Mohon tunggu...
rina sagita
rina sagita Mohon Tunggu... -

ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Money

Bank Syariah, dalam kenangan (1)

31 Maret 2010   02:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:05 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itulah saya mulai teringat akan bank syariah yang kebetulan kantor cabangnya terletak beberapa ratus meter jaraknya dari rumah tempat tinggal orang tua saya. Bank syariah pertama di Indonesia. Sebenarnya sudah beberapa waktu bank itu ada di sana, dan saya termasuk sering melewatinya, yaitu setiap kali saya pulang ke rumah orang tua setiap akhir pekan kalau tidak ada jadwal praktikum atau setiap pergi kembali ke tempat kos di senin pagi. Tapi entah mengapa saya belum terpikir untuk mencari tahu tentangnya. Mungkin karena saya bukanlah jenis orang yang "bank minded". Pada bank konvensional yang terdahulu pun saya membuat rekening lebih karena sebagai salah satu syarat bila ingin mengirimkan tulisan di media massa. Uang saku yang tersisa biasanya saya simpan manual saja.

Ketika akhirnya saya berkesempatan mengunjungi bank itu, sebagai seorang muslim saya mendapat dua "kejutan manis". Yang pertama adalah ucapan assalamualaikum dari satpam yang membukakan pintu, tak lupa sambil tersenyum ramah, dan yang kedua adalah semua mbak-mbak yang bertugas rapi menutup aurat, berjilbab rapi tanpa meninggalkan kesan modis seperti umumnya pegawai bank. Kala itu pegawai bank yang berjilbab rapi bukanlah pemandangan biasa alias masih jarang. Ucapan salam pun bukanlah sapaan yang umum di pakai, karena biasanya pada bank-bank konvensional memilih sapaan yang lebih "umum" seperti "selamat pagi, selamat siang atau selamat sore". Saya senang karena bagi umat islam sapaan Assalamualaikum adalah sapaan yang berarti doa, dan memang menurut agama Islam umat Islam adalah orang-orang yang saling mendoakan satu dengan yang lainnya ketika saling bertemu.

Di dalam bank yang sejuk berpendingin dan harum, saya berusaha menggali informasi dari customer service yang bertugas. Bagaimana "nasib" dana nasabah, terutama ketika ada kejadian "huru-hara" kemarin. Dan tak ketinggalan saya tanyakan juga soal produk apa saja yang tersedia pada bank tersebut. Siapa tahu ada salah satunya yang saya taksir.

Dan keterangan yang saya dapatkan lebih mengejutkan saya lagi. Entah bagaimana kalau di daerah lain, ternyata bank syariah yang ini memilih tetap buka ketika ada ribut-ribut tempo hari. Mereka tetap melayani nasabah, walau mbak-mbak yang bertugas terpaksa harus di kawal pak satpam pulang dan pergi ke tempat kerja. Tentu saja mereka tidak buka seperti biasa. Dari jam 8 pagi sampai jam 12 saja, setelah itu tutup. Itu berjalan sampai seminggu, ketika huru-hara mencapai puncaknya. Setelah itu kembali normal seperti biasa. Artinya jam buka di mulai pukul 08.00 dan tutup jam 15.00, kecuali hari jumat yang lebih pendek jam buka di pagi hari.

Dana nasabah "diikat" perjanjian dengan bank atas dasar prinsip yang islami. Akadnya alias perjanjian menggunakan prinsip atas dasar yang saya sebut sebagai "persamaan hak dan derajat antara pihak nasabah dan bank." Itulah mengapa pada bank syariah di gunakan prinsip bagi hasil, dimana dalam keadaan rugi ataupun untung di tanggung bersama.

Berbeda dengan bank konvensional yang berprinsip bank haruslah untung, sedangkan laba baru di bagikan setelah bank di pastikan mendapatkan keuntungan lebih dahulu. Ini berarti bahwa pada bank konvensional laba tidak selalu di bagi. Laba baru di bagikan bila jumlah tabungan nasabah mencapai nilai tertentu. Biasanya bila tabungan nasabah kurang dari 500ribu nasabah termasuk "tidak beruntung" karena dianggap tidak berhak mendapatkan bunga.

Prinsip bagi hasil untuk saya sungguh mendamaikan. Bagi saya bagaimanapun sebagai seorang muslim sungguh di haramkan menikmati riba.

Akhirnya setelah beberapa lamanya saya mendengar penjelasan dan membaca brosur-brosurnya, saya memilih program tabunganku, yang menurut saya banyak mengakomodir kebutuhan saya saat itu dan cukup menguntungkan, karena program tabungan ini tidak menarik biaya bulanan, tidak menarik biaya tambahan untuk ganti buku, dan saldo akhir yang boleh di tinggalkan berjumlah 20ribu. Sungguh pas dengan kebutuhan saya yang mahasiswa dengan dana terbatas.

Seingat saya saat itu program yang di luncurkan belumlah sebanyak sekarang. Dan dibandingkan dengan bank konvensional aksesnya belumlah luas. Jaringannya masih terbatas, begitu juga transaksinya. Tetapi saya maklum, karena bank ini masihlah tergolong baru. Maka hari itu saya berjalan keluar bank entah bagaimana dengan perasaan yang tenang. Mungkin karena saya merasa telah menjatuhkan pilihan di tempat yang tepat, atau karena hal yang lain saya tidak terlalu mau tahu. Dan tahun-tahun berikutnya membuktikan bahwa pilihan saya tidaklah salah.

Bank syariah ini berkembang sangat pesat walau dia sempat merugi juga. Meruginya bank ini bukan dialami dia sendiri, tetapi semua bank di Indonesia bahkan mungkin dunia juga ikut terkena "gempa" yang bernama krisis moneter. Tetapi dengan cepat dia berhasil merubah kerugiannya menjadi laba dan menguntungkan nasabah kembali sekitar awal tahun 2000-an. Persisnya 2000 berapa saya sudah lupa. Dan nasabah itu termasuk saya, bukan? Jadilah senyum saya bertambah lebar saja.

Karena sistemnya bagi hasil, maka sekarang saya memiliki kebiasaan baru yaitu memperhatikan jumlah bagi hasil yang saya terima setiap bulannya yang selalu tidak sama. Bagi saya ini menarik. Saya jadi bisa ikut memperhatikan fluktuasi dan kondisi keuangan bank. Ketika bagi hasil tinggi, saya ikut gembira. Semula memang karena bagi hasilnya, tetapi lama kelamaan bagi hasil yang tinggi bagi saya adalah pertanda bahwa kondisi bank tercinta saya ini dalam keadaan baik dan sehat. Saya ikut bersedih ketika bagi hasil sedikit, dan berdoa semoga keadaannya tak seburuk yang saya kira.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun