Mohon tunggu...
Rinaldi Panji Putra
Rinaldi Panji Putra Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Masih belajar untuk berbagi

Pemimpi(n) yang tak sempurna. Imajinasi lebih hebat daripada pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ikhlaskanlah

19 Oktober 2016   21:21 Diperbarui: 19 Oktober 2016   21:31 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matanya melayang-layang, pikirannya terbang melayang bak layang-layang yang dihembus angin. Malam itu ia mulai merubah, merubah haluan cintanya. Ia mulai melupakan cinta pertamanya di sekolah dan mulai melirik perempuan anggun yang ia kenal ketika bergabung di organisasi remaja masjid.

Entahlah ia sedikit gugup menghadapi situasi seperti ini. Ia merasa berat untuk melepas begitu saja cinta pertamanya, ia merasa belum mencurahkan setiap isi hatinya kepada perempuan yang ia kenal ketika masa ospek di sekolah dulu.

Perjalanan selama dua tahun di sekolahnya, dengan prestasi yang cukup mentereng tak sejalan dengan kisah cintanya yang penuh dengan lika-liku layaknya sirkuit di Jerman yang membuat pebalap Formula One, Niki Lauda terjatuh hingga sebagian kepalanya harus dioperasi pada tahun 1970.

Tengah malam yang sunyi itu, ia merenung, matanya memandang jauh gelapnya malam. Hingga membuat Bulan penasaran dengan tingkah aneh sang Pemuda itu.

“Ada apa denganmu, anak muda? Sedari tadi, kau tak henti termenung menatap langit malam yang hitam ini. Apakah hatimu sedang menghitam layaknya malam ini?”, tanya bulan ingin tahu.

Sambil tersenyum malu, sang pemuda mencoba menutupi perasaannya, mencoba untuk merahasiakan keadaan hatinya. Namun sayang, bulan terlanjur tahu isi hati Sang Pemuda.

“Aku tahu, kau sedang dirundung kegalauan yang membuatmu harus melepaskan cinta pertamamu di sekolah. Hmm, percayalah Nak, bahwa Semesta tidak menciptakanku karena aku yang sempurna, tapi karena aku siap mengemban tanggung jawab untuk menerangi gelapnya malam di muka bumi.

Semesta tidak memberikan tugas menerangi malam kepada Venus, karena ukurannya terlalu kecil. Ia tidak memberikan tugas itu kepada Pluto karena jaraknya terlalu jauh, ataupun kepada Saturnus, karena cincinnya tak bisa memantulkan cahaya.

Begitu pula pada kisahmu. Semesta tidak menjatuhkan cinta pertamamu: di sekolah; sebagai bagian dari hidupmu karena Ia tahu engkau mungkin tidak siap untuk bersanding dengannya atau mungkin sebaliknya. Namun ingatlah, Semesta itu tak pernah tidur, Nak, hanya saja kita yang terlalu banyak tertidur.

Yakinilah, bahwa cinta yang lebih baik sedang menunggumu di depan. Jemput dia dengan prestasi dan capaian-capaian yang telah kau raih. Tentukan visi dan misi dan buktikanlah, agar perempuan tambatan hatimu siap dan ikhlas untuk bersanding denganmu sepanjang hayat.

Sekarang tidurlah dan mantapkanlah hatimu untuk memilih perempuan anggun yang sedang menunggu capaian-capaianmu selanjutnya, because you are worth it!”, ujar Bulan untuk menghibur hati sang Pemuda.

Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut manis sang Pemuda, sekali anggukan menandainya. Ia paham apa yang diutarakan Bulan. Dan sang Pemuda pun mulai tertidur dalam dekapan malam yang sunyi, membawa cerita perjalanan cintanya ke alam mimpi, mimpi yang suatu saat akan menjadi kenyataan. Yakinilah itu…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun