Mohon tunggu...
Pangrango
Pangrango Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga

Happy Gardening || Happy Reading || Happy Writing || Happy Knitting^^

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Rindu Padusan

2 April 2023   20:38 Diperbarui: 2 April 2023   20:56 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Umbul Ponggok (Koleksi pribadi)

Entah kapan terakhir kali aku padusan. Rasanya sudah tak pernah lagi sejak memutuskan merantau 2010 silam.

Padusan merupakan tradisi membersihkan diri bersama-sama jelang Ramadan di tanah kelahiranku di Klaten, Jawa Tengah. Klaten yang kini tenar dengan nama kota seribu satu umbul. Yup, memang benar khususnya Klaten bagian utara jalan raya Jogja -- Solo.

Umbul atau sumber mata air alami yang keluar dari tanah menyebar secara sporadis. Topografi Klaten yang sebagiannya berada di kaki Gunung Merapi disinyalir penyebab munculnya ratusan umbul. Mata air tersebut muncul dari lahan vulkan dan dipengaruhi jenis batuan.

Umbul atau sumber akan dinamai sesuai lokasinya berada. Misalnya Umbul Ponggok berada di desa Ponggok, Umbul Pluneng ada di desa Pluneng. Tetapi ada juga yang dinamakan sesuai mitos setempat misalnya Umbul Manten. Dinamakan "manten" karena konon ada sepasang pengantin yang menghilang di lokasi umbul sebelum pernikahan karena melanggar ritual "pingitan"

Tak seperti sekarang, waktu aku kecil, rata-rata masuk ke umbul masih gratis. Umbul belum dibangun seperti saat ini. Ketika itu, masih banyak umbul semacam genangan air yang cukup dalam yang digunakan untuk mandi, berenang, bahkan aktivitas rumah tangga seperti mencuci. Airnya begitu jernih hingga saat keadaan permukaan tenang, dasar umbul pun kelihatan.

Umbul-umbul ini akan diserbu terutama anak-anak sehari jelang Ramadan untuk melakukan padusan. Padusan merupakan tradisi yang dimaksudkan untuk membersihkan badan atau menyucikan diri sebelum bulan puasa tiba. Kegiatan ini sangat seru dan mengasyikkan bagi kami anak-anak karena anak kecil selalu identik dengan main air. Tertawa bersama sambil main ciprat-ciprat air.

Ya, walaupun ibu suka berseloroh, "kulak panu" atau kulakan penyakit panu tetap kami tak peduli.

Selain padusan di umbul, kami biasa juga padusan di pantai. Pantai favorit kala itu adalah BKK kepanjangan dari Baron, Krakal, Kukup di Gunung Kidul dan Pantai Parangtritis di Bantul, Yogyakarta. Kami akan pergi rombongan menggunakan sepeda motor bahkan ada kampung yang menyewa bus pariwisata, benar-benar seperti piknik.

Padusan Kini

Umbul Ponggok (Koleksi pribadi)
Umbul Ponggok (Koleksi pribadi)

Tradisi ini kini telah menjadi kalender wisata di Klaten dengan destinasi utama di Umbul Ponggok yang berada di kecamatan Tulung. Meski demikian, umbul lainnya juga tak kalah ramai. Tradisi ini memang patut dilestarikan karena merupakan kearifan lokal dan budaya warisan leluhur yang konon sudah ada sejak Kerajaan Mataram Kuno.

Padusan berasal dari kata "adus" yang berarti mandi atau membersihkan diri. Tujuan padusan di antaranya yaitu agar umat Muslim yang hendak menunaikan ibadah puasa dalam keadaan suci lahir maupun batin.

Dulunya, padusan merupakan ritual seorang diri sebagai bentuk intropeksi diri. Namun seiring waktu padusan menjadi kegiatan yang dilakukan beramai-ramai. Bahkan, bisa ratusan orang tumpah ruah berendam bersama.

Walau sudah lama sekali tidak mengikuti tradisi ini, tapi setiap mudik aku selalu menyempatkan ke umbul yang dekat rumah bersama suami dan anak-anak. Umbul-umbul yang terus berbenah menjadi daya tarik wisata di kampung halaman di antaranya ditambah dengan wahana permainan seperti Water Boom.

Padusan menjadi salah satu nostalgia masa kecil di bulan Ramadan. Masih banyak kenangan lain seperti berburu embun usai salat subuh, berbuka sebelum waktunya, memalsukan tanda tangan penceramah hingga main long bumbung, yang pernah aku tuliskan di artikel kompasiana "Dari Embun Pencuci Dosa Hingga Alis Terbakar Saat Ramadan".

Apa kenangan masa kecil Kalian saat Ramadan nih?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun