Mohon tunggu...
Rina Maruti
Rina Maruti Mohon Tunggu... Guru - Guru (PNS) di Madrasah Aliyah Negeri di Bogor/Penulis Buku/Mentor Menulis/Ghoswriter buku dan artikel

Penulis buku non fiksi dan ratusan artikel tentang dunia wanita, pendidikan, lifestyle, keluarga, bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Panggung Sandiwara

16 Agustus 2023   11:23 Diperbarui: 16 Agustus 2023   11:29 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay.com

        Bulan Agustus adalah bulan yang selalu menggembirakan dan penuh semangat. Winda tak sabar menanti hari ulang tahun kemerdakaan negara kita ini. Karena seperti biasanya Winda beserta teman-temannya satu RT selalu naik panggung saat merayakan puncak acara HUT RI itu di lingkungan tempat tinggalnya. Adikku yang paling bontot ini memang tak pernah absen setiap tahun untuk naik panggung. Ia memang hobi menari, selain itu karena ayah kami ingin anak-anak perempuannya pandai menari. Terutama tarian tradisonal, ayah yang seorang Jawa sejati selalu menanamkan cinta kesenian daerah pada anak-anaknya, termasuk aku.

        Hampir setiap hari pulang sekolah Winda latihan menari untuk persiapan manggung di rumah Susan, tetangga kami teman sebayanya. Resti, kakaknya Susan teman sebayaku yang melatih mereka. Kadang-kadang aku juga suka ikut hadir melihat anak-anak itu latihan menari. Tarian yang akan ditampilkan tahun ini ada beberapa jenis. Tari Batik, Sekar Puteri, tari Merak, tari Topeng dan tari Kijang. Aku sendiri menguasai beberapa jenis tari Sunda seperti yang disebutkan di atas tadi.

        Kami sejak SD memang sudah dimasukkan ke sanggar-sanggar tari Sunda oleh ayah. Walaupun ayah seorang Jawa sejati tapi beliau juga begitu mencintai kesenian Sunda. Selain karena ibu orang Sunda ayah pernah lama tinggal di Bandung, kuliah dan sempat bekerja di sana. Walhasil ayah juga banyak memahami budaya Sunda termasuk sangat fasih berbahasa Sunda.

"Kak...ditanyain mba Resti tuh", Winda membuyarkan lamunanku.

"Nanyain apa?" tanyaku.

"Kata mba Resti kakak ntar sore bisa ke rumahnya gak? Ada yang mau diobrolin katanya sekaligus temenin ngelatih nari."

"Iya ... Inshaa Allah bada Asar kakak kesana.".

Sabtu siang yang terik membuatku malas keluar rumah, apalagi kuliah libur, enaknya sih mojok di kamar sama hape atau laptop. Chatting sana sini sama teman-teman di dunia maya.

            Kriiing ... kriiing ... hapeku berdering. Aku terlonjak kaget. Astaghfirullah aku ternyata ketiduran tadi. Lusi teman kuliahku ternyata yang telpon, hihihi dia marah-marah karena chattingannya aku cuekin dari tadi. Laaahh gimana gak dicuekin orang aku ketiduran. Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, aku langsung bergegas mandi karena teringat ada janji dengan Resti sore ini.

************

            Ramainya rumah Resti sore itu, ya memang rumah Resti selalu jadi pusat latihan menari anak-anak di kampungku setiap menjelang panggung Agustusan akan berlangsung, apalagi sekarang malam minggu. Yang latihan dan yang menonton latihan campur baur, seru. Teras samping rumah Resti yang cukup luas rindang karena ada pohon kersen yang tumbuh tinggi membuat anak-anak di kampung kami betah berlama-lama latihan menari di tempat itu. Sebetulnya tidak hanya untuk latihan menari, biasanya kalau hari H sudah dekat anak-anak lain yang akan mengisi acara semua latihan di rumah Resti, ada yang latihan tari modern, vocal grup, sulap dan biasanya puncak acara ditutup dengan drama perjuangan.

            "Gita...," Resti memanggilku yang dari tadi celingak celinguk nyari-nyari Resti.

            "Siniiii...," Gadis manis itu melambaikan tangannya supaya aku menghampirinya.

            "Eehhh...ada Arga juga disini, gimana kabarnya Ga?" Tanyaku pada sang ketua pemuda di kampungku.

            "Baik Git," Pemuda menjulurkan tangannya sambil tersenyum, ngajak bersalaman. Cukup lama mereka tidak bertemu, sama-sama sibuk kuliah.

            "Git...ini Arga lagi cerita, katanya acara pangung RW kita akan digabung dengan RW 06, karena mau dihadiri oleh pak walikota, jadi kita harus nyiapin acara ini semaksimal mungkin. Gimana menurut kamu Git?" Resti menjelaskan dengan ekspresi serius.

            "Waahhh ... bagus itu, benar-benar kemajuan deh kalau acara RW kita bisa digabung dengan RW sebelah. Kan tahu sendiri dari dulu RW sebelah itu gimana sikapnya terhadap RW kita, apa mereka sungguh-sungguh gak salah pilih mengajak RW kita untuk mengisi acara bareng?" Tanyaku sedikit menyangsikan.

            "Untuk kali ini mereka serius Git," Arga ikut menjelaskan.

            "Tapi tidak semua acara bisa ditampilkan di sana hanya beberapa acara saja, makanya hari ini kita mau seleksi kira-kira acara apa yang akan kita tampilkan," kata Arga lagi.

            "Tapi kan kasian dong anak-anak yang sudah latihan hampir tiap hari, kalau mereka tidak tampil," kataku sedikit membela diri.

            "Yang tidak tampil di acara gabungan dengan RW 06 rencananya mau ditampilkan pada acara puncak di kecamatan Git, gak usah khawatir kita tetap akan menampilkan hasil kerja keras mereka kok, hanya saja tahun ini RW kita tidak perlu repot-repot ngadain acara panggung sendiri, lebih praktis kan?" Arga menjelaskan hasil rapat dengan pak RW.

            Latihan terus berlangsung, sambil meyeleksi acara yang akan ditampilkan kami berdiskusi juga masalah kostum tari yang akan dipakai para penari nanti. Diusahakan semaksimal mungkin jangan merepotkan para orang tua anak-anak penari itu. Setiap tahun aku dan Resti memang selalu yang membantu anak-anak itu menyiapkan kostum tari. Repot memang ... tapi menyenangkan, dan yang lebih menyenangkan lagi adalah saat melihat mereka tampil penuh percaya diri di atas pangggung.

***********

            Menjelang Magrib latihan berhenti dulu, akan dilanjutkan lagi jam 19.00 malam nanti. Selesai sholat Magrib aku merebahkan diri di tempat tidur sejenak sambil berpikir semoga saja acara panggung seni Agustusan tahun ini berjalan lancar tak ada halangan apapun. Pikiranku menerawang ke beberapa tahun silam, teringat suatu kejadian saat aku masih SD seusia Winda adikku, menjelang acara puncak agustusan di RW  ku. Aku gagal tampil karena tiba-tiba sakit dan harus masuk RS karena harus operasi usus buntu. Usus buntuku hampir pecah, seminggu aku terbaring di RS saat itu. dan merayakan 17 Agustus di rumah sakit. Aku ingat waktu itu operasi dilakukan tanggal 14 Agustus. Sedih, kecewa, karena tidak bisa bergabung bersama teman-teman untuk merayakan 17 Agustus saat itu. Terbayang dalam pikiranku teman-teman sedang bersuka ria mengikuti macam-macam lomba di lapangan bulutangkis di kampungku, sedangkan aku meringis kesakitan di rumah sakit karena baru beberapa hari operasi.

            "Kak...nanti aku pake kostum tari yang seperti tahun lalu gak kak?" Tiba-tiba Winda membuyarkan lamunanku lagi.

            "Kamu jadinya ikut tari apa? Sekar Puteri atau tari Batik?" Aku balik bertanya.

            "Tari Batik aja ahhh, Sekar Puteri bosan."

            "Ya udah pakai kostum tahun kemarin saja, mungkin nanti ada sedikit modifikasi baru di kostumnya supaya gak itu-itu mulu yang dipakai tiap tahun, nanti malam kakak bicarakan lagi deh sama Mba Resti."

            Sejujurnya aku menyangsikan acara tahun ini akan berjalan lancar jika digabung dengan RW 06, bukannya apa-apa sudah menjadi rahasia umum di keluargaku kalau ketua RW 06 itu mempunyai hubungan yang kurang baik dengan ayahku. Kebetulan ayahku pun pernah menjadi ketua RW di kampungku. Entah kenapa pak Maman ketua RW 06 itu selalu bersikap sinis terhadap ayah. Mereka pun satu kantor, padahal ayah seorang pegawai pemda biasa bukan pejabat tinggi yang mempunyai harta kekayaan berlimpah.

        Ayah hanya sebagai kasie di kantornya sedangkan pak Maman tidak memiliki jabatan apa-apa. Beliau mendapat jabatan itu karena orangnya jujur, sederhana, sangat disiplin dan mempunyai prinsip kuat, tidak mudah terpengaruh oleh arus teman-temannya di kantor. Satu alasan lagi kenapa ayah tidak disukai pak Maman karena ayah orang Jawa, seharusnya yang menduduki jabatan di kantor itu sebagai kasie bukan orang pendatang melainkan harus tuan rumah (orang Sunda maksudnya) seperti beliau itu. Haduuhhh...heran deh aku, hari gini masih juga berpikir sukuime, rasanya udah gak zaman deh. Mestinya dia paham bahwa siapa yang berprestasi dialah yang berhak mendapat jabatan yang layak.

            Latihan berlanjut khususnya untuk usia remaja sampai jam 22.00, sekalian seleksi acara untuk  hari H yang semakin dekat. Kami harus menyeleksi acara yang bagus-bagus untuk ditampilkan di acara gabungan itu supaya tidak memalukan karena RW kami sebagai tamu pengisi acara.

            Terpilihlah beberapa acara yang akan mengisi malam puncak peringatan HUT Kemerdekaan RI tanggal 20 Agustus nanti. Salah satunya adalah Tari Batik yang akan dibawakan Winda beserta tiga orang temannya. Selain itu acara yang akan ditampilkan vocal grup, juga beberapa tarian lagi baik tarian modern dan 1 lagi tari daerah. Drama akhirnya akan ditampilkan mengisi acara puncak di kecamatan. Alhamdulillah akhirnya semua peserta yang akan tampil terakomodir, dan siap menampilkan hasil kerja keras mereka dengan baik. Mudah-mudahan para pengisi acara semuanya puas dengan keputusan tadi.

***********

            Panas yang menyengat membuat aku masih bertahan di kampus untuk tidak pulang dulu. Selain karena teriknya matahari juga karena aku harus ke perpustakaan bersama teman-teman mencari beberapa buku untuk tambahan referansi tugas presentasi minggu depan. Perkuliahan baru beberapa minggu dimulai, tapi tugas sudah mulai berdatangan dari beberapa dosen.

            Baru aku memasuki gedung perpustakaan yang sejuk itu tiba-tiba hpku berdering. Panggilan masuk dari Resti.

            "Gita...gawaaaattt...!!"  Resti setengah berteriak dan sedikit panik menelponku.

            "Ada apa Res?" Tanyaku kaget.

            "Kamu dimana sekarang? Ada yang harus kita bicarakan, penting banget," Resti sepertinya benar-benar panik.

            "Iya apaan yang gawat Res, kasih tau dong sedikit supaya aku gak bingung."

            "Acara panggung kita terancam batal Git, aku khawatir anak-anak pengisi acara akan kecewa," Resti menjelaskan dengan penuh kecemasan.

            "Oke Res...ntar sore aku ke rumahmu ya, aku masuh di perpus bentar lagi aku pulang," Aku memotong pembicaraan.

            Ternyata kekhawatiranku selama ini benar-benar terjadi. Ada masalah apalagi ini dengan RW sebelah...duuhhh kenapa siiiih seneng banget cari masalah dengan saudara sendiri sekampung?

            Sore itu dirumah Resti tidak ada jadwal latihan, Arga sang ketua pemuda dan beberapa teman pengurus karang taruna sudah berkumpul juga disana. Resti sengaja meliburkan latihan hari ini dengan dalih badannya sedang kurang sehat padahal hari H sudah dekat, tanggal 17 tinggal 1 hari lagi. Acara puncak panggung kesenian tanggal 20 Agustus sudah di depan mata, persiapan sudah matang karena akan dihadiri oleh walikota tapi semua terancam batal. Terbayang adikkku pasti akan menangis jika dia tahu bahwa acaranya batal.

            Ternyata masalah pembatalan itu terjadi karena masalah sepele saja. RW ku mendapat juara lomba kebersihan tingkat kecamatan dan lomba pos yandu sehat. RW sebelah tidak mau terima karena selama ini pak RW sebelah itu terkenal dekat dengan pejabat-pejabat desa dan kecamatan. Kenapa harus RW 03 yang juara kenapa bukan RW 06 yang juara? Waduuhhh tanyalah pak itu pada rumput yang bergoyang.

**********

            Dugaanku tepat, Winda menangis saat diberitahu bahwa acara panggung di RW 06 dibatalkan, RW kami tidak jadi mengisi acara di panggung tersebut dengan dalih acara kesenian dari RW 06 pun sudah cukup banyak dan waktu tidak memungkinkan untuk menampilkan acara dari anak-anak RW 03. 

            "Yaaah sudahlah mau apalagi, dunia belum berakhir, Dek kamu tidak jadi manggung juga." Ujarku.

            Akhirnya ayah memberikan pengertian pada Winda bahwa merayakan hari kemerdekaan itu tidak harus selalu dengan acara-acara seperti itu, tak perlu kecewa karena batal manggung, yang terpenting adalah kita harus memahami esensi dari hari kemerdekaan itu. Belajar dari pengorbanan para pahlawan kita yang sudah berjuang sampai titik darah penghabisan untuk kemerdekaan negara kita ini. Masih banyak peluang dan kesempatan kita untuk terus berkarya mengisi kemerdekaan ini selain dengan membuat acara-acara pertunjukkan panggung yang bersifat temporer itu.

            Aku berusaha menghibur Yuli, bahwa latihannya selama ini bukanlah hal yang sia-sia, anggap saja latihan yang dilakukannya rutin sebagai bentuk perjuangannya melestarikan budaya kita khususnya tari Sunda. Pasti akan ada kesempatan lain lagi untuk tampil dengan kondisi yang jauh lebih baik.

Sumber gambar: Pixabay.com
Sumber gambar: Pixabay.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun