Tontonan begitu bebas menguar segalanya. Harusnya tak lagi perlu disamarkan dada atas yang terbuka atau memotong adegan ciuman, sementara di realitas, semakin tak terbendung yang membuka dan mempertontonkan kemesraan tanpa risi.
Entah kemana perginya tuntunan yang harusnya menjadi landasan terbaik. Porgram luar di Indonesiakan dengan bangga. Seolah bangsa ini tak memiliki apa pun untuk dibanggakan. Pemirsa kehilangan identitas tanpa merasa. Adab beralih kiblat dengan semakin permisifnya masyarakat menerima segala dari luar yang disandingkan dengan kata modernitas.
Lalu ketika tontonan menjadi inspirasi para pelaku kejahatan untuk memerkosa, merampok, membentak orang tuanya, dan lainnya, tak pernah dianggap sebagai hal serius. Belum lagi kumpulan ibu-ibu paranoia penggemar berat sinetron poligami yang tayang setiap hari, pada suami sendiri. Asal ada perilaku yang sama dengan apa yang dilakukan para pelakon, sudah disimpulkan sendiri. Menguar kehidupan perkawinan sekarang ini menjadi kebiasaan yang banyak mendapat simpati.
Suami istri bukan lagi berfungsi sebagai pakaian yang saling menutupi. Apa pun keburukan dan kekurangan pasangan menjadi santapan para penggemar infotainment . Semakin dibuka, semakin banyak yang menguar pujian sebagai orang yang 'apa adanya'. Batas sudah tak lagi ada. Hidup bagai berada di sebuah akuarium berkaca bening.
Pernahkah ada penelitian tentang dampak sebuah tontonan di sini? Bukankah para pemirsa tak semuanya mampu menyaring apa yang ditontonnya. Adakah pula yang masih memikirkan manfaat tontonan yang disajikan dibanding dengan mengejar rating semata?
Semoga pada momen hari jadi ini, ada evaluasi, bukan sekadar heboh berselebrasi.