Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Suka Oppa atau Oplas?

26 Juli 2020   10:06 Diperbarui: 26 Juli 2020   10:10 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pict from kholic.id

Setiap hari, kita dengan mudahnya melihat jutaan wajah manusia. Dari foto beragam media sosial, hingga yang tampil di televisi. Dari yang sedang terbahak, hingga yang sedang menjerit. Kita tinggal memilih, mana yang paling kita sukai untuk dilihat sepuasnya, bahkan bisa diulang-ulang setiap hari. 

Pernahkah sesekali kita perhatikan, betapa luar biasa ciptaanNya, karena dari sekian banyak manusia, tak ada yang sama satu sama lain, sekalipun terlahir kembar. Selalu ada pembeda.

Manusia adalah ciptaan yang paling sempurna. Realitasnya, tak semua manusia suka melihat wajahnya sendiri. Tak semua manusia juga suka menjadi tua, yang memang pasti, jika memang diberi usia yang panjang.

Manusia pun mulai berpikir, bagaimana membuat wajah dan tubuhnya sesuai dengan yang diinginkan, bukan yang sudah diberikan olehNya. Manusia juga memikirkan bagaimana saat bertambah usia, tetapi tidak disertai bertambah kerutan dan kulit yang kendor di wajah dan tubuhnya.

Yang sudah sempurna, tampaknya bagi sebagian manusia belumlah sempurna, hingga akhirnya ditemukan cara untuk itu. Operasi plastik (oplas), semakin digemari dan dianggap hal biasa yang bisa dilakukan, terutama bagi yang memiliki uang.

Dari ujung rambut hingga ujung kaki, semua bisa dibentuk. Pernah saya menonton sebuah acara di televisi yaitu The Swan. Acara yang menyajikan bagaimana orang yang dianggap buruk rupa, dirombak dengan operasi plastik, hingga menjadi 'sempurna' menurut manusia.

Menyaksikan bagaimana kelopak mata diperbaiki, tulang pipi, hidung, bibir, payudara hingga paha bergelambir yang dibabat habis, entah kenapa saya bergidik sendiri. Setelah selesai, peserta tampil dengan perubahan yang cukup luar biasa perbedaannya dibanding saat sebelum dibedah. Proses penyembuhannya tentu saja berbulan-bulan.

Saat ini bukan hanya kain saja yang perlu disulam, karena selain dengan operasi plastik, wajah juga bisa disulam. Ada sulam alis dan entah apa lagi istilahnya, juga sudah dianggap bagian dari gaya hidup. Bukan hanya kaum Hawa yang melakukan, kaum Adam juga tak mau ketinggalan. Sebagian orang suka menyebut mereka sebagai manusia plastik.

Jika dulu mendengar kata 'operasi' bagai momok,  ditakuti dan dihindari, sekarang malah didatangi dan disukai.

Bukan hanya untuk memperbaiki apa yang dianggap kurang sempurna, tetapi juga dengan tujuan terlihat awet muda. Ada suntik ini dan itu sebagai penunjangnya. 

Tampaknya menjadi tua bukan lagi hal yang diharapkan. Bisa jadi karena menjadi tua identik dengan renta, wajah menjadi jelek dan sakit-sakitan, mungkin juga karena takut dengan kematian. Walau mati tak pernah menuntut usia tua atau muda.

Perawatan wajah rutin yang memang butuh ketelatenan, sudah mulai ditinggalkan oleh yang tingkat kesibukannya tinggi. Bedah plastik dan suntik, adalah cara cepat untuk menghilangkan kekendoran juga kulit jeruk alias keriput.

Yang jarang disadari oleh mereka adalah kebiasaan ini bisa menjadi adiksi. Karena semakin sering melihat cermin, maka semakin kita temukan yang tak sempurna pada wajah dan tubuh kita. Satu operasi selesai, maka operasi bagian lain direncanakan dan dijadwalkan.

Lihat saja yang sering riwa-riwi di televisi, bioskop, iklan dan lainnya. Wajah dulu dan sekarangnya banyak yang berubah. Dari yang berpipi tembem, sekarang menjadi tirus. Yang pesek menjadi bangir hidungnya. Yang gendut, berubah langsing bak Barbie, juga kulit yang dulunya mbladus tiba-tiba sudah putih kinclong, gigi pun tak luput dirapikan.

Semua butuh biaya yang tidak sedikit. Benar kata Eka Kurniawan, bahwa cantik itu luka. Bukan untuk sebuah judul dari kisah perempuan cantik yang terluka hidupnya, tetapi untuk menjadi cantik itu harus rela menjalani luka dan kesakitan dari operasi plastik, suntikan berkala yang harus dilakukan dan lainnya.  

Biaya tinggi inilah yang membuat banyak perempuan mengejar lelaki kaya raya, membiarkan suami untuk korupsi, dan menjalankan usaha yang tak lagi peduli benar atau tidak, halal atau haram.

Saya melihat, betapa semakin anehnya wajah mereka, terutama saat masuk usia senja. Seperti meleleh dan mengerikan. Yang namanya buatan, pasti butuh perawatan sepanjang masa. Boleh jadi dia mampu saat muda, tetapi ketika senjanya dia tak lagi mampu, silakan menerima risiko dari yang sudah dilakukan. Namanya sebuah tindakan, sekecil apa pun pasti ada risikonya.

Saya lebih memilih menikmati wajah oppa Lee Min Ho, Park Bo Gum, Hyun Bin sampai Kim Woo Bin, daripada harus disayat pisau bedah hanya untuk tetap cantik dan tetap muda. Oppa-oppa keren, tinggi, bersih dan rapi ini lebih menyehatkan bagi saya, karena mereka membuat hati terhibur dengan drama dan filmnya.

Bagaimana dengan Anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun