Mohon tunggu...
Miftah RinaldiHarahap
Miftah RinaldiHarahap Mohon Tunggu... Lainnya - Partai Hijau Indonesia | New Native Literasi

Sedang bergerilya bersama @Partai Hijau Indonesia, @New Native Literasi

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Elegi Pilkada Padangsidimpuan

5 Oktober 2024   06:43 Diperbarui: 10 Oktober 2024   02:30 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada akhirnya Komisi Pemilihan Umum kota Padangsidimpuan memutuskan ada tiga pasang calon yang  akan berlaga memperebutkan kursi Walikota/ Wakil Walikota Padangsidimpuan periode 2024- 2029. Tiga pasang calon itu adalah Irsan Efendi Nasiution - Ali Muda Siregar , Letnan Dalimunte - Harry Fahlevi Harahap dan Hapendi Harahap - Gempar Nauli H Nasution. Sejatinya, tidak banyak warga yang mengerti latar- belakang ketiga calon ini.  

Atau mungkin lebih tepatnya mereka mengenal para calon ini karena wajahnya terpajang di baliho - baliho tetapi tidak  mengerti tentang  track record dan pikiran yang pernah diucapkan atau dituliskan oleh para calon ini.Ketidakmengertian warga ini bukan disebabkan karena kemalasan mereka untuk mencari informasi tetapi memang  informasi tentang para calon ini sangat terbatas jika dicari  melalui internet.

Apalagi, terkadang ketika kita browsing salah satu nama dari ketiga pasang calon itu di internet yang muncul adalah berita tentang korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang isinya tentang pemanggilan dirinya oleh Kejaksaan Padangsidimpuan untuk menjadi saksi di dalam kasus korupsi tersebut(https://hariantabagsel.com/2024/08/29/parah-dikonfirmasi-terkait-kasus-dugaan-tindak-pidana-korupsi-pemotongan-add-cakada-irsan-efendi-nasution-pilih-kabur/). Berita lainnya tentang KKN juga melibatkan nama lain dari ketiga pasang calon ini. Jika pada berita sebelumnya ada yang dipanggil sebagai "saksi" maka pada berita ini salah seorang yang akan maju sebagai calon Walikota Padangsidimpuan diduga terlibat dalam kasus KKN (https://rmol.id/hukum/read/2024/06/28/626148/amppuh-desak-kpk-usut-dugaan-pungli-mantan-pj-walikota-padangsidimpuan-letnan-dalimunthe).

Keterbatasan informasi tersebut semakin diperparah dengan ketidakmampuan KPU Padangsidimpuan untuk memberikan informasi secara menyeluruh terkait ketiga calon ini. Padahal informasi ini sangat penting agar warga dapat memutuskan secara tepat tentang  siapa yang akan ia pilih sebagai pemimpinnya. 

Sedih dan geram bercampur menjadi satu. Ketika saya harus menulis uraian pembuka untuk tulisan ini. Itu baru pembuka, selebihnya akan saya jelaskan  pada uraian berikut ini. Ini adalah sebuah pelengkap dari uraian pembuka tadi sekaligus penjelasan tentang  bagaimana sebenarnya pilkada padangsidimpuan menurut saya. Ini adalah sikap saya sebagai warga. Sekaligus sebagai undangan berfikir kepada warga Padangsidimpuan lainnya yang membacanya tulisan ini. 

Pertama - tama saya sendiri sejatinya menginginkan agar warga Padangsidimpuan mencoblos ketiga paslon ini saja ( Golput ). Sebab jika dilihat dari proses sebelum pendaftaran dimulai sampai dengan saat proses menuju hari pemilihan tinggal menghitung hari. Ada banyak hal yang berkaitan dengan etika publik yang dilanggar oleh para calon ini. Sialnya, soal - soal yang berkaitan dengan etika publik ini juga tidak dipedulikan oleh instansi- instansi yang mengurus soal-soal ini.

Misalnya, bagaimana menjelaskan tentang penundaan penyelidikan yang terkait dengan kasus hukum bagi siapa saja yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Sementara di Padangsidimpuan ada beberapa nama dari paslon( pasangan calon) yang kasus hukumnya masih berjalan.Atau bagaimana menjelaskan tentang seorang ASN yang jelas - jelas tidak boleh mencalonkan diri sebelum dia mengundurkan diri bisa bebas ikut dalam kompetisi ini. Atau bagaimana bisa menjelaskan tentang sebuah survey yang tiba - tiba masuk ke nomor WhatsApp setiap warga. Padahal warga sendiri tak pernah memberikan nomor WhatsApp mereka kepada orang/lembaga yang melakukan survey tersebut.

Disisi lain ketika membaca visi - misi para calon yang akan berlaga sangat jelas sekali mereka ini tidak mampu mendeteksi apa sebenarnya persoalan yang dialami oleh warga Padangsidimpuan. Mereka juga tidak mampu mendeteksi tentang apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh kota Padangsidimpuan untuk bisa bertumbuh? Banyak visi misi calon yang dijelaskan secara formal dan "template". Tidak mempunyai "point" bahkan tidak mempunyai pembeda antara satu visi- misi dengan visi - misi lainnya. Hal ini semakin suram ketika KPU Padangsidimpuan tidak menyelenggarakan semacam bedah atau debat antara para calon ini di depan publik. Lantas, apa yang bisa diharapkan dari penyelenggaraan pilkada Padangsidimpuan saat ini?

Saya sadar, walaupun dengan pelbagai hal suram yang sudah saya jelaskan sebelumnya. Keinginan saya agar warga Padangsidimpuan mencoblos ketiga calon ini sukar untuk terwujud. Sebab pemahaman politik sebagian besar warga belum mampu untuk memahami apa itu golput dan dampak dari golput. Pemahaman warga terhadap pilkada masih sebatas memilih orang yang telah dipilihkan oleh partai politik yang ada. 

Pemahaman warga yang masih sebatas pilih - memilih calon tidak terlepas dari gagalnya partai politik dan kelompok masyarakat sipil di kota Padangsidimpuan untuk memberikan pendidikan politik pada warga. Tentu, ini adalah pekerjaan rumah yang masih harus dikerjakan secepat - cepatnya oleh siapa saja yang merasa peduli dengan kondisi demokrasi di kota Padangsidimpuan. 

Ini adalah soal "urgent" sebab ketika warga buta terhadap konsep politik maka setiap warga juga tidak akan paham tentang hak  apa saja yang seharusnya melekat pada dirinya. Disisi lainnya kebutaan warga terhadap politik sama dengan membiarkan para pejabat yang mereka pilih melakukan pembajakan terhadap hak - hak yang seharusnya mereka bisa dapatkan dan tagih kepada para pejabat ini. Atau dengan kalimat yang lebih tegas membiarkan para pejabat ini melakukan korupsi , kolusi dan nepotisme.

Namun, kendati demikian saya tetap percaya dengan moment tidak terduga di dalam politik (Machiavelli moment). Maksudnya adalah bisa saja  apa yang saya sampaikan soal kebutaan politik warga itu salah. Kemudian yang terjadi adalah hal yang sebaliknya yakni warga berbondong-- bondong datang ke TPS untuk mencoblos ketiga calon itu ( Golput) sebagai bentuk protes politik atas pelanggaran etika publik yang mereka mungkin lakukan.

 Jika ini yang terjadi tentu saya akan senang sekali. Terakhir, izinkan saya menyampaikan bahwa pilkada itu adalah urusan warga bukan elit politik. Ketika urusan warga itu dibajak oleh para elit politik maka warga harus melawan. Sebab, pemilu adalah upaya warga untuk menghasilkan keadilan guna mencapai kebahagiaan bersama. Sedangkan, para elit politik adalah kacung mereka untuk menghasilkan keadilan melalui kebijakan agar kebahagiaan bersama itu bisa terwujud. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun