PENDAHULUAN
Kata korupsi teramat sering kita dengar dalam kehidupan bermasyarakat. Apakah kalian tahu apa itu korupsi?, siapa saja yang bisa melalukan korupsi?, serta bagaimana cara menanggulangi permasalahan korupsi tersebut?. Pertama-tama kita akan membahas sejarah dan pengertian kata korupsi itu sendiri. Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio yang artinya keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap dan tidak bermoral. Kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption, dalam bahasa Belanda menjadi corruptie. Dari kata corruptie kemudian masuk ke dalam perbendaharaan bahasa Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Definisi lain dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu “korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi World Bank ini menjadi standar Internasional dalam merumuskan korupsi. Indonesia sendiri melalui UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengelompokkan korupsi ke dalam 7 jenis utama. Ketujuh jenis tersebut adalah kerugian keuangan Negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Menurut Robert Klitgaard, korupsi bisa didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan untuk keuntungan pribadi. Jabatan tersebut bisa merupakan jabatan publik, atau posisi apapun di kekuasaan, termasuk di sektor swasta, organisasi nirlaba, bahkan dosen di kampus.Â
PEMBAHASAN
Masuk ke Negara Indonesia, korupsi itu seakan-akan sudah menjadi budaya (buruk) yang  terlampau sering dilakukan dari masa ke masa bahkan sudah sampai ketujuh kali pergantian pemimpin Negara, korupsi masih terus ada. Hal ini dianggap biasa saja, para pelaku tidak mengenal rasa malu apalagi memiliki rasa takut terhadap hukum yang akan menjeratnya, karena  memang kurangnya efek jera dari sanksi sosial ataupun hukum yang ada di Negara kita Indonesia. Para pelaku korupsi berskala besar bukanlah orang sembarangan, mereka adalah orang yang memiliki pendidikan tinggi dan memiliki jaringan yang luas. Dalam hal ini bisa pejabat pemerintahan atau pegawai negeri yang menempati posisi strategis, politisi, pemimpin perusahaan swasta, dan siapapun bisa melakukan korupsi tanpa terkecuali. Semua itu terjadi hanya untuk memperkaya diri sendiri atau orang-orang terdekat dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan oleh publik. Korupsi sebagai perbuatan tidak pantas dan melanggar hukum yang dilakukan oleh pejabat publik membuat kita jadi bertanya, hidup mereka sudah enak, gaji mereka juga pasti besar, semuanya sudah dimiliki, lalu kenapa masih saja korupsi?
Mengutip dari halaman Kemenkeu Learning Center terdapat istilah "Fraud Triangle" digunakan untuk menggambarkan tiga kondisi penyebab terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan perusahaan. Teori fraud triangle cukup populer untuk mengungkap alasan terjadinya kecurangan dalam bisnis. Model ini menguraikan tiga kondisi yang menyebabkan Tindakan fraud terjadi lebih tinggi dalam pekerjaan yaitu adanya motivasi, peluang, dan rasionalisasi.  Berikut bagian-bagian dari fraud triangle;
Kondisi #1: Motivasi/Pressure
Tekanan atau pressure ini berhubungan dengan niat seseorang dalam melakukan kecurangan. Seseorang yang melakukan fraud pasti memiliki motivasi atau dorongan tersendiri.
Kondisi #2: Peluang
Mungkin bagian yang paling mudah untuk dikendalikan oleh pemilik bisnis adalah peluang. Tidak peduli betapa tidak puas atau putus asanya perasaan karyawan Anda, mereka hanya dapat melakukan penipuan jika diberi kesempatan untuk melakukannya.
Kondisi #3: Rasionalisasi