Internet menjadi kebutuhan pokok, bahkan kebutuhan utama saat pandemi ini. Semua dilakukan lewat daring. Dari sekolah, bekerja, belanja, hingga mencari hiburan agar tak jatuh dalam kebosanan selama di rumah. Segala kebaikan tentu saja patut untuk diperjuangkan. Tetapi bila untuk dosa, apakah masih patut untuk dibeli?
Tanpa membeli pun, kita semua masuk sebagai manusia pendosa. Setiap waktu selalu bergumul dengan kebaikan dan keburukan melalui bisik-bisik yang terdengar hati dan pikiran kita. Berprasangka buruk, menghakimi orang, merasa lebih baik, dan kesombongan adalah lingkaran yang tak terhindarkan.
Anehnya, manusia sekarang makin suka menambah dosanya dengan membelinya.
Lihat bagaimana para pendengki dengan nikmat berkomentar buruk pada postingan pesohor, atau artikel apa saja yang dianggap tak sejalan dengan pikirannya. Dari body shamming, merisak dengan kata-kata jahat yang terlontar tanpa memikirkan akibatnya bagi yang menerima.
Para pejabat negara juga tak kalah buruknya memberi contoh. Dari menggiring opini, menyalahkan orang hingga memfitnah diuar tanpa berpikir. Banyak yang berlomba-lomba menjadi viral atau terkenal dengan panjat sosial.Â
Bagi mereka, terkenal adalah pembuka jalan untuk mencari timbunan uang dengan cara yang mudah. Masa bodoh dengan keburukan yang ditimbulkan. Manusia oportunis dengan beragam topengnya makin tumbuh subur.
Kematian yang harusnya menjadi peringatan juga pelajaran, bahwa kita semua pasti mengalaminya, sudah tak dianggap lagi. Seolah mereka mampu melakukan tawar menawar dengan sang maut, yang sejatinya paling dekat dengan kita.
Hanya sedikit yang mampu mengendalikan bibir, jemari dan pikirannya. Hanya sedikit yang menyadari bahwa setiap gerak yang dilakukan oleh bibir, jemari dan pikiran, akan mampu membawa dampak yang luar biasa, untuk hal baik atau sebaliknya.
Teringat sebuah nasihat ...
"Sebaik-baik manusia adalah yang bisa menahan mulutnya dengan menjaga ucapannya dan membuka tangannya untuk membantu juga memberi. Sejelek-jelek manusia adalah orang yang suka membuka mulutnya dengan tidak menjaga ucapannya dan menahan tangannya dari membantu, memberi dan menolong orang lain."
Jika Anda membeli kuota internet hanya untuk berbuat buruk, sama artinya Anda membeli dosa. Pertanyakan pada diri sendiri, patutkah itu?