Sabtu, 16 Maret 2024 lalu, saya berkesempatan hadir dalam Seminar Childfree yang diadakan oleh Penerbit Karmelindo. Bertempat di Gedung Widya Bhakti lt. 1, Malang dengan pembicara Romo Ignasius Budiono, O.Carm, seminar ini terbuka untuk umum (umat Katolik) baik yang masih single maupun couple.
Jarang-jarang ya ada seminar dengan topik seperti ini di Malang, makanya pas baca pengumumannya di Gereja Katolik HKY Kayutangan, saya langsung excited untuk mendaftar. Dan saya memang sengaja tidak mengajak siapapun untuk barengan mengingat topiknya cukup sensitif, belum tentu sepemikiran juga mau teman baik sekalipun. Jadi better sendiri saja, biar nggak ribet juga hehehe...
Tentang childfree ini, sebenarnya saya pernah membahas dalam salah satu blog saya di Kompasiana dengan judul “Childfree : Ketika Punya Anak Bukan Lagi Pilihan”. Kala itu terinspirasi dari tayangan Kick Andy, Metro TV, 24 April 2022. Dan saya pribadi termasuk yang tertarik untuk childfree. Walau belum sampai pada keputusan final, tapi makin kesini saya makin merasa childree is not bad for me :)
Lalu bagaimana Gereja Katolik menyikapi fenomena childfree yang beberapa tahun ini makin populer? Yang slow but sure mulai menjadi gaya hidup, khususnya di negara-negara maju dan kota-kota besar, tak terkecuali di Indonesia sendiri. Lewat tulisan ini, saya coba merangkum poin-poin penting dan menarik yang saya dapat dari seminar tersebut :)
Childfree adalah sebuah pilihan untuk tidak memiliki anak secara sadar yang dilakukan oleh individu atau pasangan yang sudah menikah. Dan Gereja Katolik pada dasarnya tidak melarang karena semua itu kembali pada kehendak bebas manusia. Namun tetap menghimbau supaya menikah untuk tujuan punya anak. H
al ini diupayakan demi kelangsungan populasi manusia di dunia dan tetap bertumbuh kembangnya panggilan untuk menjadi Biarawan/Biarawati (Romo, Frater, Bruder, Suster), dimana itu semua sangat tergantung pada angka kelahiran!
Beberapa negara di dunia saat ini sedang berada dalam kekhawatiran terkait menurunnya jumlah angka kelahiran karena fenomena childfree ini. Seperti di Jepang yang banyak kasus kodokushi, yaitu tindakan bunuh diri yang dilakukan di rumah/kamar karena kondisi kesepian, tinggal sendiri dan terisolasi dari orang-orang di sekitarnya. Juga di Italia, di sebuah kota kecil kuno, Pressice yang sudah kosong tak berpenghuni. Pemerintah setempat bahkan menjanjikan uang Rp. 480 juta bagi siapapun yang mau tinggal disana dan membangun kehidupan yang baru :O
Karenanya, Gereja Katolik berharap masing-masing pasangan yang sudah menikah tetap terbuka bagi prokreasi (kelahiran anak). Ada sebuah ungkapan yang menyentuh hati yang disampaikan dalam seminar ini: “Saat pasangan melakukan hubungan suami istri, itu bukanlah sekedar permainan. Tetapi sesungguhnya adalah saat yang suci dan kudus dimana TUHAN menciptakan seorang manusia baru.” :)
Beberapa poin dalam sesi tanya jawab yang menarik dan sempat saya catat:
1. Tanya: Seorang nenek usia 50an yang akan dititipi anaknya yang sudah jadi ibu muda untuk membantu mengurus cucu, tapi nenek tersebut tidak mau direpotin. Apakah ini bisa disebut childfree?
Jawab:
- Jika itu terjadi, yang salah sebenarnya adalah si nenek karena dia tidak bisa mendidik anaknya untuk menjadi ibu yang bertanggung jawab dalam membesarkan dan mengurus anaknya dengan baik
- Perlu adanya komunikasi antara si nenek dan anaknya (ibu). Jangan sampai juga si nenek sama sekali tidak mau dan tidak kenal dengan cucunya sendiri. Bagaimanapun tetap penting untuk memupuk jiwa keibuan dan kenenekan dalam setiap moment tumbuh kembang anak (bisa dibuat semacam kesepakatan bersama dalam mengurus anak/cucu
2. Tanya: Jika ada orang (wanita) yang tidak suka dengan anak-anak (anak kecil) karena merasa repot dan ribet, lalu memilih untuk tidak ingin punya anak karena merasa tidak bisa mengurusnya. Lalu seiring waktu, orang tersebut menikah di usia yang cukup beresiko untuk punya anak (40 tahun ke atas). Jika dipaksakan untuk melahirkan sih bisa saja, tapi yang bersangkutan tidak mau. Bagaimana dengan case seperti ini apakah bisa dibenarkan sebagai childfree dan bagaimana Gereja Katolik menyikapinya?
Jawab:
- Rasa suka/tidak suka pada sesuatu termasuk pada anak kecil harus ada faktor penyebab yang mendasarinya. Pernahkah kita berpikir, “Bagaimana kita dulu saat menjadi anak kecil? Jika ada orang yang tidak suka akan kasihan sekali nasibnya
- TUHAN YESUS dalam Alkitab diceritakan menyukai dan mengundang anak-anak datang kepadaNYA dan itu dipandang baik :)
- Jangan membiarkan perasaan-perasaan yang keliru berkembang dalam sikap egois dan dangkal. Karena dalam hidup kita perlu banyak belajar dan menyesuaikan diri
- Jika karena faktor usia dan resiko melahirkan mengancam/membahayakan kesehatan, semua kembali pada pilihan orang tersebut untuk childfree atau childless?! Dan Gereja Katolik tidak akan ngejudge
3. Tanya: Apakah keputusan seseorang untuk childfree dapat dikategorikan sebagai dosa berat? Dan bagaimana sikap Gereja Katolik terhadap hal ini?
Jawab:
- Dosa/tidak, Gereja Katolik tidak berhak menentukannya karena itu sepenuhnya adalah Hak ALLAH yang memberi hidup. Dan keputusan-keputusan yang dibuat oleh manusia semestinya dengan mempertimbangkan “suara hati” (suara TUHAN yang pasti baik, suara Setan yang biasanya jahat/buruk dan suara kita sendiri yang bisa baik atau buruk)
- Selalu ingat bahwa apapun yang manusia perbuat, termasuk keputusan childfree atau tidak, dll...pada akhirnya nanti masing-masing akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan TUHAN (saat kematian kita)
Akhirnya, Thanks GOD! i’m so blessed boleh hadir dan menjadi bagian dalam seminar yang menarik, menambah wawasan dan bikin happy ini :) :D Romo Budi selaku pembicara juga orangnya lucu, interaktif dan lugas sekali pemaparannya. Bravo! Senang...sebelum pulang saya bisa foto bareng dengan beliau hehehe...Isi goodie bagnya juga very nice dan bermanfaat pastinya :) Terima kasih untuk Penerbit Karmelindo, acaranya keren...Mantap Jiwo! Semoga bisa jumpa lagi di acara lainnya. TUHAN Memberkati kita semua. Amin :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H