Kuedarkan pandangan
Bergegas susuri peron kereta
Terus kucari sosoknya, diantara tubuh-tubuh yang menjulang tinggi di depanku
Kecemasan bersarang di relungku
Adrenalinku terpacu mengejar jadwal keberangkatan
Berharap dia telah menunggu di depan gerbong
Bahkan meyakinkan diri bahwa dia telah masuk ke salah satu gerbong
Tapi
Tak kudapati sosoknya di depan gerbong kami
Dengan berlari kecil kugapai pintu gerbongku
Kupaksakan diri menahan penat yang kurasa
Napas masih tersengal-sengal
Terus kusibak orang-orang yang mencari tempat duduk
Bergegas kudaratkan tubuhku
Kurapatkan badan pada dinding kaca
Sadarku
Peluit sang petugas berbunyi
Keretapun segera harus melaju
Dia yang kutunggu tak kunjung duduk di sampingku
Hingga sebuah suara membuyarkan lamunku
Dengan senyum ceria kupalingkan mukaku
Tapi hanya kecewa yang kudapatkan
Ternyata
Semua hanyalah asa tanpa nyata
Kupalingkan muka menatap hamparan padi yang menguning
Terngiang janji yang pernah kabisikan padaku di gerbong ini
Berharap engkau genggam tangan ini dan lanjutkan kisah kita yang belum usai
sadarku bahwa semua itu hanyalah kenangan di gerbong lokomotif uap bersamamu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H