Mohon tunggu...
Rina Sahara
Rina Sahara Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Crafting the Future Through Words

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bridge Builder Indonesia dalam Upaya Non-Proliferasi dan Perlucutan Senjata Nuklir di Semenanjung Korea

12 Agustus 2024   21:57 Diperbarui: 13 Agustus 2024   11:25 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



                                                                                               

Latar Belakang

Ancaman Nuklir di Semenanjung Korea berakar pada sejarah panjang ketegangan geopolitik yang melibatkan konflik militer, pengembangan senjata nuklir, serta dinamika hubungan internasional yang kompleks. Kondisi ini menempatkan Semenanjung Korea dalam situasi yang sangat berbahaya dengan risiko kemungkinan pecahnya perang nuklir.

Pengembangan senjata nuklir yang dipicu oleh ketegangan selama Perang Dingin antara Korea Utara dengan Korea Selatan. Pada tahun 1952, Korea Utara memulai program nuklir dengan mendirikan Institut Penelitian Atom. 

Tahun 1970, berlakunya penggunaan teknologi nuklir untuk tujuan damai dalam penelitian dan pengembangan energi yang diatur dalam Traktat Non -- Proliferasi Nuklir (NPT). 

Korea Utara sebagai negara nuklir (Nuclear Weapon States/NWS) yang telah menjadi keanggotaan selama 18 tahun. Namun, menarik diri dari Perjanjian NPT pada tahun 2003 setelah Amerika Serikat menuduh Korea Utara melanjutkan program pengayaan uranium rahasia yang melanggar Agreed Framework.  

Pada tahun 2006, Korea Utara melakukan uji coba nuklir pertama pada 9 Oktober, yang segera diikuti oleh sanksi internasional dari Dewan Keamanan PBB. Uji coba nuklir serupa kembali dilakukan pada tahun 2009, 2013, 2016, dan 2017.   

Meskipun sudah dikenakan sanksi, Korea Utara tetap melanjutkan pembangunan senjata nuklir sebagai bentuk pertahanan militer, sebagaimana yang disampaikan oleh Duta Besar Korea Utara Kim Song kepada PBB.

Kondisi ini semakin rumit ketika Korea Utara memperkuat aliansinya dengan Rusia, sementara Korea Selatan dan Jepang semakin mempererat kerja sama militer dengan Amerika Serikat. 

Amerika Serikat dan Korea Selatan memperingatkan bahwa penggunaan senjata nuklir oleh Korea Utara akan mengakibatkan berakhirnya rezim Kim Joung Un, dengan menegaskan ancaman ini melalui pengiriman kapal selam bertenaga nuklir ke Korea Selatan. 

Meskipun demikian, Korea Utara menanggapi dengan terus melanjutkan uji coba rudal balistik yang mampu menghantam daratan AS. Dinamika ini dapat menghambat upaya perdamaian di Semenanjung Korea dan mengancam stabilitas keamanan kawasan. 

Situasi yang penuh gejolak ini berpotensi menciptakan anarki baru yang berisiko ditanggapi secara keliru oleh negara-negara besar yang terancam, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya konflik militer terbuka.

wionews.com
wionews.com
                                                                                                       

Dampak Global dan Peran Indonesia

Ketegangan terkait perlucutan senjata nuklir di Semenanjung Korea jelas tidak hanya mempengaruhi kestabilan Asia Timur, melainkan dunia, termasuk Asia Tenggara yang akan merasakan dampak dari eskalasi situasi ini. Sebagai bagian dari kawasan Asia Tenggara, Indonesia harus bersiap menghadapi segala kemungkinan, termasuk potensi pecahnya perang nuklir di Semenanjung Korea.

Dikutip dari seminar "Pertahanan Republik Indonesia Menanggapi Krisis Semenanjung Korea" yang diselenggarakan oleh FISIP UI dan Universitas Pertahanan Indonesia. Beberapa pandangan penting mengenai peran Indonesia dibahas. Laksda TNI Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., D.E.S.D., Dekan fakultas Manajemen Pertahanan Universitas Pertahanan menyatakan bahwa "Indonesia dapat berperan penting dengan mendiplomasikan aktivitas militer defensif kontemporer dari negara -- negara di Semenanjung Korea melalui upaya menghidupkan kembali pembicaraan enam pihak (six-party talks)".

Sementara itu, Desra Percaya, Ph.D., Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, "menekankan pentingnya dialog confidence building measures sebagai upaya memahami isu-isu dan kekhawatiran utama Korea Utara". Sebagai Wakil Presiden Kawasan Asia Pasifik, Indonesia mendapatkan pengakuan dari negara-negara anggota PBB atas posisi yang moderat serta komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip multilateralisme yang berlaku.

Edy Prasetyono, Ph.D., Dosen Senior Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI berpendapat bahwa "denuklirisasi kawasan bisa dicapai melalui dukungan terhadap rezim non-proliferasi senjata nuklir. Selain itu, Indonesia harus menjalankan diplomasi pada sekutu-sekutu Korea Utara dan mengurangi kalkulasi strategis dalam hubungan dengan Amerika Serikat, China, Rusia, Jepang, dan Korea Selatan agar tetap konsisten dalam mendukung non -- proliferasi senjata nuklir". Hal ini sejalan dengan posisi Indonesia sebagai negara pihak NPT, sebagaimana diatur dalam UU No. 8 tahun 1978.

Laksda TNI Amarulla Octavian menambahkan, "Indonesia haruslah berperan dalam menciptakan perdamaian dunia melihat konfrontasi yang terjadi, terutama sejak Donald Trump menjabat. Amerika Serikat secara penuh melakukan konfrontasi terhadap rezim Kim Jong-Un. Korea Utara, sebagai negara yang berkonsentrasi pada keselamatan rezim dan negaranya, memilih nuklir sebagai cara untuk menggetarkan negara -- negara lain yang ingin menjatuhkan rezimnya".

nawacita.co
nawacita.co

                                                                             

Kesiapan Indonesia Menghadapi Risiko 

Mau tidak mau, Indonesia harus bersiap dengan segala kemungkinan terburuk dari serangan nuklir. Jika terjadi kesalahan perhitungan, maka ada kemungkinan rudal yang diluncurkan berpotensi jatuh di wilayah Indonesia. Oleh karena itu, peran TNI menjadi sangat krusial dalam menjaga keselamatan negara, kata Octavian dalam seminar tersebut. 

Saat ini, TNI telah membentuk Komando Pertahanan Udara Nasional dan menjalani pelatihan untuk menghadapi serangan udara konvensional. Namun, kewaspadaan terhadap ancaman rudal tetap menjadi prioritas.

Upaya untuk mengusung perdamaian sangat penting untuk mencegah skenario terburuk. Investasi yang telah dibangun selama ini bisa dengan sekejap hancur lebur. Dalam kasus serangan nuklir, waktu yang tersedia untuk berlindung hanya hitungan menit. Bencana nuklir akan memiliki dampak melampaui batas negara; terhadap manusia, lingkungan hidup, pembangunan sosial ekonomi, dan ekonomi global.

Menurut Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional AS, pertukaran 10.000 Megaton hasil ledakan nuklir dapat menyebabkan hilangnya ozon di belahan bumi sebesar 30-70% yang akan meluas secara global dan memiliki dampak serius pada ekosistem darat dan perairan, dengan pemulihan yang memakan waktu bertahun-tahun. 

Jumlah debu stratosfer yang dihasilkan akan menyerupai beban aerosol akibat letusan Gunung Krakatau tahun 1883. Asap dari ledakan nuklir akan menutupi awan setinggi 15 km diatas permukaan bumi, menghalangi sinar matahari, menyebabkan cuaca terlalu dingin, dan mengganggu produksi pangan sehingga mengancam ketahanan pangan serta kesehatan generasi saat ini dan masa mendatang.

Kesimpulan

Mengingat dampak yang sangat merusak dari perang nuklir, fokus utama seharusnya bukan kesiapan menghadapi perang, tetapi upaya untuk menenangkan situasi dan menciptakan perdamaian. 

Membangun kesadaran akan risiko perlucutan program nuklir, serta mengatur mekanisme pelaporan dan pengawasan yang ketat adalah langkah yang sangat penting. Menghindari kesalahpahaman dan ketegangan geopolitik yang dapat memuncak menjadi konflik nuklir harus menjadi prioritas utama.

Tindak lanjut perjanjian damai permanen antara Korea Utara dan Korea Selatan, seperti yang diharapkan dari hasil pertemuan Panmunjom 27 April 2018, adalah kunci untuk menciptakan stabilitas jangka panjang di kawasan Semenanjung Korea.

Indonesia, dengan posisinya yang moderat dan komitmennya terhadap multilateralisme, dapat memainkan peran penting sebagai jembatan perdamaian di Semenanjung Korea. 

Upaya untuk menghidupkan kembali pembicaraan damai dan mendukung rezim non-proliferasi senjata nuklir harus terus dilakukan demi keamanan dan kesejahteraan bersama.

Referensi:

Barannikowa,Anastia. 2022. Korean Peninsula Nuclear Issue:Challenges and Prospect. Journal for Peace and Nuclear Disarmament.

Carl,P.et al. 2008. Environmental and Biospheric Impacts of Nuclear War. Earth system and environmental sciences.

Hidria, Sita.2020. Kebijakan Isolasi Korea Utara dan Prospek Ancaman Nuklir di Semenanjung Korea. Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Vol. XII, No. 13/I/Puslit/Juli/2020.

https://www.ui.ac.id/.27 Desember 2017.Krisis Semenanjung Korea, Bagaimana Sikap Indonesia?.Diakses 10 Agustus 2024.https://www.ui.ac.id/krisis-semenanjung-korea-bagaimana-sikap-indonesia/ 

https://kemlu.go.id/.29 Juli 2024.Disarmament and Non-proliferation of Weapons of Mass Destruction.Diakses 11 Agustus 2024. https://kemlu.go.id/portal/en/read/90/halaman_list_lainnya/disarmament-and-non-proliferation-of-weapons-of-mass-destruction

Muhammad, Simela Viktor.2018. Perdamaian Di Semenanjung Korea Pasca-Pertemuan Moon Jae-In dan Kim Jong Un. Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Vol. X, No. 09/I/Puslit/Mei/2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun