Mohon tunggu...
RINA AGUSTINI
RINA AGUSTINI Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru SMK Kuliner, berpihak pada murid, mengantarkan murid menjadi lulusan yang dapat berwirausaha, bekerja dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Budaya Inklusi di Sekolah

21 September 2024   20:26 Diperbarui: 21 September 2024   20:28 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1 : Koleksi Pribadi 

Budaya inklusif berarti menciptakan lingkungan yang menerima, menghargai, dan memberdayakan semua orang, tanpa memandang perbedaan seperti ras, gender, atau latar belakang. Ini mendorong partisipasi aktif dari semua pihak dan menghargai kontribusi setiap individu. Sekolah yang menerapkan prinsip inklusif berfokus pada menciptakan lingkungan belajar yang terbuka dan mendukung semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus atau dari latar belakang yang berbeda.
Komunitas Belajar KOMPA (Komunitas Penuh Aksi) Libels merupakan kelompok atau jaringan orang yang berkumpul untuk saling belajar dan berbagi pengetahuan, keterampilan, atau minat yang sama. Tujuan utama dari komunitas belajar adalah untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan anggotanya dalam bidang pendidikan melalui kolaborasi dan pertukaran informasi. Komunitas belajar ini mempunyai program kerja yang memperhatikan kebutuhan dan minat anggota komunitas. Program komunitas belajar yang akan kami selenggarakan salah satunya yaitu seri webinar dan workshop tentang topik-topik yang relevan dan diminati oleh anggota komunitas.  Webinar kali ini berkolaborasi dengan Diklat Bandung Resource Center atau Pusat Sumber Bandung dan Lembaga Perlindungan Anak Jawa Barat dengan tema "Membangun Budaya Inklusif di Sekolah". 

Beberapa pakar telah mengemukakan berbagai  cara untuk menciptakan budaya inklusif di sekolah dengan lingkungan yang positif dan mendukung dengan fasilitas yang memadai, suasana yang kondusif untuk belajar, serta komunikasi yang terbuka dan jujur.

Pimimpinan sekolah harus menunjukkan komitmen yang jelas terhadap inklusi. Ini termasuk membuat kebijakan yang mendukung dan menegakkan standar inklusi di seluruh aspek sekolah.  Terapkan strategi yang mendukung kebutuhan individu siswa. Ini mungkin termasuk penyediaan bantuan tambahan, modifikasi tugas, atau penyesuaian lingkungan belajar. Libatkan keluarga dan komunitas dalam proses inklusi. Ajak mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, memberikan umpan balik, dan bekerja sama dalam mendukung siswa. Serta menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi semua siswa. Ini termasuk membangun budaya inklusi di mana semua siswa merasa dihargai dan diterima tanpa memandang latar belakang atau perbedaan mereka. Oleh karena itu, webinar yang diselenggarakan oleh Komunitas Belajar KOMPA Libels bekerja sama dengan MGMP Pekerja Sosial, PAI, Bahasa Sunda dan Bahasa Jepang,  ini menjadi salah satu upaya untuk menciptakan budaya inklusif  di sekolah  yang dilakukan oleh warga sekolah dengan memanfaatkan sumber daya dan pendekatan untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih berkualitas.

Gambar 2 : Koleksi pribadi 
Gambar 2 : Koleksi pribadi 

Hari ini Komunitas Belajar KOMPA LIBELS menyelenggarakan webinar "Membangun budaya inklusif di lingkungan sekolah" dengan pesertanya yaitu Bapak/Ibu Guru di SMKN 15 Bandung, guru-guru yang tergabung dalam MGMP Pekerja Sosial, dan guru-guru seluruh Indonesia yang tergabung dalam Komunitas Belajar KOMPA (Komunitas Penuh Aksi) Libels di Platform Merdeka Mengajar (PMM).

Gambar ke 3 : Koleksi Pribadi
Gambar ke 3 : Koleksi Pribadi

Narasumber pertama : Dra. Budhi Siswati, M.Pd. Beliau Bidang Diklat Pusat Sumber Bandung/RC SLBN A Pajajaran. membawakan tema Membangun Budaya  Inklusif di Sekolah". beliau menyampaikan bahwa setiap individu adalah unik, tidak ada satu individu yang persis sama. Selain itu, semua siswa sudah dibekali potensinya masing-masing, sehingga semua orang bisa belajar dengan gayanya masing-masing. Perkembangan Layanan Siswa ABK terbagi menjadi 3, yaitu; segresi (terpisah), integrasi (bersatu tetapi bersyarat), dan inklusif (merangkul setiap anak). Budaya inklusif di sekolah artinya budaya organisasi yang mempromosikan keberagaman, kesetaraan, dan inklusi melalui kebijakan, praktik, dan perilaku. Tahapan penanganan siswa ABK ; identifikasi, asesmen, intervensi (medis, sosial, pendidikan) Tips menumbuhkan sekolah berbudaya inklusi :
1. Luangkan waktu dan berusaha mengenal siswa
2. Humor dapat menjadi alat yang penting
3. Memberi pujian
4. Menciptakan peluang untuk siswa dan guru bahagia
5. Tawarkan waktu bermain, biarkan siswa berekspresi
6. Siswa perlu beristirahat
7. Biarkan siswa bersosialisasi
8. Guru menyeimbangkan antara kesenangan dan pekerjaan

Gambar ke 4 : Koleksi Pribadi
Gambar ke 4 : Koleksi Pribadi

Narasumber ke 2 : Dianawati, M.Pd, dari LPA (Lembaga Perlindungan Anak) Jawa Barat, dengan tema"Kebijakan Sekolah  Inklusif. beliau menyampaikan : Inklusi adalah sebuah pendekatan untuk membangun lingkungan yang terbuka untuk siapa saja dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda, meliputi: karakteristik, kondisi fisik, kepribadian, status, suku, budaya dan lain sebagainya. Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama- sama dengan peserta didik pada umumnya. Penerapan budaya inklusi diharapkan dapat meminimalisir tindak diskriminasi terhadap anak/peserta didik. Dimana budaya inklusi ini diharapkan terlibatan dari setiap stakeholder, dimulai dari para pendidik, orang tua, masyarakat dan seluruh elemen lainnya agar tercapainya budaya inklusi di sekolah. Kebijakan Pendidikan inklusif tertuang dalam : UUD 1945 Pasal 28H. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab IV Pasal 5 ayat 2, 3, dan 4 dan Pasal 32. UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas Pasal 10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa Pasal 3 ayat (2). Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat 2, 3, dan 4 mendefinisikan anak berkebutuhan khusus sebagai :
1.  Anak yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial;
2. Anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa; dan
3.  Anak di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil sehingga mereka semua berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

Pertimbangan Penerapan Pendidikan Inklusif, adalah Akses (kesempatan), Availability (manfaat), Affordability (hasil).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun