Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Televisi, Riwayatmu Kini

24 Agustus 2020   14:10 Diperbarui: 24 Agustus 2020   14:16 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini  58 tahun usia televisi Republik Indonesia. Bagian dari sejarah yang tak terbantahkan. Menemani hari-hari rakyat Indonesia tanpa henti.

Dahulu, menjadi primadona karena berdiri tegak sendiri. Belum ada televisi swasta, apalagi yang berbayar. Belum digempur tontonan streaming yang sekarang menjamur. Ada anchor Anita Rachman, Toety Aditama, Sambas, Rusdi Saleh menjadi bintang yang tak terlupakan sebelum era Desy Anwar, Helmy Yohannes, Dana Iswara sampai Najwa Shihab bersinar.

Tontonan sederhana bertajuk fragmen dengan sajian yang masih mengedepankan tuntunan. Ada keluarga Marlia Hardi yang rajin menyapa, ada pula dunia dalam berita yang selalu dinanti. Belum lagi pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris bersama Yus Badudu dan Anton Hilman. Bertabur pula tausiah rutin di malam Jumat bersama Buya HAMKA, juga Tuti Alawiyah. Tak terlupakan.

Berita hanya dari satu sumber yang dipercaya dan tepercaya lewat layar kaca. Kearifan lokal terjaga, lewat beragam tayangan seperti ketoprak tanpa label humor. Mengenali tokoh Minak Jinggo dan lainnya. Bersanding dengan film serial yang terus di buat ulang. Hawai Five-0, Mission Impossible, Kojak, The Saint, dan lainnya.

Lalu di akhir tahun delapan puluhan, mulailah muncul televisi swasta bernama RCTI. Bukan lagi drama atau fragmen yang muncul, berganti nama menjadi sinetron. Lalu serial asing yang tak kalah memikat mengakrabi. Dari Mac Gyver yang masih dibintangi Richard Dean Anderson hingga yang lain tayang di waktu utamanya.

Terus bertumbuh beragam stasiun televisi baru. Yang mengusung berita sebagai spesialisasi, pendidikan, hingga saluran olahraga. Menggeliat menggoda pemirsa TVRI yang masih bergelut di tempat yang sama. Iklan menjadi pembeda, membuat TVRI mulai ditinggalkan pemirsa.

Ketika Helmy Yahya mulai membenahi kembali, sedikit harapan terlihat. Tetapi sayang, banjirnya media sosial, televisi berbayar dan saluran streaming masih menjadi pilihan para pemirsa menengah ke atas. Acara yang membosankan, serial lawas, tak banyak menghasilkan kembalinya pemirsa. Kuis lama diperbaharui, pun tak menolong banyak.

Tuntunan pun menjadi kabur, terlebih sinetron banyak dibuat tanpa keseriusan dan hanya bertabur wajah rupawan. Hantaman drama Korea, buyarkan pemirsa utama. Bukan hanya TVRI yang ditinggalkan, juga stasiun swasta lainnya yang semakin tak jelas programnya.

Dari saluran cekakakan tiada henti, hingga saluran klenik dipamerkan tanpa risi. Entah bagaimana rating menjadi tujuan, tanpa peduli tontonannya menjadi tuntunan ataukah sebaliknya. Berisiklah negeri ini, bukan hanya dengan pembicaraan tanpa arti, juga hedonisme semakin menjadi yang dipertontonkan lewat sinetron sepanjang hari. Tak lagi terlihat budaya malu apalagi ketimuran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun