Aku tak akan pernah berhenti menceritakan tentang Kalimantan. Karena pulau seberang itu sangat berarti dalam membuka pikiranku terhadap perbedaan. Di sanalah aku berhasil memaknai Bhineka Tunggal Ika yang dicetuskan Mpu Tantular zaman Kerajaan Majapahit abad ke-14. Menyelami walaupun berbeda tapi tetap satu juga bukan di kampung halamanku sendiri. Di sanalah aku berteman dengan orang Batak, akrab dengan orang Toraja, Madura, Padang, Bugis, Melayu, China, Sasak, Dayak dengan berbagai keyakinan mereka bukan di kampus biruku.
Jika ditanya kapan hijrah terbesarku, ya saat di Borneo tersebut. Katak dalam tempurung yang berangkat sendiri tanpa teman dan saudara di perantauan akhirnya melihat dunia. Piciknya pikiranku terbuang jauh-jauh dengan sendirinya. Tidak hanya aku semakin mencintai Indonesia yang kaya suku bahasa dan agama. Akupun semakin menyayangi keluargaku terutama ibuku.
Oleh-oleh selama aku tinggal di Landak, Kalimantan Barat telah tertulis sebagai novel. Halimun, Seberkas Cahaya di Tanah Dayak. Alhamdulillah, diapresiasi menjadi salahsatu  naskah terpilih dalam Publisher Search Author (PSA) 2 yang diselenggarakan Grasindo. Bukunya telah diterbitkan tahun 2014.Â
Novel tersebut mengangkat setting lokasi lokal di Tanah Dayak dengan menyelipkan hikmah perjalanan yang aku dapatkan selama di Kalimantan yang harapannya bisa menginspirasi pembaca. Termasuk keberanian bermimpi dan mewujudkannya. Tentang shockculture, tentang menyaksikan kulminasi yaitu waktu matahari tepat di atas garis khatulistiwa sehingga sejenak semua benda tidak memiliki bayangan, tentang masuk hutan, tentang Rumah Panjang, tentang bagaimana Orang Dayak mencari keadilan melalui upacara adat, tentang merayakan kemerdekaan ke-66 tahun, dan sebagainya.
Baca juga artikel aku sebelumnya ya Mempererat Silaturahim dengan Bukber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H