Mohon tunggu...
Rimayanti Z
Rimayanti Z Mohon Tunggu... widyaiswara - Praktisi Pendidikan

Pengajar walau bukan guru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mudik, Boleh atau Tidak?

10 Mei 2020   14:53 Diperbarui: 10 Mei 2020   15:02 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Boleh? Tidak? Boleh? tidak? Ibarat menghitung kancing menjawab pertanyaan itu. Mudik tahun ini sebenarnya dibolehkan atau tidak? Pertanyaan ini yang bergelayut di kepala calon pemudik dan keluarga di kampung. Diawali dengan pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berujung dengan pelarangan untuk mudik. 

Hal ini tentu saja  menimbulkan beragam reaksi di masyarakat. Diskusi panjang tentang mudikpun berlangsung dari grup ke grup media sosial. Mulai dari etimologi kata mudik,  esensi mudik, sampai dampak dari pelaksanaan mudik. Sekarang kita semua menyadari betapa pentingnya mudik. 

Dan tidak mudah untuk mengurus persoalan mudik. Bahkan untuk memutuskan mudik dibolehkan atau harus dilarang saja memerlukan deretan peraturan.   Mulai dari Presiden, Menteri, sampai kepada pengamat, dan praktisi bersuara soal ini. 

Sedemikian mewahkah mudik saat ini sehingga tidak semua orang bisa memperolehnya? Jika dipandang dari segi bahasa boleh jadi demikian adanya. Mengacu kepada Kamus Umum Bahasa Indonesia, mewah berarti serba indah, serba berlebihan, tentang cara hidup yang menyenangkan. 

Namun tidak sepenuhnya benar. Mudik memang mengandung keindahan spritual yang tidak tergantikan. Bertemu dengan orang tua dan sanak saudara menimbulkan keindahan luar biasa dihati. Namun untuk konotasi menyenangkan perlu dipertanyakan lebih lanjut. Perjalanan yang sulit ketika melaksanakan mudik apalagi untuk saat ini tidak bisa dikatakan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Penjagaan demi penjagaanpun dilakukan. 

Berita tentang pemudik yang disuruh putar balik oleh petugas terdengar dimana-mana. Pihak kepolisian yang sebelumnya berjaga melalui operasi ketupat agar pemudik dapat melakukan perjalanan dengan aman dan nyaman pada saat mudik lebaran, sekarang malah berbalik menghalangi pemudik agar tidak beranjak dari daerah tempat tinggal mereka selama ini. Tidak ada yang menyalahkan. Karena mereka menjalani tugasnya sesuai perintah. 

Sebetulnya pada saat peraturan pelarangan mudik dikeluarkan mulai 24 April 2020 yang lalu, masyarakat secara umum sudah dapat menerima. Masyarakat memahami proses pembatasan mudik sebagai bagian dari pemutus mata rantai penyebaran Covid-19. 

Terkecuali bagi mereka yang  sudah tidak mempunyai sumber penghasilan di daerah tempat  tinggal mereka semula. Apakah itu karena PHK atau  roda usaha yang selama ini mereka lakoni tidak lagi menghasilkan pundi-pundi.  

Memang dilematis ketika tetap berkeras mempertahankan mereka tetap ditempat, sementara asupan logistik yang mereka punyai sudah menipis.  Hal ini menjadi sisi lain dari pelarangan mudik. 

Pelarangan mudik ini bahkan mendapat apresiasi dari masyarakat terhadap pemerintah sebagai bentuk pengayoman kepada masyarakatnya. Walaupun suara-suara tidak puas tetap bergema dimana-mana. Masyarakat sudah mulai menyusun strategi dan rencana bagaimana menjalani lebaran tanpa mudik. 

Mulai membayangkan pada saat lebaran nanti melakukan sungkeman kepada orang tua melalui video call, bertemu teman-teman menggunakan teleconverence, atau sekedar berkirim dana sebagai tanda perhatian untuk saudara di kampung. Mirip-mirip  yang dicontohkan iklan di televisi. 

Makanya menjadi sangat mengejutkan ketika kemudian keluar berita bahwa mudik di izinkan kembali. Masyarakat bertanya-tanya. Ada apa? Untuk apa? Debat demi debatpun terjadi akan kebenaran dari kabar ini. Penjelasan yang diberikan oleh pihak yang terkait menimbulkan pemahaman yang berbeda. 

Bahkan suami-istripun bisa bertengkar karena memiliki keyakinan yang berbeda akan izin mudik. Padahal pemahaman keduanya  d benar adanya. Waktu mendengar dan sumber beritanya saja yang mungkin berbeda. Lalu dari pada berdebat akhirnya mereka akan menutup pembicaraan dengan kalimat biarkan saja dulu beritanya. 

Kita dengarkan saja berita peraturan terakhir agar tidak keliru memahami. Strategi yang cukup cerdik sebenarnya. Sama dengan memahami perintah militer. Perintah yang terakhir yang akan kita laksanakan

Sebagian masyarakat tentunya senang-senang saja mendengar keluarnya aturan bahwa mudik di izinkan kembali. Tetapi ternyata penjelasan selanjutnya seperti diskon pulsa yang dilakukan provider telepon selular . Ada S&K, Syarat dan Ketentuan berlaku. Mudik hanya diperbolehkan bagi:

  • Beberapa orang yang bekerja di bidang lembaga pemerintah atau swasta yang bertugas menyelenggarakan pelayanan pertahanan, keamanan, kesehatan, ketertiban umum, kebutuhan dasar, fungsi ekonomi penting;
  •  Masyarakat yang memerlukan pelayan kesehatan darurat atau perjalanan yang keluarga intinya sakit keras atau meninggal dunia;
  • Pemulangan PMI, WNI, dan pelajar dari luar negeri yang ingin mudik ke daerah asal.

petugas yang melakukan perjalanan untuk penanganan Covid-19 atau perjalan dinas yang disertai surat tugas. Nyali masyarakat mulai ciut. Sebagai seorang yang bukan Satgas Covid dan tidak mendapatkan surat tugas tentunya perubahan (baca dibolehkannya)  aturan mudik ini tentu bukan untuk semua. Hanya untuk orang dan kondisi tertentu saja. 

Bagaimana dengan dibolehkannya kembali  kendaraan umum beroperasi? Hal ini adalah dua hal yang sejalan. Perjalanan Dinas tentunya memerlukan moda transportasi. Petugas Covid-19 dan mereka yang melakukan perjalanan Dinas dengan surat tugas, memerlukan kendaraan umum untuk bepergian ke-luar kota. Tapi apakah yang akan bertugas sebanyak itu sehingga membiarkan bus umum beroperasi? Siapa yang akan menggunakan bus umum yang katanya boleh beroperasi dengan mentaati sejumlah protokoler kesehatan itu. 

Eh ya, tentunya mereka yang ada dalam daftar di atas yang boleh menggunakannya. Kok bertanya lagi. Kalau begitu nantinya akan ada petugas khusus yang akan mendampingi setiap bus untuk memastikan setiap penumpang yang naik sesuai ketentuan. Seberapa banyak petugas yang disebar untuk setiap terminal yang ada di kota-kota besar? 

Haduh...! Tiba-tiba merasa pusing sendiri. Ternyata memang tidak mudah untuk mengurus sebuah negara. Jangankan negara, ikut berfikir tentang mudikpun sudah cukup membuat saya pusing. 

Jadi, mudik  tahun ini boleh atau tidak?  (Rima.Z)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun