Mohon tunggu...
Rina Darma
Rina Darma Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga

Happy Gardening || Happy Reading || Happy Writing || Happy Knitting^^

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Boleh Atau Tidak Memberi Angpau Lebaran?

12 Juni 2018   12:33 Diperbarui: 12 Juni 2018   12:46 1509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ayo mrono, ngko ntuk fitrah."

"(Ayo ke sana, nanti mendapat fitrah/angpao)."

Dari satu orang nyamper di rumah, kami menjadi menjadi rombongan anak-anak pemburu angpao Lebaran. Bertemu di rumah orang lalu bergabung dan berkeliling desa. Kami mendatangi dari satu rumah ke rumah lain berharap mendapat angpao. Termasuk aku waktu itu.

Rata-rata di setiap rumah, kami akan mendapat seribu rupiah. Lembaran maupun recehan. Jumlah yang wajar dan besar bagi anak kecil generasi 90an saat itu. Hingga tibalah kami di suatu rumah yang dengan jelas di depan kami, dibedakanlah nominal. Saat yang lain mendapat seribu, ada satu anak yang mendapat dua ribu rupiah. Karena kami menerima tanpa amplop. Jadi transparan sekali bukan?

Setelahnya, tentu saja kami berbisik-bisik cemburu. Padahal dia anak orang kaya dan terpandang di desa kami. Begitulah anggapan kami.

Fitrah begitulah salam tempel usai salat Idul Fitri dikenal di daerah kami, Klaten. Memang seringkali mengundang kecemburuan. Perbedaan jumlah yang diberikan kadang juga karena hubungan saudara. Tapi kami anak kecil peduli amat, yang dipedulikan hanyalah perbedaan nominalnya. Kadang kami jadi malas mengajak sama anak tersebut. Entah bagaimana caranya, ia pun tak ikut serta rombongan kami. Segitunya ya? Haha... Tapi setelah lupa, kami baik-baik saja kok. Ya namanya anak kecil, berantem lalu main bareng lagi lalu berantem lalu bermain sama-sama dan tertawa.

Kalau aku mengamati ibuku, ibu akan memberikan jumlah yang sama pada setiap anak dalam satu rombongan. Meski ada salahsatu anak kecil tersebut saudara. Namun, biasanya si anak kecil ini akan datang lagi bersilaturahim dengan keluarganya. Baru disitu, ibu akan memberikan sejumlah uang lagi. Mungkin ini lebih adil daripada di depan banyak orang tapi jumlah uang tersebut di beda-bedakan. Kami anak kecil pun bisa menjadi barisan sakit hati rupanya.

Dengan memberi fitrah si pemberi mungkin berharap bisa kembali suci dan menebus kesalahan dengan bersedekah. Namun, bagaimana jika niat tulusnya malah menjadi polemik di antara penerimanya.

Angpao lebih dikenal dalam hari raya Imlek bagi warga Tionghoa. Sejumlah uang didalam amplop berwarna merah akan diberikan kepada anak-anak dengan hrapan menjadi pengusir roh jahat. Sehingga merasakan kebahagiaan dan keberuntungan.

Dalam perkembangannya, angpao diadaptasi menjadi amplop Lebaran berwarna-warni akhirnya dipilih untuk memberikan salam tempel ini. Tak lupa ditulisi namanya. Nominalnya pun bisa dibedakan. Tapi ya namanya anak kecil, kadang mereka tetap membuka bersama-sama meski tidak di depan yang memberi. Lalu, sakit hatilah lagi jika nominalnya berbeda?

Islam sendiri membolehkan memberikan uang pada hari raya Lebaran. Yang aku baca dari bimbinganislam.com, BOLEH memberikan amplop atau uang ke anak-anak pada hari raya untuk menyenangkan dan membuat gembira anak-anak. Karena itu merupakan kebiasaan yang baik.

Dalam suatu hadits dikatakan manusia yang paling dicintai Alloh adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Sedangkan amalan yang paling dicintai Alloh adalah membuat Muslim lain bahagia. Di negeri Lajnah Daimah, kebiasaan memberikan uang setelah hari raya ini disebut iediyyah, sejumlah nominal kecil yang diberikan agar anak-anak merasa senang.

Nah, karena merupakan kebiasaan dan bisa menjadi amalan yang dicintai Alloh, sudah seharusnya kita mempertimbangkan pemberian angpao ini agar tidak malah menjadi fitnah bagi pemberi.

Bersikap adil. Misalnya yang belum bersekolah dan yang sudah sekolah. Nominal yang lebih kecil untuk yang belum bersekolah karena disesuaikan kebutuhan juga.

Menjaga perasaan si penerima. Mungkin seperti kisahku di atas ya. Mending disamain nominalnya jika sebaya. Kalau saudara bisa ditambah dibelakang. Kalau tidak ya sambil diberi pengertian, "Kamu masih kecil segini aja ya nanti kalau sudah besar ditambah lagi."

Ikhlas. Agar berkah dan lebih bermanfaat sudah seharusnya kita ikhlas. Untuk bisa ikhlas di antaranya tidak memaksakan diri. Memberikan dalam nominal kecil sesuai kemampuan tidak apa-apa asal ikhlas dan merata. Daripada jumlah besar tapi nggondok di hati dan tidak semua kebagian.

Jadi marilah kita menjadi salahsatu sumber kebahagiaan anak-anak dalam moment Idul Fitri yang hanya setahun sekali. Alangkah baiknya juga jika sambil memberikan kita memberikan nasehat, uangnya ditabung ya atau untuk beli tas sekolah atau kebaikan lainnya bukan ke arah konsumerisme. Jadi tambah berkah kan rezeki kita.

Baca juga artikel aku sebelumnya ya: Menghidupkan Malam Ramadhan Bagi Bumil dan Busui

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun