Mohon tunggu...
Pangrango
Pangrango Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga

Happy Gardening || Happy Reading || Happy Writing || Happy Knitting^^

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Mengulik Nuansa Merah Oriental di Masjid Lautze-2, Bandung

30 Mei 2018   08:24 Diperbarui: 31 Mei 2018   23:54 2791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berada di antara ruko-ruko, pintu lengkung berwarna merah terlihat mencolok. Tergantung di langit-langit atap depan masjid, lampion-lampion berwarna merah menghias.

Menyambut jamaah hamparan karpet merah. Nuansa merah kuning keemasan juga melekat di dinding. Mihrab, tempat sang imam memimpin sholat berbentuk melengkung. Secara umum, bangunan masjid ini merupakan akulturasi budaya Tionghoa dan Islam.

Foto: Darma Legi
Foto: Darma Legi
Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, lampion merupakan simbol kebahagiaan dan harapan yang menjadi tujuan hidup. Warna merah berarti kemakmuran dan keberuntungan, sedangkan warna kuning berarti kekayaan.

Bentuk fisik bangunan yang berasitektur langgam klenteng diharapkan menarik perhatian masyarakat Tionghoa. Penciri masjid adalah adanya kubah bawang dan plang penunjuk masjid yang juga berwarna merah.

Ini adalah Masjid Lautze-2 yang berada di Jalan Tamblong Nomor 27. Masjid Lautze-2 adalah masjid bergaya oriental di Bandung selain Masjid Imtizaj.

Penamaan Masjid Lautze-2 merujuk pada Masjid Lautze-1 yang terletak di Jalan Lautze, Pecinan, Jakarta, yang bernaung di bawah Yayasan Haji Karim Oei yang dibangun tahun 1991. Lautze sendiri berasal dari Bahasa Mandarin yang berarti guru. Dalam Bahasa Arab disebut sebagai ustadz.

Masjid ini berfungsi mewadahi para etnis Tionghoa sebagai pusat informasi belajar Islam. Tempat berkumpulnya mualaf. Di sini mereka bisa belajar syahadat, shalat, puasa, dan lainnya. Mereka pun merasa lebih nyaman membaur untuk belajar. Seperti yang terlihat siang itu, dalam masjid bercengkerama beberapa jamaah. Saling berdiskusi mengisi waktu Ramadhan.

Foto: Darma Legi
Foto: Darma Legi
Meski begitu masjid cabang yang dibangun 1997 terbuka untuk umum. Bangunannya hanya seluas 7x6 meter. Sehingga jika sholat jum'at, jamaah meluber hingga ke jalan. Sebab, masjid dengan jalan hanya dipisahkan trotoar.

Tertarik beribadah ke masjid ini, Kompasianer? Sempatkan mampir ya, kalau ke Bandung.

Baca juga: Jelajah Masjid Imtizaj yang Bergaya Oriental

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun