Mohon tunggu...
Rina Mirawati
Rina Mirawati Mohon Tunggu... -

i love simplicity

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah atau Pasar Rau?

8 Juni 2012   15:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:13 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rabu, 6 Juni 2012 saya mewawancarai anggota DPRD Kaupaten Serang, Ir. H. Um Setiajaya, mengenai masalah pungutan liar yang terjadi di sekolah yang menerima dana BOS. Sambutan yang diberikan oleh beliau sangatlah baik, bahkan saya disebut sebagai keponakannya sehingga saya dengan mudah masuk ke dalam ruangan komisi 2.

Ada 4 anggota DPRD di dalam ruangan tersebut serta ada 3 orang pegawai pemerintahan. Asap rokok mengepul memenuhi ruangan yang membuat ruang kecil itu semakin terasa sesak. Setelah cukup mencba beradaptasi dengan ruangan tersebut, saya mulai menjelaskan tentang adanya masalah pungutan liar yang ada di sekolah yang menerima dana BOS yang seharusnya dipergunakan dengan sebaik mungkin untuk memfasilitasi proses kegiatan belajar mengajar. Baru melontarkan pertanyaan pertama mengenai pungutan liar, beliau langsung menghentikan proses wawancara. Saya sempat bingung. Ternyata beliau meminta kepada pegawai pemerintahan yang ada di ruangan tersebut untuk mencari berkas mengenai peraturan pendidikan. “ Masalah pungutan adalah masalah yang sensitif”, ujarnya.

Setelah mencari sampai keluar ruangan, berkas yang diminta tak juga ditemukan. Si pegawai pun menelepon pegawai lainnya untuk menanyakan keberadaan berkas tetang peraturan pendidikan tersebut. Tapi ternyata sang kuncen sedang makan siang di tempat yang cukup jauh. Saya meminta untuk mengajukan pertanyaan yang saya rasa bisa dijawab meskipun tanpa berkas yang dibutuhkan oleh beliau. Namun beliau menolak karena beranggapan pasti pertanyannya akan berkaitan dan tentu saja membutuhkan berkas tersebut.

Saya mencoba megajukan pertanyaan mengenai perizinan sekolah yang mau mengadakan pungutan terhadap para siswanya, dan beliau menjawab bahwa ada pungutan yang memang boleh dilakukan dan ada yang tidak boleh dilakukan. Pungutan yang sudah melalui rapat antara orang tua siswa dan komite sekolah cenderung diperbolehkan. Jawaban ini membuat saya berpikir bahwa dalam rapat persetujuan pembayaran seringkali dilakukan metode voting yang mengambil suara terbanyak mengenai berapa dana yang akan ditarik sekolah, suara-suara tidak setuju akan adanya pungutan cenderung diabaikan.

Berikutnya saya mempertanyakan pernahkan ada orang tua siswa yang protes mengenai pungutan yang dilakukan oleh sekolah. Menurutnya pihak orang tua yang keberatan dengan biaya yang dibebankan kepada mereka cenderung melayangkan protes setelah mereka membayar atau setelah ujian. Kalau seperti itu kejadiannya komisi 2 atau Dinas Pendidikan tidak dapat bertindak banyak. Namun apabila protes dilayangkan sebelum ujian, mereka bisa bertindak dengan melakukan peneguran terhadap sekolah yang bersangkutan untuk meniadakan pungutan tersebut. Menurut saya, seharusnya komisi 2 atau Dinas Pendidikan yang bertugas dalam mengatur jalannya pendidikan di daerah dapat bertindak lebih dari itu. Meskipun orang tua melapor setelah ujian, mereka masih bisa tetap bertindak seperti mengembalikan uang yang telah dipungut apabila diketahui pungutan tersebut tidak penting atau cenderung mengada-ada.

Setiap tindakan yang melanggar peraturan yang tertulis tentulah harus diberi sanksi yang jelas untuk memberikan efek jera kepada pelakunya. Hal ini juga berlaku untuk sekolah yang melakukan pungutan yang menguntungkan sekolah terhada para siswanya. Saya pun bertanya kepada H. Um tentang sanksi yang akan diberikan kepada sekolah yang melakukan pelanggaran. Tapi beliau menjawab bahwa mereka hanya bisa menegur kepada Dinas Pendidikan mengapa bisa sampai ada punguta seperti ini, yang berhak memberikan sanksi adalah eksekutor yaitu bupati karena peraturan pendidikan dibuat menurut SK Bupati. Saya kembali menanyakan apa sanksi yang pernah diberikan oleh Bupati terhadap sekolah yang melakukan pelanggaran, namun beliau kembali menjawab bahwa mereka tidak berwenang dalam memberikan sanksi. Setidaknya meskipun mereka tidak berwenang dalam memberikan sanksi, mereka harus tahu apa sanksinya apabila ada tindakan pelanggaran. Beliau menegaskan bahwa peratran tersebut ada di dalam berkas yang dari tadi belum juga datang. Disana sangat banyak peraturan sehingga beliau tidak hafal.

Setelah lama ditunggu sang kuncen tidak juga datang, sehingga saya memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan ini. Saya berharap sekali sekolah yang menerima dana BOS untuk menggunakan dan memanfaatkan dana tersebut dengan sebaik-baiknya. Janganlah mengambil keuntungan dari pengabdian yang seharusnya dilakukan dengan ikhlas sebagai pahlawan tanda jasa. Apalagi bagi sekolah yang seringkali melakukan penahanan kartu ujian kepada para siswa yang belum melunasi pembayaran sehingga siswa tidak dapat mengikuti ujian bersama temannya yang lebih mampu. Terlebih lagi sekolah negeri yang seringkali menjadi pilihan masyarakat karena biaya murah menjadi pertimbangan dalam pilihan tersebut. Kepercayaan yang sudah ada di dalam pikiran masyarakat haruslah dijaga. Sekolah bukanlah pasar dimana setiap penjual melakukan berbagai macam usaha untuk mendapatan keuntungan yang sebesar-besarnya.. Toh mereka sudah cukup mendapat kesejahteraan dari pemerintah dengan gaji dan tunjangan seumur hidup, bahkan sampai mereka mati gaji akan tetap mengalir.

Untuk lembaga-lembaga yang bertugas mengawasi jalannya peraturan juga harus lebih tegas dalam memberikan sanksi terhadap pelanggaran sekecil apapunn itu. Mereka diberi gaji sekian juta perbulan bukan hanya untuk duduk di dalam ruangan ber ac sambil merokok dan bermain handphone, mereka dibayar untuk rakyat.

FISIP UNTIRTA/ILMU KOMUNIKASI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun