Mohon tunggu...
Rimayanti Z
Rimayanti Z Mohon Tunggu... widyaiswara - Praktisi Pendidikan

Pengajar walau bukan guru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aplikasi Injil Berbahasa Minang, Relevankah?

9 Juni 2020   20:21 Diperbarui: 10 Juni 2020   09:09 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehadiran aplikasi Injil berbahasa Minang menjadi topik pembicaraan yang hangat di kalangan masyarakat Sumatera Barat akhir-akhir ini khususnya orang Minang Kabau. Tidak kurang dari Gubernur Sumatera Barat Iwan Prayitno turut melayangkan surat kepada Menteri Komunikasi dan Informatika RI agar dapat menghapus aplikasi tersebut dari google playstore.

Sebenarnya mengapa orang Minang Kabau seresah itu dengan keberadaan aplikasi ini? Sebagaimana yang diketahui semua orang, Minang Kabau identik dengan Islam. Begitu identiknya, sehingga semua sendi-sendi kehidupan orang Minang mengacu kepada hukum Islam.

Suku Minang Kabau mendiami sebagian besar wilayah di Provinsi Sumatera Barat. Namun tidak berarti seluruh penduduk (asli) Sumatera Barat bersuku Minang Kabau. Secara garis besar di wilayah Sumatera Barat juga terdapat suku mentawai, Kubu, Talang Mamak, Nias, Bonai, dll. Dan suku-suku selain suku Minang Kabau ini sebagian besar tidak memeluk Agama Islam.

Namun sebelum membahas lebih lanjut kita perlu memisahkan dulu antara Minangkabau sebagai sebuah suku dengan Minang Kabau sebagai sebuah wilayah. 

Pada zaman dulu cakupan wilayah Minang Kabau meliputi wilayah Sumatera Barat, sebagian daratan Riau, Bagian Utara Bengkulu, Bagian barat Jambi, Pantai Barat Sumatera Utara, barat daya Aceh, bahkan sampai ke Negeri Sembilan Malaysia. Hal ini dijelaskan secara rinci dalam tambo Minang Kabau. Di mana disebutkan batas-batas wilayah Minang Kabau.  

Jika mengacu kepada cakupan wilayah kekuasaan Minang Kabau tersebut baik dulu maupun sekarang, jelas yang berdiam diri di wilayah init tidak semunya bersuku Minang Kabau. Karena suku tidak mengacu kepada domisili seseorang. Walaupun sudah pindah domisili dari wilayah tersebut bukan berarti orang Minang akan kehilangan kesukuannya.

Inilah yang membuat perbedaan pemahaman. Terkait dengan aplikasi injil berbahasa Minang, yang tersentil dan melakukan penolakan adalah orang Minang dalam arti suku. Bukan orang Minang dalam arti wilayah.

Setiap suku pastinya mempunyai rule of low-nya masing-masing. Yang menjadi acuan dan hukum untuk mengatur suku tersebut dalam kehidupan bermasyarakat. Rule of Low dalam masyarakat Suku Minang Kabau populer dengan sebutan "Adat Basandi Syarak, syarak basandi Kitabullah". Kira-kira kalau diterjemahkan bebas menjadi adat berdasarkan kepada agama (Islam), agama berdasarkan kepada Kitab Allah (Al-quran).

Sampai di sini saja sudah bisa dipahami secara gamblang, bahwa sendi-sendi kehidupan dari orang Minang itu adalah Islam. Dengan demikian keberadaan aplikasi Injil berbahasa Minang menjadi sangat tidak relevan, karena orang Minang tidak ada yang menggunakan Injil sebagai kitab sucinya. Jadi untuk apa aplikasi ini harus dibuat?  

Mungkin akan ada yang berkilah mengatakan bahwa hal tersebut boleh saja dipakai dalam pengaturan kehidupan masyarakat, tetapi bukan berarti membelenggu kebebasan beragama orang Minang. 

Agama adalah hak asasi seseorang. Tidak ada yang bisa memaksanya. orang Minang memahami betul hal tersebut. Sebagai orang Islam, orang Minang tetap memakai prinsip "Lakum diinukum waliyadiin". Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku. Artinya toleransi beragama sangat dijunjung tinggi dalam masyarakat Minang Kabau.

Secara individu tidak ada pemaksaan dalam hal beragama di Minang Kabau. Namun tidak dalam konteks kesukuan. Seandainya ada orang Minang yang keluar dari Agama Islam, maka kepada yang bersangkutan diberlakukan sanksi dibuang sepanjang adat. Ini berarti dia tidak diakui lagi sebagai orang Minang. Konsekwensinya yang bersangkutan akan kehilangan hak-hak yang melekat padanya sebagai orang Minang. Termasuk dalam hal ini adalah hak waris pusaka dan gelar pusako. Seandainya beliau adalah seorang Datuk sekalipun, gelar tersebut harus dilepas.  

Inilah ketentuan dalam adat Minang. Melanggar hak asasi? Tidak juga. Kalau pembatasan boleh jadi. Bukankah norma itu ada termasuk norma adat sesungguhnya memang mengurangi sebagian hak asasi untuk kebaikan bersama dalam masyarakat dalam arti yang lebih luas.

Masing-masing suku punya keunikan sendiri dalam menetapkan hukum adatnya. 2016 yang lalu Tjokorda Sri Maya Kerthyasa, seorang puteri kerajaan Ubud Bali melangsungkan pernikahan dengan seorang pria asal Australia. Sayangnya karena hal tersebut sang puteri harus melepaskan gelar kebangsawanannya. Aturan adat di Kerajaan Ubud mengharuskan seorang puteri kerajaan harus menikah dengan orang Bali dan haruslah memiliki kasta yang sama tinggi. Itulah aturan adat. 

Kalau dilihat dari perspektif umum bukankah hal ini sebetulnya melanggar hak asasi? Apalagi kalau ditinjau dari pernikahan yang mengharuskan kesamaan kasta. Bukankah manusia itu sama? Tidak ada yang rendah dan yang tinggi. 

Tapi kita yang orang luar Bali tidak bisa mengatakan demikian. Semua menghormati adat yang berlaku di sana. Masyarakatnya sendiri menjalani dengan ikhlas. Karena itulah ketentuan dalam adat dan agama mereka. Untuk itu Tjokorda Sri Maya Kerthyasa melepas dengan sukarela gelar kebangsawanannya. Karena beliau paham betul konsekwensi yang diterimanya.

Hal yang seperti ini tidak hanya berlangsung pada suku-suku di Nusantara saja. Jauh sebelum ini hal yang hampir mirip terjadi pada kerajaan Inggris. Raja Edwar VIII harus melepaskan tahtanya karena menikahi Wallis Simpson. Seorang janda dua kali bercerai. Seharusnya tidak ada yang salah dengan pernikahan itu. Secara hak azazi hal tersebut  adalah hak dari seseorang untuk menikahi siapapun yang dicintainya. Namun tidak demikian dalam peraturan kerajaan Inggris. 

Aturan gereja Inggeris saat itu tidak memperbolehkan seseorang menikahi perempuan yang sudah pernah menjadi janda. Karena itu rakyat tidak akan menerima Simpson sebagai ratu. Sebagai raja dari kerajaan Inggris Edwar VIII sekaligus juga adalah pimpinan tertinggi gereja di Inggris. Karena itu sudah seyogyanyalah perilaku beliau mencerminkan tindakan yang mendukung ajaran-ajaran gereja. Apa boleh buat, aturan tidak boleh dilanggar. karena bersikeras menikahi Simpson Edwar memilih melepaskan tahtanya.

Sampai di sini rasanya semua cukup memahami, bahwa aturan adat memang berlaku dan dipatuhi oleh masyarakat adatnya. Demikian juga dengan yang berlaku pada Suku Minang Kabau. Di mana salah satu aturan adatnya membuat seseorang yang keluar dari Agama Islam praktis keluar dari Suku Minang. Sehingga ketika  seorang suku Minang keluar dari Agama Islam, maka secara kesukuan dia tidak lagi diakui sebagai orang Minang. Jadi fix, tidak ada orang Minang yang tidak beragama Islam.

Karena itu keberadaan aplikasi Injil berbahasa Minang dirasa mengada-ada. Jikapun ada beberapa dari pemeluk kristen yang memahami Bahasa Minang, tidaklah perlu sampai membuatkan Injil khusus berbahasa Minang untuk mereka. Bukankah Injil Berbahasa Indonesia tersedia lengkap di mana-mana. Dan dirasa semua mereka memahami dengan baik Bahasa Indonesia. Jangan salahkan jika masyarakat Suku Minang mempertanyakan kepentingan dan relevansi dari Aplikasi Injil berbahasa Minang ini dibuat.

Adapun untuk pemeluk kristen yang bukan dari suku Minang yang ada di Sumatera Barat, orang Minang tidak pernah mempermasalahkan keberadaan kitab suci mereka. Ada injil berbahasa Mentawai yang dipakai oleh pemeluk kristen suku Mentawai. Atau bahasa suku lainnya yang dicantumkan dalam kitab suci tersebut tidak pernah dipersoalkan oleh masayarakat Suku Minang. Asalkan jangan berbahasa Minang.

Selama ini kehidupan beragama di Sumatera Barat sebagai Provinsi dengan suku Minang terbanyak berjalan baik-baik saja. Belum pernah terjadi konflik vertikal yang tajam di provinsi ini. Semua pemeluk agama hidup damai saling berdampingan. Menjalankan syariat agamanya masing-masing. Kehadiran aplikasi ini justeru memancing riak di tengah masyarakat. Semoga ada solusi yang mencerahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun