Bekerja di dunia pendidikan membuat saya sering terlibat untuk melihat secara langsung apa yang terjadi di dunia persekolahan.Â
Seperti yang terjadi baru-baru ini, dimana instansi tempat saya bekerja menugaskan saya untuk memantau pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Â di berbagai sekolah pada daerah tempat saya bertugas.
Berbekal surat tugas ditangan, subuh buta saya dan tim sudah melaju dijalan raya menuju ke lokasi tempat ujian berlangsung. Tidak ada yang aneh dalam hal ini. Berangkat dini hari adalah sebuah kelaziman bagi karyawan di instansi saya.Â
Terkadang kami berangkat dalam tim yang besar, namun tak jarang kami harus melaksanakan tugas ke daerah seorang diri. Apapun itu saya dan teman-teman menjalaninya dengan semangat dan suka cita.
Namun penugasan kali ini terasa sedikit berbeda. Kegiatan yang akan dilakukan kali ini adalah hal yang baru bagi kami. walaupun  untuk urusan pantau memantau bukanlah hal yang baru bagi saya dan teman-teman.Â
Namun sasaran dan bentuk pemantauan kali ini sedikit berbeda. Â Berdasarkan sasaran pemantauan, sekolah yang kami pantau tidaklah keseluruhan sekolah penyelenggara.Â
Dari sisi pemantau yang diturun juga terbilang sedikit jika dibandingkan dengan pemantauan UN. Mekanisme pemantauanpun dirasa sedikit berbeda. Jika sebelumnya kami harus memantau dengan ketat setiap proses dan Prosedur Operasional Standar (SOP) pelaksanaan ujian, kali ini lebih longgar dibandingkan dengan pemantauan UN.
Benar saja, suasana pelaksanaan ujian tidak se "angker" biasanya. Kepala sekolah, panitia, dan pengawas kelas tempat AKM berlangsung menyambut kami dengan sedikit santai. Lingkungan sekolahpun tidak sehening pelaksanaan ujian biasanya.Â
Maklum, beberapa sekolah tetap menyelenggarakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas seperti biasanya bagi siswa yang tidak mengikuti AKM. Dibeberapa tempat bahkan tidak kami temukan papan pengumuman yang bertuliskan "Harap tenang, ada ujian" yang lazimnya terpampang besar-besar dipintu masuk gerbang sekolah saat pelaksanaan ujian.
Penyelenggaraan AKM ini sendiri sebenarnya bukanlah kegiatan sambilan. Kemendikbudristekdikti telah menginstruksikan kepada setiap Dinas pendidikan provinsi dan Kabupaten/Kota untuk menetapkan pengawas AKM yang akan ditugaskan secara silang.Â
Artinya guru yang bertugas mengawasi pelaksanaan AKM akan bertugas  di sekolah lain, tidak pada sekolah tempat mereka bertugas. Sama persis dengan prosedur kepengawasan pelaksanaan  Ujian Nasional yang selama ini berlangsung di sekolah.
Akan tetapi tetap saja suasana AKM tidak seperti pelaksanaan UN.Â
Siswa  terkesan lebih santai dalam menghadapi AKM ini. Mereka menghadap ke layar monitor komputer tempat soal terpampang dengan sedikit rilek.Â
Dari jauh saya melihat tidak tampak banyak kerutan dikening melihat soal-soal yang sepertinya panjang-panjang.Â
Saya tidak berani juga mengatakan apakah soal yang mereka kerjakan tergolong sulit, sedang, atau mudah karena tidak dibenarkan mendekat ke tempat duduk mereka.Â
Akan tetapi jika mengacu kepada contoh soal AKM yang dikeluarkan oleh Pusat Asesmen dan Pembelajaran sebagai lembaga penyusun soal AKM seyogyanya cukup sulit.Â
Tapi secara umum hal  itu tidak membuat siswa terlihat  berusaha keras untuk menjawabnya. Pada satu kelas bahkan ada siswa yang sudah keluar dari ruangan ujian dalam waktu kurang dari 30 menit pada saat proses asesmen literasi. Â
Hal  itu diikuti seisi kelas secara bergilir. Begitu peserta terakhir keluar dari kelas  saya melihat arloji yang melingkar dipergelangan tangan, kurang dari 60 menit mereka telah menyelesaikan AKM nya. Saya geleng-geleng kepala. Antara kagum dan heran. Namun demikian saya tidak berani berasumsi. Biarlah hasil akhir yang akan menjawab nanti.
Kehebohan lain muncul dihari pertama pada sesi ke-dua ujian.Â
Pada salah satu ruangan tidak satu persertapun hadir pada jam yang ditentukan. Seharusnya peserta yang berasal dari salah satu sekolah tetangga tempat AKM berlangsung tersebut  hadir mengikuti ujian. Usut punya usut ternyata terjadi salah komunikasi.Â
Para siswa yang akan menumpang ujian pada sekolah penyelenggara berkumpul di sekolah mereka yang berjarak lebih kurang satu jam perjalanan dari lokasi ujian. Sementara wakil kepala sekolah yang mendampingi mereka menunggu di lokasi ujian.Â
Terbayang paniknya pendamping mereka mendapati tak satupun siswanya hadir di lokasi diwaktu ujian berlangsung.Â
Untungnya panitia dan pihak sekolah melakukan gerak cepat menghubungi penyelenggara di tingkat kabupaten. Sehingga  siswa siswi ini dapat melaksanakan AKM pada gelombang ke-2.
Hal seperti ini tentunya tidak akan terjadi jika yang dilaksanakan adalah Ujian Nasional. Dimana setiap siswa siap dan mempersiapkan diri secara penuh untuk menjalankannya.Â
Orang tua tergopoh gopoh memfasilitasi anaknya yang akan bertarung di UN. Guru dan pihak sekolahpun sudah kasak kusuk melakukan berbagai taktik dan strategi untuk menggenjot kemampuan siswa. Semua demi suksesnya UN yang diikuti.
Sampai disana saja? ternyata tidak.Â
Pada hari berikutnya kami menyaksikan dengan  hebohnya panitia dan pengawas kelas memanggil peserta yang tidak beranjak dari tempat duduknya dilapangan pada saat  AKM beberapa menit lagi akan berlangsung.Â
Mereka berjalan dengan santai seolah tidak ada beban apapun. Tidak peduli waktu yang terus berjalan. Sangat berbeda dengan suasana UN dimana siswa peserta ujian lari tergopoh gopoh ketika datang dalam waktu yang berdekatan dengan saat ujian dimulai.
Tidak ada siswa yang berusaha bertanya atau mencontek pada saat AKM berlangsung. Semua percaya diri mengerjakan sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing
Hal yang menggembirakan berdasarkan pemantauan saya, tidak ada siswa yang berusaha untuk bertanya pada saat ujian berlangsung. Setidaknya itu yang dikemukakan oleh pengawas ujian.Â
Begitupun tidak ada siswa yang membawa contekan atau catatan ke dalam ruang ujian. Mereka tidak berusaha mencontek  dan bertanya kiri kanan.Â
Siswa peserta AKM betul-betul menjawab soal sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka masing-masing. Fenomena yang jarang sekali kita temui pada saat UN, Ujian Sekolah (US), Â EBTANAS, maupun EBTA.
Beberapa fakta terungkap mengapa fenomena ini terhadi. Dari beberapa  siswa yang ditanyai diperoleh informasi kalau mereka merasa AKM tidak terlalu penting. Karena tidak semua siswa melaksanakan AKM.Â
Hal ini berbeda dengan UN yang menyasar semua siswa. Karenanya peserta ujian merasa tidak perlu mengeluarkan segenab kemampuannya untuk dapat menjawab soal yang ada.Â
"Toh" hasil akhirnyanya tidak berdampak langsung kepada mereka. Berbeda dengan UN yang merupakan tiket bagi mereka untuk memasuki jenjang pendidikan berikutnya. Tidak heran banyak calon peserta UN yang rela mengikuti Bimbingan Belajar (Bimbel) guna mengasah kemampuan mereka sebelum bertarung di UN.
Hal ini tentu merupakan suatu yang positif.Â
Siswa tidak lagi menganggap ujian sebagai sebuah beban. Disisi lain perilaku peserta pada saat ujianpun sudah menunjukkan karakter yang cukup baik.Â
Jujur dan percaya diri dengan kompetensi yang ada pada mereka. Sehingga hasil yang terekam pada saat ujian berlangsung merupakan hasil yang sebenar-benarnya.Â
Tidak ada lagi proses penyiapan peserta AKM yang dilakukan secara instan seperti penyiapan peserta UN melalui les tambahan, Bimbel, dan yang lainnya.Â
Sebagaimana yang di rilis oleh Pusat Asesmen dan Pembelajaran sejatinya fungsi dan tujuan AKM yang merupakan bagian dari Asesmen Nasional (AN) bukan  untuk menentukan kelulusan dan menilai prestasi murid sebagai seorang individu.
Fungsi AKM adalah untuk memotret dan memetakan mutu sekolah dan sistem pendidikan secara keseluruhan. inilah juga sebabnya sehingga peserta AKM tidak mencakup keseluruhan siswa.Â
Siswa yang diujikanpun bukan merupakan siswa pada kelas terakhir (VI, IX, XII) pada setiap jenjangnya.  Pesera AKM adalah siswa kelas V pada jenjang SD, siswa kelas VIII jenjang  SMP, dan siswa kelas XI jenjang SMA.
Semoga pelaksanaan AKM ke depan lebih baik lagi sehingga benar-benar dapat dijadikan sebagai acuan awal dalam peningkatan kualitas proses pembelajaran dalam kelas.Â
Makanya terasa aneh ketika saya mendengar berita adanya beberapa persiapan khusus dengan cara  melatihkan siswa dalam mengerjakan soal yang dilakukan di beberapa sekolah terhadap siswanya sebelum AKM berlangsung. Hal tersebut menyelisih dari tujuan AKM yang sebenarnya. Pada kenyataannya yang terhadi dilapangan tidaklah sedemikian.
Sekolah dan siswa menjalani proses AKM dengan nyaman dan tanpa beban. Setidaknya itu yang saya temui di beberapa sekolah yang saya pantau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H