemudian, seorang Kapten yang memimpin perang tersebut saat kembali ke Kutaraja di sebuah kedai kopi bercerita begitu panjang," ... saat melihat mayat-mayat itu, aku kembali berpikir tentang esensi diriku sendiri sebagai tentara dan pemimpin penyerangan.Â
Yang mati itu juga anak seseorang, ayah seseorang, kemenakan seseorang, anak negeri ini. Dan penyerangan itu cuma beberapa bulan sebelum pemimpin negara dan petinggi pihak gerilyawan setuju untuk berdamai. Kami tidak menemukan sesuatu yang sangat penting di pulau itu kecuali kematian-kematian yang tidak perlu."
Judul buku    : Paya Nie
Penulis       : Ida Fitri
ISBN Â Â Â Â Â Â Â Â : Â 978-602-0788-56-2
Penerbit      : Marjin Kiri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H