Penat gemuruh gulungan menggerus awan menjerit pekat pucat gelegar lempengan terpecah belah mengguras penat
Dengan mata hati mu aku mampu merasakan perih menyayati jantung ku
Dengan mata hati mu aku bisa merasakan pedih menggrogoti tulang ku
Kau tikam mulut ku kau bungkam harapan ku segenggam kesetiaan dgn mudahnya kau pupuskan
Masih terasa membahana kala senja menabur rona bahagia
Masih terasa hangat ketika bibir manis mu mengucap aku lah satu satunya
Kita saling bercanda tawa memikul bersama kala awan datang melanda
Setia menjadi tombak merengkuh masa ketika jarak memisahkan dua benua
Tapi apa yg ku dapatkan...!
Hanya celoteh&nyayian tampa jawaban
Kau tak peduli,kau sembunyi dibalik diam tak punya nyali
Kau simpan ambisi hanya untk acuhkan asa ku ditengah himpitan duri menyayat hati
Lihatlah.pandanglah,bunga yg dulu tumbuh berseri kini telah layu kembali
Akar akar nadi terhenti daun gugur tersengat tajam belati lalu mati tampa penghuni
Inilah diri ku yg pernah kau cintai...!
Telaga yg ku simpan sekian lama akhirnya kau tumpahkan
Darah penantian telah ku korbankan akhirnya kau hempaskan
Ranting pohon lahan kering kerontang
Kasih sayanglah yg membuat kita bertahan
Sekarang kasih sayang itu telah hilang,luntur dimamah pecundang
Kau emang tak punya perasaan wajar jika asa yg ku pertahankan kau campakan
Sampai malam ini bahkan detik ini rasa luka itu masih menggrontang kesakitan
Kau emang Latnat...!
Rina Piliang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H