Mohon tunggu...
rina okta
rina okta Mohon Tunggu... -

hmm... i'm just an ordinary one...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

BELANDA DALAM BATAS MIMPI KAMI, PARA ANAK PRIBUMI

2 Mei 2010   12:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:27 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Als ik eens Nederland was – Ki Hajar Dewantara

Seandainya Aku seorang Belanda. Mulanya hanya sebuah tulisan sederhana di sebuah brosur. Penuturannya pun lembut, santun, tak ada nada-nada amarah pun makian, namun sukses menghardik cara berpikir pemerintah kolonial Belanda yang ketika itu diterbitkan oleh Comite tot herdenking van Nederlandsch Honderdjarige Vrijheid atau yang dikenal dengan Komite Bumiputera. Dan tulisan itu diyakini sebagai tonggak dimulainya ‘masa tidur panjang’ bangsa kita.

Adalah ia, seorang bangsawan di Hindia-Belanda yang rela menanggalkan nama Raden Mas-nya lalu menghujamkan diri di dunia pengajaran dan pendidikan yang kemudian dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara. Ia berhasil menohok orang-orang Belanda dengan tulisannya yang luwes namun ganas itu tepat di jantungnya.

Sebenarnya tulisan itu sebuah sindiran bagi orang-orang Belanda yang ketika itu mengajak rakyat Hindia-Belanda yang terjajah untuk merayakan kemerdekan tuannya sekaligus mengajak mereka memberikan sumbangan uang sukarela untuk biaya perayaan itu (ohmaygot!!).

Begini Ki Hajar Dewantara menulis:


“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yaneg kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi tidak pantas untuk menyuruh si penduduk pedalaman memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghinakan mereka, dan sekarang kita membongkar pula koceknya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang mengyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa penduduk pedalaman diharuskan ikut mengkongsi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingan sedikit pun.”

Dan hasilnya beliau di buang ke Belanda. Namun kawan, pembuangan bukanlah jalan nista bagi seorang Guru Besar macam Ki Hajar, justru disanalah hasrat menambah pengetahuannya dalam bidang pendidikan semakin tak karuan, menggila, sebagai hasilnya beliau mendapat akta guru pada tahun 1915. Dan orang-orang yang berkeyakinan: dimulainya tulisan Ki Hajar yang demikian sebagai mulai tertidurnya bangsa kita, mereka SALAH BESAR.

BELANDA YANG MINI DENGAN SEJUTA MIMPI

Sama halnya dengan Ki Hajar dalam masa pembuangannya di Belanda (1913-1919) yang semakin melambungkan mimpinya untuk mencerdaskan diri demi memajukan anak negeri, saya pun terinspirasi demikian. Menyulam mozaik demi mozaik mimpi hingga menjadi sebuah puzzle yg utuh. Siapa coba yang tak mau menginjakkan kaki di negeri mini itu demi mewujudkan sejuta mimpi? Ya paling tidak untuk sebuah mimpi: menimba ilmu di Belanda yang terkenal dengan kualitas pendidikan dengan standar internasional yang baik. Tapi tentu mimpi itu perlu ditebus dengan harga yang tidak cuma-cuma. Selalu ada pengorbanan dibalik setiap perwujudan mimpi. Kalau meminjam kata-kata Arnold Schwarzenegger, “No pain, no gain”.

Seperti Ki Hajar yang harus merasakan dibuang dulu sebelum akhirnya berkenalan dengan gagasan-gagasan tokoh-tokoh pendidikan dunia seperti JJ Rousseau, Dr Frobel, dr Montessori, Rabindranath Tagore, John Dewey, dan Kerschensteiner. Tapi mungkin kalau kita ga harus menunggu dibuang dulu kali ya untuk bisa ke Belanda, salah duanya yaitu cukup punya score TOEFL yang disyaratkan dan kemampuan akademik yang mumpuni. Jadikan dirimu pilihan. Untuk saat ini kesampingkan dulu kata-kata Iwan Fals soal ‘aku bukan pilihan’. Sebab hanya mereka yang terpilih yang bisa menghirup udara Belanda.

BELANDA YANG BIKIN IRI

Yaaahh Belanda memang patut dijadikan sasaran iri. Belanda yang meski memiliki area mini (46 kali lebih kecil dari Indonesia; total daratan Indonesia sekitar 1.922.570 km², sementara Belanda hanya 41.256 km²) namun menyembunyikannya dengan kemajuan teknologi dan peradaban ilmu yg luar biasa hebatnya. Belum lagi penjuru-penjuru kota yg manis, teratur, bersih sebagai sasaran pose narsis para pendatang, termasuk mahasiswa-mahasiswa Indonesia disana, haha. Belanda yang orang-orangnya kadang dijuluki stereotype orang pelit karena motto ‘elk dubbeltje omdraaien’-nya (putar koin dua kali sebelum berpikir untuk membelanjakannya –red), yang toh pada akhirnya membuktikan bahwa kebiasaannya berhemat itu bisa membuat mereka maju seperti sekarang.

Belanda yang begitu fanatik dengan budaya sepedanya sehingga menjadikan negeri tersebut identik dengan negeri sepeda, benar-benar menjaga tradisinya sampai saat ini, bahkan diberikan jalan khusus untuk pengendara sepeda: Fiets Pad, dan hasilnya selain bisa sehat dan irit, mereka pun menjadi salah satu negara yang perlu dicontoh dalam upaya memelihara bumi dengan meminimalisir penggunaan kendaraan-kendaraan bermotor yang memroduksi asap. Belanda dengan banyak festival-festival acara lucu nan keren. Negeri yang punya banyak universitas-universitas bagus di rating dunia. Negara yang meski dulunya harus bersusah payah menimbun lautan untuk dijadikan daratan namun kini menjelma menjadi salah satu acuan untuk pendidikan dan perkembangan pengetahuan.

Belanda yang punya 2 bendungan megah nan gagah yang keberadaannya ditasbihkan sebagai tameng setiap badai lautan dan banjir bandang. Afsluitdijk (panjang 32 km, lebar 90 m, tinggi 72,5 m dari permukaan laut) dan Delta Works (total panjang 16.500 km, terdiri dari 2.420 km bendungan utama dan 14.080 bendungan sekunder) bertengger kokoh menghadang setiap ancaman banjir. Tidak hanya itu, keduanya disebut-sebut sebagai mega proyek yang dipercaya menjadi salah satu keajaiban konstruksi raksasa dunia, bahkan Delta Works dianugerahi predikat sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia modern versi American Society of Civil Engineers karena pengontruksiannya yang memakan waktu hampir 5 dekade dan menjadi salah satu pembangunan terbesar peradaban manusia modern.

Belanda yang menerapkan standard social service dan social security yang biayanya diambil dari pajak masyarakat berkisar antara 30 % sampai 60 % penghasilan. Belum lagi pajak rumah/lahan, air, energi, dan lain-lain yang dipungut setiap tahun. Ga heran kalau di Belanda tidak dijumpai orang yang sangat miskin hingga harus mengais-ngais makanan di tong sampah jalanan, sebab orang-orang tak mampu disana diberi tunjangan yang berasal dari pajak masyarakat itu. Belanda dengan pelayanan masyarakat yang tergolong professional sebab tenaga manusia-nya dibayar pantas, mulai dari buruh kasar seperti pengangkut sampah sampai profesi dokter.

Hmmpph…mengelus dada dan mencoba meredamkan riak-riak iri dalam hati pada negeri mini itu. Bisakah bangsa kita bercermin sedikiiit saja dari mereka? Dengan berjuta keindahan dan kekayaan negeri Indonesia ini, tak cukupkah bisa membuatnya merengsek naik pada level negara maju, bukan yang melulu negara berkembang? Come on u young people Indonesia, Indonesia butuh kita, saya dan kamu semua. Waahh, jadi menggebu-gebu begini saya ya, haha…

BELANDA YANG KINI JADI SASARAN ANAK-ANAK PRIBUMI

Kini bukan lagi hal yang luar biasa kalau Belanda jadi salah satu incaran anak-anak pribumi mengadu nasib dalam hal akademik melalui jalur scholarship yang beragam ditawarkan. Banyak jalan ke Belanda, kata mereka scholarship seeker. Beberapa informasi banyak tersebar di mesin-mesin pencari macam mbah Google dan kawan-kawannya. Seperti beasiswa StuNed, HSP Huygens Programme, Erasmus Mundus Scholarship Programme, Utrecht University Excellence Scholarship, dan masih banyak yang lainnya. Kuncinya banyak-banyak searching info-info beasiswa saja atau bertanya-tanya pada rekan-rekan yang memiliki link di Belanda.

Terakhir yang juga turut menjalin kerjasama dengan StuNed yaitu PMRI dan DIKTI yang kemudian dikenal sebagai beasiswa International Master Program on Mathematics Education (IMPoME) yang tahun ini memasuki tahun ketiga.

Ada banyak kesempatan menuju Belanda melalui jalur beasiswa. Data NESO menyebutkan, jumlah mahasiswa Indonesia di Belanda mengalami peningkatan dalam rentang waktu tiga tahun terakhir ini, yaitu mencapai 12 persen atau sebesar 53.550 orang pada tahun ajaran 2007-2008. Laporan yang serupa diperoleh dari data Nuffic yang menyatakan bahwa di tahun ajaran 2008-2009, Indonesia berada di posisi kedua dengan jumlah mahasiswa terbanyak di Belanda, yaitu 1.350 mahasiswa, setelah China yang jumlah mahasiswanya mencapai 5.000 orang, disusul India (550), Korea Selatan (450) dan Vietnam (450). Wowh!! Jadi tak perlu khawatir kita akan sendirian disana. Yang paling utama adalah siapkan diri, terutama persyaratan bahasa, sehingga ketika tawaran itu datang, kita sudah siap melenggang dengan matang.

BELANDA YANG TAHU BALAS BUDI

Mungkin salah satu balas budi Belanda atas Indonesia yang sudah ‘legowo’ menjadi sasaran jajahan yang sangat lama itu adalah terbukanya kerjasama yang bagus di bidang pendidikan. Banyak pihak dari Belanda maupun Indonesia yang menjalin hubungan satu sama lain untuk berbagi kemajuan. Dan tentu saja ini jadi peluang besar bagi pelajar Indonesia untuk ‘mengeksploitasi’ Belanda sebanyak-banyaknya. Apalagi sistem pendidikan Belanda, menurut beberapa penelitian kabarnya menunjukkan bahwa mereka yang pernah studi di universitas/institusi pendidikan tinggi Belanda memiliki kinerja yang sangat baik di manapun mereka berada (meng-amin-i dalam hati).

Salah satu contohnya mungkin Ki Hajar Dewantara itu. Hasil belajarnya di Belanda dipraktekkan dengan membuka sekolah Tamansiswa. Memosisikan anak sebagai figur sentral dalam pendidikan dengan memberikan kemerdekaan sepenuh-penuhnya untuk berkembang itulah ide dasar pengembangan konsepsi Ki Hajar. Peran guru hanya membimbing dari belakang dan baru mengingatkan anak kalau sekiranya mengarah kepada suatu tindakan yang membahayakan (tutwuri handayani) sambil terus membangkitkan semangat dan memberikan motivasi (ing madya mangun karsa) dan selalu menjadi contoh dalam perilaku dan ucapannya (ing ngarsa sung tuladha).

Hmm…berapa lama saya menulis ya? (menengok jam dinding sebentar) Setelah saya baca ulang, saya jadi semakin cinta dengan Indonesia, dan ingin meninggalkannya…sesaat (lho?). Bukan untuk meninggalkan selamanya, tapi demi sebekal modal untuk acuan mengembangkan bumi pertiwi ini. Sebab Indonesia terlalu indah untuk diabaikan. Sebab Indonesia begitu memesonakan untuk tidak diindahkan. Sebab disinilah tempat pengabdian saya, tanah yang susah payah dimerdekakan mereka-mereka yang berjuang dengan harta, jiwa, dan raga.

DI INDONESIA RAYA TERCINTA.

***

ps. dari berbagai sumber bacaan: mulai dari koran baru, lusuh, lecek, bekas sampe buku sejarah, ada juga cerita ayah, curhatan teman-teman, baca-baca majalah online, blog-blog teman, etc. (tulisan ini diikutsertakan pada kompetiblog 2010 studi di Belanda)

kunjungi pula rumah hati saya:

http://duniarinaokta.blogspot.com/2010/04/belanda-dalam-batas-mimpi-kami-para.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun