Mohon tunggu...
Rina Nabila
Rina Nabila Mohon Tunggu... Editor - abstrak

bisa karna terbiasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sanggupkah si Tua Ini Bertahan?

22 Mei 2019   18:59 Diperbarui: 22 Mei 2019   19:01 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah artikel yang mengulas perjalanan hidup Pancasila dan bagaimana agar masyarakat Indonesia tetap ber-Pancasila

Pancasila, sebaris kata yang dicetuskan oleh Ir. Soekarno untuk menamai lima dasar negara yang ia usulkan pada sidang pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang Badan ini disebut Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, telah mengalami berbagai macam dinamika kehidupannya mulai dari proses kelahirannya sampai dengan keberadaannya di era reformasi sekarang.

Soekarno mengungkapkan bahwa pancasila itu adalah sebagai Philosofische grondslag yang berarti sebagai pondasi, fundamental, filsafat yang mengakar dan menguatkan berdirinya Indonesia yang merdeka, seperti kutipan pidato beliau pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945,

"Ma'af, beribu ma'af! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka tuan ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: "Philosofische grondslag" dari pada Indonesia merdeka. Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi."

Ibarat sebuah bangunan, pancasila bukanlah dinding sebagai pelindung ataupun tiang sebagai penyangga melainkan pancasila itu sendiri adalah pondasi yang menjadi dasar penentu seberapa kokohnya bangunan itu berdiri. Pondasi merupakan bagian penting dari sebuah bangunan akan tetapi ketika bangunan itu berdiri kita tidak akan bisa melihat dengan nyata wujud dari pondasi itu karena pada dasarnya pondasi itu terbenam di dalam tanah. Begitu pula pancasila, ketika sebuah bangunan yang bernama Indonesia ini berdiri kita tidak bisa melihat dengan nyata wujud dari pondasinya yang bernama pancasila itu karena pada dasarnya pancasila itu terbenam dalam tiap-tiap sanubari warga negaranya yang menjadi dasar pedoman berperilaku dalam berbangsa dan bernegara.

Sekarang Pancasila telah berusia lebih kurang 73 tahun, bukan waktu yang singkat, dalam kurun waktu tersebut pancasila telah melewati banyak dinamika kehidupannya. Pada era orde lama, ketika usia pancasila dari tahap balita hingga menuju masa pra-dewasa keberadaannya sempat tergoyahkan, sempat untuk tumbang dan jatuh sehingga akan merobohkan bangunan Indonesia ini. Akan tetapi, tak mudah memang untuk mencabut sebuah pondasi yang telah terbenam sangat dalam. Muncul ideologi Komunisme yang ingin menggantikan pancasila sebagai pondasi Indonesia tetapi pancasila dengan saktinya menghalau dan menggagalkan upaya ini. Sekarang momen ini kita kenang sebagai Hari Kesaktian Pancasila yang selalu diperingati pada tanggal 1 Oktober di tiap tahunnya. Inilah titik balik perjalanan hidup pancasila menuju masa dewasanya.

Di era orde baru di bawah komando sang jenderal, Soeharto, pancasila mengalami masa kejayaannya. Orde ini sangat men-dewa-kan pancasila. Semua sendi kehidupan bermasyarakat harus bernapaskan pancasila. Semua warga negara harus mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau Diklat P4 yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7). Pancasila menjadi sebuah mata pelajaran yang diwajibkan dalam kurikulum di tiap jenjang pendidikan dengan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Inilah masa yang menandai kedewasaan pancasila hingga menuju ke masa tua nya.

Hingga tibalah masa tua pancasila. Ketika orde lama tumbang, kemudian muncul era reformasi. Era reformasi dengan segala keterbukannya ditambah lagi dengan arus globalisasi yang terus menerjang bangsa ini membuat si tua pancasila tidak sanggup lagi berdiri dengan gagah untuk menghalau segala rintangan yang datang. Sekarang pancasila bukan lagi dewa yang harus dipuja oleh semua warga negara. Meskipun begitu, pancasila tetap harus ada dalam diri warga negara yang direfleksikan dalam tiap sikap dan perilaku berbangsa dan bernegara sekalipun era telah berubah dari otoriter yang sangat "pancasilais" menuju era reformasi yang semua berciri demokrasi.

Saat ini kembali merebak isu panas di tengah penghuni bangunan Indonesia ini untuk kembali mengganti pondasi pancasila dengan pondasi lain seperti khilafah dan bahkan ingin berusaha untuk mencoba kembali mengganti pancasila dengan komunisme. Berbicara masalah ideologi khilafah yang pada intinya ingin menyatukan semua negara di dunia ini dibawah satu komando sang khalifah dengan menegakkan syariat Islam secara mutlak. Mereka yang ingin mengubah pancasila dengan khilafah beranggapan bahwa pancasila itu seakan-akan tidak Islami.

Pancasila dikatakan tidak Islami ini sungguh sangat kontradiktif dengan apa yang akan kita dapatkan ketika menggali lebih dalam makna dari tiap-tiap sila itu sendiri. Semua sila tersebut ternyata bersumber dari al-Quran. Sila pertama dari Q.S. al-Ikhlas:1, sila kedua dari Q.S. an-Nisaa:135, sila ketiga dari Q.S. al-Hujurat:13, sila keempat dari Q.S. asy-Syuraa:38, dan sila kelima dari Q.S. an-Nahl:90. Keterkaitan ini hanya sebagian kecilnya saja dan masih banyak lagi ayat al-Quran maupun Hadits yang dapat dimaknai sebagai jiwa dari pancasila itu sendiri. Meskipun kita mengetahui bahwa pancasila itu lahir dari nilai luhur yang telah ada dan berkembang pada masyarakat Indonesia sejak dulu tetapi hal ini membuktikan bahwa ternyata nilai luhur tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam. Cukuplah kiranya bukti ini untuk membungkam orang-orang yang beranggapan bahwa pancasila itu tidak Islami.

Kembali pada kondisi nyata masyarakat Indonesia sekarang, ketika pancasila tak lagi menjadi dewa. Hanya segelintir kecil masyarakat Indonesia yang mampu menerapkan nilai pancasila dengan total di tengah era yang modern ini. Mengapa demikian? Karena sekarang bisa dengan mudah kita temukan sikap dan perilaku warga negara yang minim napas pancasila. Contoh kecilnya yaitu sikap individualis yang semakin menyebar di kalangan millenial, sikap ini sangat tidak mencerminkan nilai pancasila yang erat dengan kebersamaan dan ke-gotong royong-an. Belum lagi masalah-masalah besar lainnya yang semakin menggoyahkan nilai pancasila. Kemudian untuk menyikapi hal tersebut, pemerintah mengambil arah kebijakan untuk membentuk sebuah lembaga yang bernama Unit Kerja Presiden -- Pembinaan Ideologi Pancasila atau yang disingkat UKP-PIP dengan tugas untuk membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila dan melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan. Akan tetapi, sampai saat ini belum bisa kita rasakan dengan nyata hasil pekerjaan lembaga tersebut ataukah memang lembaga tersebut hanya alat politik semata? Kita tidak ada yang mengetahuinya. Yang hanya bisa kita lakukan sekarang adalah menunggu hasil kerja lembaga tersebut mengenai mau diapakan warga negara ini untuk kembali ber-Pancasila.

Sebagai warga negara yang semestinya menjaga akan dasar negaranya, kita tidak bisa duduk manis berpangku tangan menunggu hasil kerja pemerintah. Sudah sepatutnya kita bergerak, kita yang memulai gebrakan untuk kembali menghembuskan napas pancasila dalam tiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara tentu dengan cara yang berbeda dengan apa yang telah dilakukan rezim "penyembah" Pancasila. Gerakan bottom-up kiranya lebih efektif untuk mengakarkan Pancasila dibanding dengan gerakan top-down yang seakan memaksa orang untuk ber-Pancasila.

Penanaman nilai Pancasila harus dimulai dari unit terkecil dalam masyarakat yaitu dari individu tiap masyarakat yang kemudian berkembang ke unit keluarga, keluarga inilah yang kemudian akan membentuk karakter tersebut lebih kuat. Pembelajaran karakter Pancasila pada unit keluarga dapat dijadikan metode untuk menanamkan Pancasila lebih dini pada generasi muda penerus bangsa. Perwujudan karakter Pancasila dalam keluarga memang sebagian besar atau bahkan seluruhnya terjadi secara tidak langsung. Nilai Pancasila dalam keluarga direfleksikan melalui kebiasaan menghargai perbedaan antar anggota keluarga, musyawarah dalam keluarga, dan lain sebagainya yang kemudian apabila nilai ini telah mengakar cukup kuat kemudian dibawa ke tengah masyarakat yang plural maka akan melahirkan orang-orang dengan tingkat toleransi yang tinggi, warga negara yang berpegang teguh akan dasar negaranya, dan pada akhirnya akan menghasilkan seorang negarawan yang hebat.

Selain penanaman nilai Pancasila di dalam lingkup keluarga juga perlu untuk adanya penguatan nilai tersebut di lingkup pendidikan. Akan tetapi ironis adanya ketika kita menemukan masih ada lembaga pendidikan yang bertindak intoleran seperti kasus yang terjadi di beberapa sekolah yang mewajibkan seluruh siswi nya untuk mengenakan jilbab tanpa memandang agama dari siswi tersebut. Kebijakan ini sungguh sangat bertolak belakang dengan nilai toleransi yang diajarkan Pancasila. Seharusnya sekolah atau lembaga pendidikan itu menjadi wadah untuk menempa mental Pancasila melalui jalur pendidikan dengan penguatan pendidikan karakter Pancasila. Sekarang, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan kurikulum terbarunya yang menekankan pada pendidikan karakter dapat dipandang sebagai langkah awal penguatan karakter Pancasila dalam diri peserta didik. Tentunya langkah ini harus terus dikawal dan dikembangkan secara berkesinambungan agar apa yang dicita-citakan bisa terwujud sesuai harapan.

Indonesia dengan kemajemukannya memerlukan orang-orang dengan toleransi yang tinggi untuk menjaga kokohnya pondasi Pancasila ini. Akan tetapi, sekarang toleransi itu memang mudah untuk dikatakan akan tetapi sangat sulit untuk dilakukan, kata mayoritas dan minoritas masih ada di tengah masyarakat padahal Pancasila itu sendiri tidak mengenal istilah mayoritas maupun minoritas, yang ada hanyalah persatuan dalam kemajemukan, "Bhinneka Tunggal Ika". Miris memang kita rasakan saat ini ketika orang-orang yang saling bersaudara tetapi malah saling mengadu domba. Terlebih akhir-akhir ini, ketika memasuki tahun 2019, Tahun Politik, sikap tenggang rasa itu sulit untuk ditemukan. Yang ada hanyalah saling caci dan maki saat terjadi perbedaan pilihan. Padahal demokrasi yang diusung Pancasila tidak menginginkan hal tersebut dan lagi-lagi nilai Pancasila dilunturkan oleh orang yang mengaku ber-Pancasila sendiri.

Menyikapi hal tersebut sulit memang untuk kembali menyadarkan mereka yang menyimpang agar kembali pada ajaran Pancasila. Tapi tak mungkin juga untuk dibiarkan berkelanjutan maka disinilah diperlukan peran serta pemerintah dan masyarakat yang masih berpegang teguh pada Pancasila untuk mengkampanyekan lagi Pancasila dengan segala keluhuran nilainya. Pemerintah harus bisa mengeluarkan kebijakan-kebijakan penguatan Pancasila dan mengoptimalkan kinerja UKP-PIP sebagai lembaga negara yang berwenang untuk mengawal Pancasila. Masyarakat juga harus peka terhadap kondisi yang terjadi dan menjadikan Pancasila sebagai benteng dalam hidup bernegara sehingga nilai Pancasila bisa terus hidup dalam sanubari warga negara.

Gebrakan kecil kita untuk hidup ber-Pancasila dapat memberikan semangat lagi bagi si tua Pancasila untuk terus hidup dan berdiri dengan gagah menghalau segala rintangan berbangsa dan bernegara yang terus menghantam dan menggoyahkan negeri ini. Mari bersama kita wujudkan nilai Pancasila dalam tiap sikap dan perilaku kita sebagai masyarakat Pancasilais.

By: A.N.R.Y

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun