Kemarin, setelah tertunda minggu lalu, akhirnya bisa menonton film 1917 yang sedang hangat dibicarakan dan dijagokan sebagai film yang akan banyak mendapat penghargaan pada ajang Piala Oscar 2020.
Soal film, memang soal rasa dan juga selera. Namun, saya memang lebih suka dengan film yang diangkat dari kejadian nyata dibanding dengan film fiksi.
Memang kita bisa mengambil pelajaran dari kedua jenis film tersebut lewat pesan yang diselipkan.  Jika film fiksi, pesan itu jelas soal kebaikan melawan kejahatan dengan siapa pemenangnya. Namun film yang diangkat dari kisah  nyata, ada proses yang turut bercerita, bukan hanya soal bagaimana meraih kemenangan tersbut, tetapi juga memaknainya dengan cara yang berbeda.
Kemenangan tak selalu identik dengan suka cita, dan penghargaan. Banyak kemenangan yang lebih dalam dimaknai oleh sedikit orang. Layaknya ukuran kesuksesan, tak selalu sama pada setiap orang.
Lihat bagaimana pelajaran itu menyertai pada perjalanan mereka.
1. "Kenapa medali kamu kau tukar dengan anggur?"
"Karena aku haus dan menginginkannya,"jawab Schofield atas pertanyaan Blake yang memaknai medali penghargaan sebagai sesuatu yang paling  berharga untuk diberikan pada keluarga, sementara bagi Schofield sebaliknya. Medali hanyalah sebuah benda dari timah, tak bermakna lebih.
2. Saat terjebak pada sebuah tempat yang telah ditinggalkan musuh, mereka sempat menganggap seekor tikus hanyalah binatang pengerat biasa, hingga makhluk tersebut menginjak kabel peledak, yang hampir saja menewaskan Schofield. Betapa kita tak boleh menganggap sepele keberadaan apa pun di sekitar kita.
3. Saat seorang musuh yang pesawatnya jatuh dan ditolong Blake dengan mengeluarkannya sebelum pesawat meledak, ternyata menjadi penyebab akhir perjalanan hidupnya. Ada pesan terselip, bahwa tak semua niat baik kita dibalas dengan kebaikan.
4. Begitu juga, saat Blake bertanya,"Apakah aku akan mati?"
Di antara ketakutan kehilangan juga kesedihan, Schofield memilih untuk berkata jujur,"Ya."
Seringnya kita memberi penghiburan dengan dusta yang sebenarnya tak akan mengubah keadaan, sebagaimana kesadaran rekannya itu, bahwa Blake akan kehabisan darah akibat penusukan yang dilakukan oleh musuh, Â dan tak akan tertolong karena mereka jauh dari mana pun, plus tak ada petugas medis.
5. Dalam perjalanan, Schofield tanpa sengaja bertemu dengan seorang perempuan dan bayi perempuan. Mereka tak memiliki makanan atau susu. Tanpa ragu, sang kopral memberi semua simpanan makanan yang dimiliki, plus susu sapi yang dia ambil dari tempat sebelumnya.
Dalam keadaan apa pun, kita bisa menolong siapa saja. Tak ada yang kebetulan di dunia ini. Saat kita dihadapkan pada situasi seperti itu, Tuhan sering memberi 'ujian' pada kewarasan kita. Masihkah nurani bertahta saat melihat wajah bayi yang tak berdosa. Â Walau tak saling mengerti bahasanya, mereka bisa saling berkomunikasi lewat bahasa 'ketulusan'.
6. Perjalanan hidup, kadang kala tak seiring dengan apa yang direncanakan manusia. Sudah begitu payahnya kita untuk mencapainya, diujungnya kita hanya menerima penolakan. Kita tak boleh hanya sekadar marah, atau merutuk keadaan. Namun usaha untuk menyelamatkan sesuatu yang lebih besar dari keadaan kita, tetap harus dilakukan.
"Harapan, bisa menjadi hal yang paling berbahaya." Demikian kata Kolonel Mac Kenzi  saat dia hampir saja mengabaikan perintah dari atasannya langsung karena merasa yakin dengan apa yang dilakuka serta berharap menjadikan hari itu sebagai hari kemenangan.
7. Dari kejadian yang sama kita bisa mengambil pelajaran, bahwa kita tak akan mampu meyakinkan setiap orang. Akan selalu ada orang yang menyepelekan kita, bahkan tak menganggap keberadaan kita, walau kita mencoba menolongnya.
8. "Waktu adalah musuh."
Demikian yang tertulis pada gambar film 1917. Pesan implisit, yang tak jarang menampar kesadaran kita sebagai makhluk yang mudah lupa. Saat waktu yang begitu berharga tak kita hargai. Bagi Schofield dan Blake, waktu menjadi musuh yang menakutkan jika mereka tak mampu tiba pada saat yang tepat.
9. Pesan terbesarnya ada pada kata cinta. Rasa itulah yang membuat dua prajurit yang memiliki tekat dan merasa  mampu melakukan perintah atasan walau harus melalui tempat para musuh yang bisa membunuh mereka kapan saja, demi menyelamatkan banyak rekannya dan seorang kakak yang dia sayangi.
10. Cerita yang diambil dari kisah nyata ini juga bisa menjadi bukti, bahwa memang ada manusia yang seolah memiliki 'tujuh nyawa'. Terkena kawat berduri yang bisa saja membuatnya tetanus dan mati, dia bertahan. Terkena reruntuhan ledakan, dia bangkit dalam keadaan yang tak bisa melihat akibat matanya yang terkena debu. Di tembak, di hajar, dan lainnya dia bertahan hingga ke garis akhir.
Walau Joachim Phoenix sangat menawan memerankan seorang Joker, akting George Mac Kay di film ini tak kalah menawannya sebagai William Schofield. Namun, Sam Mendes  ... memang keren pol sebagai sutradara.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H