Mohon tunggu...
Rintik Hujan
Rintik Hujan Mohon Tunggu... -

Lupa Password akun lama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jokowi dan Ba'asyir: Putra Solo Beda Jalan Juang

29 Juli 2014   19:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:55 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Surakarta atau sekarang lebih dikenal sebagai kota Solo sejak era pra kemerdekaan hingga sekarang selalu melahirkan orang-orang yang berperan besar dalam maju dan mundurnya Republik Indonesia. Salah satu contoh adalah organisasi tertua sebelum organisasi  Budi Utomo berdiri pada 20 Mei 1908, Sarekat Dagang Islam sudah mulai beroperasi di Solo pada 16 Oktober 1905. Bahkan Monumen Kebangkitan Nasional sebagai tonggak perjuangan kemerdekaan pun berada di Solo.  sekilas sejarah peran solo dalam sejarah pra kemerdekaan mengambarkan bagaimana Solo dulunya adalah poros perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Di Solo modern hari ini juga telah melahirkan dua orang tokoh nasional yang karismatik, yaitu Joko Widodo dan Abu Bakar Ba'asyir. Dua tokoh ini mengawali karir perjuangan dan pergulatan memperjuangkan visi dan misi mereka masing-masing dari kota Solo dan akhirnya dua nama ini mendunia dikenal karena pemikiran mereka, sikap-sikap mereka dan tujuan-tujuan mereka dalam membangun Indonesia. Walau ada garis yang memisahkan visi dan misi mereka tapi ketika ditelaah lebih dalam dua-duanya punya mimpi untuk Indonesia yang lebih baik, adil dan sejahtera. Joko Widodo yang lahir dari keluarga sederhana dan bahkan rumahnya pernah digusur sampai tiga kali mempunyai gaya kepimpinan dan pemikiran yang khas. Gaya pemikiran beliau yang terlihat seperti gaya ideologi sosialisme mungkin terbentuk karena bagaimana beliau muda melihat kondisi diri dan masyarakat beliau yang terpinggirkan oleh penguasa dan kekuasaan, tertindas dan kesulitan-kesulitan masyarakat yang tidak pernah didengar oleh penguasa pada saat itu. "Blusukan" mungkin adalah kristalisasi dari pemikiran dan pengalaman-pengalaman Joko Widodo ketika muda dan beliau implementasikan hari ini. Menurut Wikipedia.org Joko Widodo dikenal masyarakat nasional dan Internasional karena gaya kepemimpinannya yang pragmatis dan membumi. Ia seringkali melakukan "blusukan" atau turun langsung ke lapangan untuk melihat langsung permasalahan yang ada dan mencari solusi yang tepat. "Blusukan" juga dilakukan untuk menemui langsung warga dan mendengar keluh kesah mereka. Gaya yang unik ini dijuluki The New York Times sebagai "demokrasi jalanan". Akhirnya karena  kedekatan putra Solo ini dengan rakyat, di Pilpres 9 juli 2014 menurutkeputusan resmi KPU beliau diamanahi untuk memimpin bangsa Indonesia selama 5 tahun ke depan. Ini bukan sebuah pencapain yang tiba-tiba dan instan tapi dari perjuangan panjang seorang Joko Widodo dalam memperjuangkan apa yang dia cita-citakan untuk masyarkat Indonesia. Jika Joko Widodo mengambil jalan "Demokrasi Jalanan" seperti yang ditulis oleh The New York Times maka putra Solo satunya lagi yang juga dikenal seantero dunia ini masa kecilnya dihabisnya untuk menjadi santri di Gontor, Ponorogo. Inilah yang membentuk karakter Abu Bakar Ba'asyir muda untuk mengambil jalan dakwah Islam dan perjuangan beliau hingga hari ini untuk penerapan Syariat Islam di Indonesia membuat beliau sering berurusan dengan pemerintah Republik Indonesia dan karena kegigihannya beliau dalam memperjuangkan Syariat Islam sering kali beliau dituduh sebagai bapak fundamentalis Islam Indonesia. Jalan yang berbeda dua putra Solo ini juga menghantarkan pada kisah yang berbeda, jika Joko Widodo didaulat dan diamanahi untuk memimpin Republik Indonesia, Abu Bakar Ba'asyir sampai hari ini masih dalam tahanan di Nusa Kambangan karena pemikiran-pemikiran beliau. Padahal jika ditarik garis lurus akhir dari tujuan dua putra Solo ini sama, sama-sama ingin Indonesia lebih baik, berdaulat dan berkepribadian tapi karena mungkin tawaran sistem yang Abu Bakar Ba'asyir belum bisa diterima oleh negara karena berbagai macam alasan, jadi mungkin itu yang harus ditempuh oleh Abu Bakar Ba'asyir. Tapi ada satu sikap atau akhlak yang sama antara Joko Widodo dan Abu Bakar Ba'asyir yang menurut penulis banyak menarik simpati orang untuk mengikuti langkah mereka berdua. Mereka berdua adalah orang yang sederhana, jujur dan apa adanya. Karena kekonsistenan mereka berdua untuk selalu sederhana, jujur dan apa adanya, dua orang ini terus dikagumi dan mempunyai sebuah magnit kuat yang membuat orang-orang merasa nyaman di sekitar mereka berdua. Itulah sekilas gambaran dua anak Solo beda jalan yang menguncang dunia dengan gaya pemikiran dan kepimpinan mereka yang berbeda. Mereka telah menginsiprasi para pengikutnya dan memberikan contoh bahwa ketulusan, kejujuran dan sikap apa adanya masih ada di Republik Indonesia dan inilah gambaran jelas rakyat rindu orang-orang yang memiliki sikap-sikap seperti itu untuk terus melanjutkan cita-cita bangsa menuju apa yang dicita-citakannya. Image from : http://laskarjokowi.com/wp-content/uploads/2014/03/13814348131198864384.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun